Bahagia dan sedih di liputan khusus pertama dialami Faiz Rijal Izzuddin, kontributor Lamongan yang ‘hijrah’ ke Solo. Berikut catatan mahasiswa Universitas Muhammadiyah Solo itu.
PWMU.CO – Saat itu, November 2019 menjelang perayaan Milad Ke-107 Muhammadiyah yang digelar di Sportarium UMY, Senin (18/11/19), Pemimpin Redaksi PWMU.CO Mohamamd Nurfatoni menawarkan kepada para kontributor untuk meliput acara tersebut.
Saya pun menghubungi Pak Fatoni, panggilannya. Lalu saya diarahkan untuk menghubungi Pak Sugiran yang kala itu ditunjuk menjadi kordinator liputan milad.
Walaupun belum pernah bersua secara langsung, saya sudah kenal dengan Pak Sugiran secara online melalui tulisan ini.
Ahad 17 November 2019 pukul 13.00 WIB saya pun berangkat ke Yogyakarta lewat Stasiun Purwosari Solo dengan menggunakan Prambanan Ekspres. Kereta api tersebut sangat bersahabat dengan kantong mahasiswa. Cukup merogoh kocek Rp 8 ribu saya sudah bisa pergi dari Solo ke Yogyakarta.
Pukul 15.00 WIB saya tiba di Stasiun Tugu Yogyakarta dan beristirahat di masjid dekat stasiun. Pukul 19.42 WIB saya membuka Gruop WhastApp Kontributor PWMU.CO II. Ada yang menarik bagi saya ketika membaca berita ini.
Dari berita itu saya mengetahui bahwa rombongan PWM Jatim berangkat dengan membawa 10 orang. Di antaranya Ketua Dr M Saad Ibrahim, Sekretaris Tamhid Masyhudi, Wakil Ketua Nadjib Hamid MSi, Kepala Kantor Chusnul Choliq. Ada juga Ketua PWM Nusa Tenggara Barat Falahuddin MA. Dan tentu saja sang penulis berita: Pak Sugiran.
Bahagia dan Sedih Ketemu Kaq Liq
Ketika terdapat nama Chusnul Choliq saya merasakan kegembiraan yang luar biasa. Karena saya akan bisa bertemu Kak Liq—sapaan suami mbak saya: Siti Nur Mazidah.
Pertemuan terakhir dengannya terjadi empat bulan sebelumnya, saat beliau, yang masih dalam keadaan sehat, mengantarkan saya kuliah di Universitas Muhammadiyah Solo dan mondok di Pondok Shabran. Saat itu dia masih bisa mengemudikan kendaraan sendiri dari Payaman, Solokuro, Lamongan.
Tapi saya juga sedih. Sebab, dari informasi sebelumnya kondisi Kak Liq lagi drop. Saya pun langsung menghubungi Mbak Zid, panggilan saya untuk Siti Nur Mazidah, “Mbak Zid, Kak Liq katanya drop, kok malah pergi ke Yogya.”
Kak Liq Diundang Khusus Haedar Nashir
Ternyata, berangkatnya Kak Liq khusus untuk bertemu dengan seseorang. “Iya sebenarnya masih kurang fit, tapi katanya ada kepentingan dengan seseorang. Jangan lupa diingatkan jika waktunya minum obat,” kata Mbak Zid.
Akhirnya saya diminta Pak Sugiran untuk bertemu dengan rombongan PWM Jatim di Hotel Cavinton Yogyakarta. Saya pun menyalami seluruh anggota rombongan, termasuk Kak Liq yang tubuhnya terlihat kurus. Itu yang membuat saya semakin sedih.
Ketika di lobi hotel Kak Liq bercerita tentang keaktifan Pak Sugiran menulis di PWMU.CO sehingga dikenal orang-orang di Kantor PWM Jatim dan sering mendapat tugas liputan khusus. Dia berharap agar saya bisa meniru jejaknya.
