Begini Negeri Jiran Tangani Wabah Corona ditulis oleh Moh. Mudzakkir, warga Indonesia yang sedang studi S3 di Universiti Sains Malaysia.
PWMU.CO – Kejadian luar biasa (outbreak) wabah Corona atau yang sering disebut Covid-19 telah menjadi tragedi global.
Virus mematikan yang awalnya muncul di Wuhan, Republik Rakyat Cina (RRC), terus menyebar ke berbagai negara di dunia. Selain di negara asalnya RRC, virus ini juga merangsek ke berbagai negara tetangga, khususnya Korea Selatan, Jepang dan Taiwan.
Meski agak jauh secara geografis, virus ini ternyata berkembang dengan cepat di Iran satu setengah bulan lalu. Tidak lama kemudian virus ini telah memporak-porandakan Italia dengan banyak korban jiwa. Inggris pun juga sedang menghadapi hal yang sama.
Sekarang hampir negara-negara di Eropa sedang berjuang menangani virus yang menakutkan ini. Amerika Serikat pun yang awalnya belum terimbas, saat ini telah berada pada tahap darurat pula. Singkatnya tidak negara di dunia yang kebal dari virus pendemik dahsyat ini.
Jauh sebelum virus ini masuk Eropa dan Amerika, Singapura merupakan salah satu negara pertama di Asia Tenggara yang sigap mengantisipasi penyebaran Corona. Apalagi memang ditemukan ada warganya yang terjangkit virus mematikan ini pada awal-awal meledaknya wabah.
Bahkan negara kota ini membuat kebijakan yang sangat ketat untuk membatasi pergerakan warganya dan juga jalur penerbangan dari negara pusat penyebaran untuk sementara ditutup. Dan siapapun yang datang ke Singapura harus dikarantina selama 14 hari.
Singapura termasuk negara yang sigap dalam merepson dan manangani Corona, serta berhasil menekan angka kematian hanya dua orang dari 509 kasus hingga saat ini.
Corona di Tengah Peristiwa Politik
Berbeda dengan Singapura, negara jiran ini dalam sebulan yang lalu belum merespon seperti Singapura. Mungkin, karena terduga orang yang mengindap Corona terlebih dahulu diketahui di Sangapura. Malaysia sudah merespon, tapi belum begitu tegas dan ketat seperti dua pekan yang lalu. Hal ini mungkin disebabkan karena pada bulan lalu di Malaysia masih disibukkan dengan dinamika politik dan pergantian pemerintahan.
Berita tentang mundurnya Mahathir Muhammad sebagai Perdana Menteri dan membelotnya beberapa anggota Partai Keadilan Rakyat (partai yang dipimpin Anwar Ibrahim), serta keluarnya Partai Pribumi Bersatu dari koalisi Pakatan Harapan menjadi headline di berbagai media. Hingga puncaknya, terpilihnya Muhyiddin Yasin (Presiden Partai Pribumi Bersatu) sebagai Perdana Menteri Malaysia dan dilantik pada tanggal 29 Februari 2020.
Sepuluh hari kemudian, 9 Maret 2020, PM Muhyiddin Yasin mengumumkan Kabinet baru hasil koalisi barunya. Belum ada satu bulan menjabat, pemerintahan baru Malaysia langsung berhadapan dengan wabah Corona yang terus menyebar.
Wabah ini berkembang pesat di Malaysia setelah digelarnya kegiatan Jamaah Tabligh se-Asia yang dipusatkan di Masjid Sri Petaling Kuala Lumpur pada 27 Februari sampai 1 Maret 2020.
Sepekan setelah itu, kenaikan jumlah kasus Corona meningkat tajam di Malaysia. Situasi ini diduga akibat banyaknya jumlah peserta yang berkumpul dalam kegiatan tersebut berjumlah 16.000 orang.
Tentu perhelatan massal ini menjadi wahana yang sangat potensial bagi tersebarnya virus secara cepat dan meluas. Apalagi para peserta kegiatan ini berasal dari berbagai daerah di Malaysia dan juga negara-negara Asia lainnya, termasuk Indonesia.
Dan benar, pascakegiatan tersebut pemerintah Malaysia mengumumkan adanya 190 kasus pada tanggal 15 Maret 2020. Kasus baru tersebut ditengarai berkaitan erat dengan kegiatan Jamaah Tabligh. Sebuah lonjakan kasus yang sangat tinggi.
