Lockdown wajib atau sunnah? Dalam sebuah hadits riwayat Bukhari Musliam, Nabi Muhammad SAW pernah melarang pergi ke sebuah tempat yang sedang dilanda wabah penyakit.
PWMU.CO – Pandemik Virus Corona (Covid-19) yang ditetapkan WHO disikapi beragam oleh sejumlah negara. Republik Rakyat China (RRC) sebagai tempat awal mulainya wabah ini menetapkan kebijakan lockdown (menutup negaranya).
Alhasil wabah yang mulai dikenali muncul di Wuhan pada Desember 2019 lambat laun mulai bisa diatasi. Ada kecenderungan penurunan dampaknya secara signifikan pada bulan Maret 2020 atau dalam kurun kurang lebih tiga bulan.
Negara terdampak Covid-19 selanjutnya yang saat ini termasuk parah yaitu Iran dan Italia. Dua negara yang tidak menerapkan kebijakan lockdown.
Sedangkan Indonesia yang termasuk lambat atau terlambat menyatakan diri sebagai salah satu negara terdampak Covid-19 mengalami sejumlah dilema.
Berkaca pada pengalaman RRC, Iran dan Italia, kebijakan lockdown menjadi polemik sejumlah kalangan masyarakat, pelaku usaha, dan pemerintah.
Nilai Positif Beraca Perdagangan
Kebijakan lockdown dikhawatirkan memperburuk kondisi ekonomi Indonesia di tengah sentimen positif di antaranya posisi neraca dagang.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat neraca dagang bulan Februari 2020 surplus sebesar 2.34 miliar US Dollar. Angka ini didapatkan dari selisih ekspor senilai 13.94 miliar US Dollar dengan impor senilai 11.60 miliar US Dollar.
Angka ini melanjutkan tren tahun 2020 secara akumulatif selama Januari-Februari 2020 surplus sebesar 1.77 miliar US Dollar dari ekspor senilai 27.57 miliar US Dollar dan impor senilai 28.8 miliar US Dollar.
Penurunan impor disebabkan berkurangnya pasokan produk RRC yang memberlakukan kebijakan lockdown. Penurunan impor dari RRC juga disebabkan sentimen kewaspadaan penularan wabah Covid-19 yang terbawa produk-produk impor.
Dengan demikian, kebijakan lockdown RRC menjadi “berkah” surplus bagi neraca dagang Indonesia selama Januari-Februari 2020. Tren ini yang kemudian ditengarai membuat Indonesia maju mundur melakukan kebijakan lockdown.
Di luar kebijakan pemerintah yang tidak atau belum melakukan kebijakan lockdown, sejumlah langkah antisipasi ‘semi’ lockdown oleh beberapa pihak perlu diapresiasi.
Otoritas penyelenggara liga Indonesia misalnya, meliburkan seluruh kompetisi selama dua pekan. Demikian pula sejumlah kepala daerah yang meliburkan sekolah selama dua pekan ke depan yang disertai imbauan menghindari kegiatan-kegiatan pengumpulan massa.
Tidak ketinggalan Pimpinan Pusat Muhammadiyah. Di samping mensiapsiagakan jajaran amal usaha kesehatan, juga mengeluarkan imbauan terkait pelaksanaan ibadah di masjid serta kegiatan di amal-amal usaha pendidikan.
Lockdown Wajib atau Sunnah?
Sebagian kalangan mengaitkan kebijakan lockdown dengan Hadits Rasulullah SAW yang berbunyi:
“Tha’un (wabah penyakit menular) adalah suatu peringatan dari Allah untuk menguji hamba-hambaNya dari kalangan manusia. Maka jika kamu mendengar suatu penyakit berjangkit di suatu negeri, janganlah kamu masuk ke negeri itu. Dan apabila wabah itu berjangkit di tempat kamu berada, janganlah pula kamu lari daripadanya.” (Hadist Riwayat Bukhari Muslim).
Sungguh indah wejangan nabi akhir zaman dalam menghadapi sebuah wabah penyakit. Namun demikian seluruh ucapan, tindakan atau diamnya nabi merupakan sunnah yang tidak wajib dikerjakan, tetapi akan lebih baik dan berpahala jika dikerjakan.
Sebagaimana umumnya pelaksanaan fikih muamalah, pertimbangan manfaat dan mudharat penting untuk dipertimbangkan masak-masak.
Lockdown atau tidak atau semi’ lockdown yang berlaku saat ini penting untuk secara disiplin dipantau dampak manfaat dan mudharatnya secara seksama.
Jangan sampai misalnya pertimbangan aspek ekonomi jangka pendek mengalahkan pertimbangan aspek kemanusiaan dan ekonomi jangka panjang.
Jika harus lockdown total, setidaknya neraca dagang 2020 sudah memiliki tabungan surplus Januari dan Februari 2020.
Lockdown atau tidak, sudah selayaknya masyarakat mendapatkan informasi yang terbuka dan akurat tentang perkembangan situasi penanganan Covid-19 di Indonesia agar masyarakat tetap tenang dan waspada. Bukan panik yang bisa menyebabkan dampak sosial, ekonomi bahkan politik menjadi runyam.
Banyak sunnah lain yang bisa dijalani seandainya tidak dilakukan lockdown, misalnya kebiasaan hidup bersih, menjaga kesehatan, pola makan, dan sebagainya.
Setidaknya pandemik saat ini sebagaimana tersurat dalam hadits di atas bagi orang-orang beriman merupakan ujian dan wasilah untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. Indonesia lockdown atau tidak?
Siap atau tidak siap harus siap menghadapi segala kemungkinan dengan tetap ikhtiar, sabar dan tawakal. Wallahu’alam bi ashshawab. (*)
Opini oleh Prima Mari Kristanto, akuntan. Editor Mohammad Nurfatoni.