Sebagai catatan, sebelum mendapat tugas liputan khusus ini, saya sudah menjadi kontributor aktif PWMU.CO. Saya sering meliput kegiatan Muhammadiyah Lamongan, khususnya di Pondok Pesantren Al Mizan, tempat saya nyantri sebelumnya.
Kak Liq lalu bercerita, jika kehadiran Kak Liq di Yogyakarta atas undangan khusus dari Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Prof Haedar Nashir.
Hal itu terungkap ketika saya tanyakan di kamar setelah bersih-bersih. “Kak Liq, katanya masih drop kok malah pergi ke Yogya to?” tanya saya.
“Saya diundang khusus sama Pak Haedar untuk hadir di Milad Ke-107 Muhammadiyah ini Iz,” jawabnya memanggil saya dengan Iz.
Dan ternyata kehadiran Kak Liq di Yogyakarta itu adalah kali terakhir dia acara Muhaamdiyah. Setelah berjuang melawan penyakit kanker hati stadium 4 yang perlahan mengikis tubuhnya, pada tanggal 1 Februari beliau dipanggil Allah untuk selama-selamanya di Rumah Sakit Muhammadiyah Lamongan. Kebetulan di hari-hari terakhir saya sedang liburan selama empat hari. Jadi masIh bisa menungguinya saat sakit bersama istri dan anaknya.
Dapat Undangan VVIP seperti Tokoh Penting
Pukul 08.30 WIB kami sampai di Universitas Aisyiyah Yogyakarta. Pada saat itu berlangsung sedang konsolidasi nasional. Atas bantuan Kak Liq, saya dan Pak Sugiran mendapatkan undangan VVIP yang bisa digunakan masuk di kursi depan jajaran tamu dan tokoh-tokoh Muhammadiyah.
Di situ saya dan Pak Sugiran bertemu dengan Bu Nely Izzatul, kontributor PWMU asal Lamongan yang berdomisili di Yogya. Pak Sugiran pun membagi tugas kepada saya dan Bu Nely. Pada saat itu saya kebagian untuk dokumentasi sedangkan Pak Sugiran dan Bu Nelly menulis berita.
Ternyata ada pelajaran lagi yang sangat berharga bagi saya. Ketika saya memotret, saya dituntut untuk berani maju ke depan agar menghasilkan foto yang bagus sehingga mewakili suasana kegiatan.
Walaupun agak canggung karena harus memotret di hadapan para Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, tapi saya menemukan kebahagiaan tersendiri. Apalagi status saya hanya seorang mahasiswa. Bisa bertemu secara langsung dengan tokoh pimpinan pusat adalah sesuatu banget.
Dipercaya Direktur Pondok Shabran
Di tengah mondar-mandir memotret, saya bertemu dengan Sekretaris Majelis Pendidikan Kader (MPK) PP Muhammadiyah Dr Mutoharun Jinan MAg.
“Faiz kok ada di sini,” ucapnya keheranan.
“Saya ikut liputan PWMU Ustadz,” jawab saya. Dari sini Ustadz Jinan yang juga Direktur Pondok Shabran memberikan banyak motivasi pada saya.
Sejak pertemuan itu, saya dan Ustadz Jinan semakin akrab. Bahkan beliau pun akhirnya meminta saya untuk mengikuti pelatihan menulis esai yang diadakan Solo Pos Institute. Saya pun menyanggupinya. Kebanggaan tersendiri bagi saya bisa mewakili pondok. Maka pada Ahad, (19/1/2020) saya berangkat ke Graha Solo Pos mengikuti latihan tersebut.
Momen liputan di Yogya yang saya ceritakan ini membawa kesan mendalam. Saya bisa belajar banyak tentang penulisan berita, terutama berita cepat dan akurat.
Dan saya bersyukur, semua ini karena tidak lepas dari PWMU.CO. Terima kasih segenap redaktur atas bimbingan dan masukannya. Walaupun belum sempurna, saya akan terus berbenah agar berita saya sedap dibaca.
Inlah kenangan tak terlupakan liputan khusus pertama saya yang bercampur bahagia dan sedih. (*)
Penulis Faiz Rijal Izzuddin. Editor Mohammad Nurfatoni.