Pemerintah Baru Terapkan MCO
Melihat situasi yang semakin mengkhawatirkan tersebut, pemerintahan baru Malaysia di bawah Perdana Menteri Muhyiddin Yasin mengeluarkan kebijakan Movement Control Order (MCO) atau dalam bahasa Melayu diartikan sebagai “Perintah Kawalan Pergerakan”.
Muhyiddin menyampaikan kebijakan MCO secara langsung kepada publik terkait penanganan terhadap wabah Corona pada tanggal 17 Maret 2020. Kebijakan MCO tersebut praktis berlaku mulai tanggal 18 Maret sampai 5 April 2020 di seluruh wilayah Malaysia.
Dan satu pekan kemudian jangka waktu MCO diperpanjang hingga 14 April 2020 oleh pemerintah. Praktis setelah kebijakan tersebut diberlakukan, maka kebijakan turunan pun juga diberlakukan secara simultan.
Kalau di Indonesia ramai soal perdebatan apakah pemerintah perlu me-lockdown atau hanya social (physical) distancing, di Malaysia tidak muncul perdebatan soal tersebut. Pemerintah menggunakan istilah Movement Control Order yang subtansinya membatasi pergerakan manusia.
Turunannya agar sumber pergerakan masyarakat bisa berkurang, maka pusat-pusat mobilitas massal tersebut harus dikurangi bahkan ditutup untuk sementara bila dipandang perlu.
Sebenarnya, kebijakan MCO ini teori mendekati semi-lockdown. Media internasional menyebut kebijakan ini dengan istilah “Malaysia partial lockdown”.
Larang Semua Aktivitas Massal
Pasca-MCO ditetapkan, Begini negeri jiran tangani Corona. Pemerintah melarang semua bentuk aktivitas massal dalam berbagai kegiatan sosial, agama, budaya maupun olahraga secara nasional.
Praktis, banyak agenda-agenda seperti seminar akademik, mudzakarah (sejenis tabligh akbar), pertunjukkan seni, dan pertandingan olahraga dibatalkan untuk menghindari konsentrasi massa di seluruh Malaysia di semenanjung maupun di Malaysia Timur (Kalimantan).
Dalam rangka membatasi pergerakan dan interaksi dari luar negeri, selama masa MCO semua warga negara Malaysia dilarang meninggalkan negara. Penerbangan ke berbagai tempat di dalam negeri dan keluar negeri dikurangi.
Para turis dan orang asing yang masuk ke Malaysia dibatasi secara ketat. Bila ada warga negara Malaysia yang pulang dari negara terpapar Corona, maka harus melakukan karantina sendiri selama 14 hari di bawah pengawasan.
Lebih lanjut, pemerintah memerintahkan semua aktivitas sekolah dilakukan di rumah. Dengan kata lain sekolah ditutup. Para murid diminta belajar di rumah secara mandiri atau online.
Sekolah berasarama dan pondok pesantren pun juga wajib ditutup. Hal yang sama, terjadi di semua perguruan tinggi, baik negeri maupun swasta, wajib tutup. Aktivitas perkuliahan kelas ditiadakan dan diganti dengan kuliah jarak jauh secara online.
Mufti masing-masing negara bagian mengeluarkan fatwa untuk merespon wabah global ini. Mereka menyerukan agar masjid tidak menyelenggarakan shalat Jumat demi mencegah kemudharatan (penyebaran virus) yang lebih besar, diganti dengan shalat Dhuhur.
Bukan hanya itu, masyarakat Muslim diimbau untuk melaksanakan shalat lima waktu di rumah selama masa MCO. Meskipun demikian, suara azan tetap dikumandangkan setiap waktu shalat tiba. Hal ini juga berlaku di masjid kampus Universiti Sains Malaysia, tempat saya melanjutkan studi saat ini.
Demikian pula tempat ibadah lainnya, seperti kuil dan gereja juga wajib tutup. Umat beragama tunduk dan patuh terhadap kebijakan MCO tesebut.
Batasi Pusat Keramaian
Begini negeri jiran tangani Corona. Pusat-pusat keramaian, seperti supermarket, pasar tradisional, toko grosir, toko kelontong sangat dibatasi secara ketat. Mereka tetap diperbolehkan buka karena untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari masyarakat. Restoran dan warung juga dibatasi jam bukanya.
