PWMU.CO– Pengikut Muhammadiyah yang resmi mengurus kartu anggota jumlahnya baru satu juta lebih. Namun dari segi aset yang dimiliki persyarikatan ini luar biasa banyaknya. Bahkan ada yang menyebut sebagai organisasi yang mempunyai kekayaan paling besar di negeri ini.
Majelis Ekonomi dan Kewirausahaan (MEK) Pimpinan Pusat Muhammadiyah pernah merilis aset yang dimiliki persyarikatan. Amal usaha pendidikan jumlahnya 3.370 TK, 2.901 SD/MI, 1.761 SMP/MTs, 941 SMA/MA/SMK, 67 pondok pesantren, 167 perguruan tinggi.
Amal usaha kesehatan tercatat sebanyak 47 rumah sakit, 217 poliklinik, 82 klinis bersalin. Sedangkan amal usaha ekonomi ada 1 bank syariah (saham Muhammadiyah 2,5%), 26 BPR/BPRS dan 275 BMT/BTM, 1 Induk Koperasi BTM, 81 Koperasi Syariah, 22 minimart dan 5 kedai pesisir.
Amal usaha pelayanan sosial memiliki lebih 400 panti asuhan, rumah singgah. Data lain menyebut secara rinci 318 panti asuhan, 54 panti jompo, dan 82 rehabilitasi cacat.
Seluruh aset Muhammadiyah itu ada yang mencoba menaksir nilainya mencapai Rp 320 triliun. Belum lagi ditambah kekayaan kas yang dimiliki amal usaha yang tersimpan di bank jumlahnya bisa melebihi Rp 1.000 triliun.
Bagaimana bisa dengan jumlah anggota yang satu jutaan bisa menghasilkan aset triliunan?
KH Hasyim Muzadi, ketua umum PBNU, pernah melontarkan joke soal aset Muhammadiyah yang tersebar ini. ”Jika dua warga NU bertemu maka yang dibicarakan apakah sudah punya majelis yasin dan tahlil. Tapi kalau dua warga Muhammadiyah bertemu yang dbahas adalah sudah berapa sekolah dan masjid yang dibangun,” selorohnya.
Karena itulah NU punya majelis yasin dan tahlil di mana-mana. Sementara Muhammadiyah punya sekolah, masjid, rumah sakit, panti asuhan di mana-mana.
Praktik Sufi ala Kiai Ahmad Dahlan
Prof Dr Abdul Munir Mulkhan, guru besar UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta mencoba memberikan jawaban yang serius. Semua pembangunan aset itu mewujud dari warisan semangat hidup KH Ahmad Dahlan yang dipegang warga Muhammadiyah.
Menurut dia, pesan Kiai Dahlan yang sangat populer dan sering diucapkan orang Muhammadiyah adalah hidup-hidupilah Muhammadiyah, jangan mencari hidup di Muhammadiyah.
Pesan ini tumbuh menjadi tradisi gerakan sebagai kekuatan utama perkembangan organisasi dan pembangunan amal usaha pendidikan, kesehatan dan pelayanan sosial. Amal usaha ini dibangun dari praktik kedermawanan dan inovasi kreatif umat.
Abdul Munir Mulkhan juga mengulas, warga Muhammadiyah juga meniru sikap hidup sehari-hari Kiai Ahmad Dahlan seperti mengamalkan surat al-Maun yang kisahnya selalu diceramahkan di mana-mana.
Dia menguraikan, kehidupan Kiai Dahlan merupakan praktik tradisi sufi yang terus memberi warna pola kehidupan gerakan dan warga Muhammadiyah.
Pola kehidupan Kiai Dahlan berakar pada etika puritan yang merasionalisasi syariah dan sufisme berbasis paradigma kebudayaan.
Cara hidup zuhud dan fakir yang dipraktikkan Kiai Dahlan tidak melahirkan sikap menjauhi kehidupan duniawi tapi sebaliknya menjadi dasar bagi penempatan kepentingan pribadi kepada kepentingan umat dan kemanusiaan.
Zuhud dipraktikkan dengan menjadikan kehidupan duniawi sebagai ajang perbaikan dengan mengubah diri sebagai pengubah sejarah. Sementara hidup fakir tidak dilakukan dengan hidup miskin tapi bekerja keras dan produktif yang hasilnya dipergunakan untuk kepentingan publik. (*)
Penulis/Editor Sugeng Purwanto