PWMU.CO – Santriwati Babat bikin cobek saat stay home. Dia adalah Faradita Diniyatuz Zahroh, siswi SMA Muhiba sekaligus santriwati Pesantren Muhammadiyah Babat.
Dihubungi PWMU.CO melalui WhatsApp, Selasa (7/4/2020) Faradita Diniyatuz Zahroh mengatakan sudah dua pekan melakukan aktivitas di rumah dan sudah rindu dengan suasana Pesantren Muhammadiyah Babat dan SMA Muhammadiyah 1 Babat (Muhiba).
“Tidak ada lagi kebersamaan dan keceriaan dengan teman sekolah maupun pondok ataupun sekedar bertegur sapa. Jadi rindu rasanya,” ungkap siswi yang memperoleh Golden Ticket Universitas Airlangga ini.
Menurut Faradita, sapaan akrabnya, sisa waktu singkat akhir SMA harus ikhlas tergantikan dengan penerapan social dan physical distancing demi kebaikan bersama.
Belajar Memasak
Faradita memanfaatkan kesempatan stay home dan tidak bermalas-malasan. “Jika biasanya saya harus menuntaskan kewajiban menjadi seorang siswa dengan belajar, maka di rumah saya menerapkan kewajiban sebagai anak. Yaitu membantu orangtua. Saya belajar memasak,” jelas siswi yang selalu menjadi MC di sekolahnya ini.
Meskipun belum menguasai berbagai resep masakan, sambungnya, setidaknya membantu orangtua memasak sudah menjadi hal yang afdhal.
“Wanita lumrahnya kan harus bisa memasak. Kadang juga sering iseng lihat cara pembuatan brownis, martabak dan lainnya. Akhirnya bisa saya aplikasikan di dapur rumah,” imbuhnya.
Proses Pembuatan Cobek
Orangtua Faradita juga bekerja sebagai pengrajin gerabah berupa cobek. “Selain membantu memasak, saya ingin meringankan beban orangtua dalam bekerja. Memang tidak bisa dalam pembuatannya langsung, tetapi saya membantu dalam prosesnya,” paparnya.
Faradita menjelaskan, proses pembuatan cobek membutuhkan bahan utama tanah liat. Sebelum tanah liat difungsikan harus melalui tahap penggilatan yaitu pencampuran tanah liat dengan pasir hingga benar benar ulet.
“Kemudian proses pembentukan cobek dengan teknik putar tekan menggunakan alat yang disebut perbot. Setelah terbentuk, cobek melalui proses pengeringan pertama hingga cobek kaku,” tambahnya.
Selanjutnya cobek akan menjalani proses yang dinamakan ngeriki dan nyepoi. “Tahap akhir cobek dikeringkan kembali di bawah terik sinar matahari hingga benar-benar kering agar dapat melalui proses pembakaran dengan sempurna,” urainya.
Bagi Faradita libur sekolah bukan menjadi alasan libur belajar. Jangan menyia-nyiakan waktu, agar tidak berbuah penyesalan di kemudian hari.
“Saya tetap belajar di manapun berada. Belajar tidak hanya diartikan berkutat dengan berbagai lembar kertas saja. Mempelajari segala bidang yang sebelumnya tidak kita pahami juga termasuk belajar,” tegasnya.
Faradita berpesan kepada adik-adik santriwan dan santriwati agar dapat menggunakan waktu dengan sebaik-baiknya. “Belajar yang maksimal maka kelak akan kita rasakan manisnya perjuangan,” tuturnya.
Santriwati Babat bikin cobek. Selalu bersemangat untuk belajar apapun. (*)
Penulis Hilman Sueb. Co-Editor Sugiran. Editor Mohammad Nurfatoni.