Mereka hanya diperbolehkan menyediakan makanan untuk dibawa pulang. Bila ada yang melanggar aturan berjualan tersebut, maka mereka akan dikenai denda. Meski demikian jasa pengiriman makanan seperti Grabfood, Pandafood dan beberapa jasa pengiriman masih diperbolehkan beroperasi, namun dengan aturan atau protokol tertentu.
Pada hari dimulainya MCO, pemerintah memberlakukan jam malam. Kegiatan masyarakat di warung, kafe, dan tempat hiburan wajib tutup ketika sudah masuk jam malam. Masyarakat tidak diperbolehkan bepergian bila tidak sangat mendesak, apalagi pada di malam hari.
Bahkan Polisi Diraja Malaysia juga melakukan pemblokiran beberapa ruas jalan untuk menghambat mobilitas arus kendaraan. Terlihat mayoritas masyarakat mematuhi “perintah kawalan pergerakan” ini, sehingga mereka tetap tinggal di rumah. Meskipun ada sebagian kecil orang yang masih nekat keluar, dipastikan mereka akan mendapatkan peringatan dari polisi patroli.
MOC Berhasil Tekan Korban Corona
Melihat perkembangan partial lock down yang diterapkan oleh Malaysia relatif bisa menekan angka penyebaran Virus Corona. Berdasarkan data The ASEAN Post pada tanggal 24 Maret 2020, kasus Corona di Malaysia sudah pada angka 1624 kasus, 15 meninggal dunia dan 183 yang telah sembuh.
Bila dibandingkan dengan tiga besar negara ASEAN tertinggi jumlah kasus Corona, Malaysia berada pada peringkat pertama. Menyusul Thailand dengan jumlah kasus 827, 4 meninggal, dan 52 yang tersembuhkan. Kemudian diikuti Indonesia dengan jumlah kasus 686, 54 meninggal dunia dan 30 yang sembuh.
Berangkat dari data tersebut, Malaysia menempati peringkat pertama dari segi jumlah kasus. Tapi dari segi jumlah yang meninggal, Indonesia menempati peringkat pertama, meski dengan jumlah kasus dua kali di bawah Malaysia.
Dengan jumlah kasus terbesar di Asia Tenggara tersebut, membuat Pemerintah Malaysia bergerak cepat. Hal ini bisa dilihat pascapemerintah Federal (pusat) menerbitkan kebijakan MCO, secara simultan semua negera bagian langsung mengimplementasikan kebijakan tersebut di tingkat negara bagian dan kota.
Tidak ada perdebatan dan simpang-siur antara pusat dan daerah, seperti di Indonesia. Sehingga kebijakan tersebut bisa menggerakkan unsur-unsur birokrasi hingga sampai tingkat bahwa secara efektif.
Di sisi lain, masyarakat di sini relatif agak tertib dan mau mengikuti anjuran dari pemerintah untuk tidak beraktivitas di luar rumah. Sehingga memudahkan upaya bersama dalam mencegah laju penyebaran wabah ini.
Penegakan Hukum, Tak Hanya Persuasif
Bahkan untuk memastikan kebijakan tersebut berjalan, sejak awal aparat negara (polisi) dikerahkan untuk melakukan pengawasan secara berkelanjutan di lapangan. Polisi diberi kewenangan untuk memberi sanksi berupa denda uang hingga kurungan penjara bagi mereka yang melannggar MCO di lapangan.
Jadi kampaye melawan Corona bukan hanya dilakukan secara persuasif saja tapi juga dengan tindakan law enforcement yang represif. Hal tersebut dilakukan demi menjaga kemaslahatan publik. Yaitu menghentikan Virus Corona agar tidak menyebar dan memutus jumlah korban yang terus berjatuhan.
Akhirnya, kasus Corona yang terjadi di Malaysia saat ini bukan hanya musibah atau ujian bagi masyarakat saja. Tapi juga ujian bagi pemerintah yang baru saja terbentuk tiga pekan lepas.
Bagi Perdana Menteri Muhyiddin Yasin, wabah Corona ini tentu menjadi ajang pembuktian akan kepemimpinannya pascapergantian kekuasaan yang penuh drama. Pengalamannya sebagai Menteri Dalam Negeri, Menteri Pendidikan, dan Menteri Besar (Gubernur) tentu dapat menjadi modal yang sangat membantu keluar dari krisis wabah virus korona ini.
Begini negeri jiran tangani Corona. Semoga! (*)
Editor Mohammad Nurfatoni.