Lumbung Pangan Digital di Masa Pandemi ditulis oleh Aji Damanuri, Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam IAIN Ponorogo dan Sekretaris Majlis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Daerah Muhammadiyah Tulungagung.
PWMU.CO – Banyak kalangan memprediksi wabah Covid 19 akan berlangsung lama. Paling tidak 100 hari. Saya tidak hendak masuk pada ranah virus dan penyebarannya karena bukan bidang saya.
Hal penting lain dari virus ini adalah dampak secara ekonomis bagi kelangsungan hidup masyarakat, khususnya golongan menengah ke bawah.
Hari ini jalanan yang tidak menerapkan pembatasan sisal berskala besar (PSBB) tampak masih lumayan ramai. Roda kehidupan juga tampak masih normal, mungkin karena masyarakat masih memiliki persediaan sembako, masih memiliki simpanan uang yang dapat dibelanjakan.
Namun diprediksi tiga bulan ke depan sebagaimana pengakuan para pengusaha— bahwa mereka hanya mampu bertahan tiga bulan—-adalah hal yang harus diantisipasi dengan baik.
Gerakan Filantropis Masa Pandemi
Ada beberapa peristiwa yang dapat dijadikan inspirasi dalam gerakan filantropi di Indonesia masa Covid 19 ini. Pertama, video tradisi Turki Utsmani di Facebook tanggal 9 April 2020. Video tersebut menggambarkan bagaimana masyarakat Turki Utsmani memiliki tadisi berbagi.
Seorang penjual roti menyediakan keranjang sedekah yang digantung di depan tokonya. Para pembeli biasanya berbelanja melebihi kebutuhannya untuk ditaruh dalam keranjang sedekah tersebut. Membeli tiga buah roti, membungkus dua untuk dibawa pulang dan meninggalkan satu untuk ditaruh di keranjang.
Para dhuafa yang membutuhkan makan akan datang mengambil roti di keranjang tersebut dengan sepengetahuan penjual roti.
Menakjubkannya, para dhuafa tersebut mengambil roti secukupnya sesuai kebutuhan. Sungguh peradaban tinggi yang menggambarkan terimplementasinya nilai-nilai Islam dalam bermasyarakat.
Kedua, propaganda beberapa waktu sebelum pandemi Covid 19 menyerang. Yaitu gerakan membeli di warung tetangga. Konsep ini menemukan relevansinya dengan tulisan Hilman Latief di IBTimes 12 April 2020, Solidarity-Buying: Pengaman Sosial Masa Pandemi”.
Hilman menawarkan konsep solidarity- buying dengan membeli produk teman maupun tetangga. Baik produk pertanian maupun produk kebutuhan rumah tangga agar mereka yang memiliki produk dan tertahan oleh pandemi tetap bisa menjalankan roda ekonominya dengan baik.
Memberi bantuan pangan kepada mereka juga baik, namun menggerakkan roda ekonomi masyarakat juga hal sangat mulia.
Ketiga, adalah apa yang telah dilakukan Muhammadiyah Covid-19 Command Centre (MCCC) yang salah satu program kerjanya membentuk lumbung pangan dalam rangka mengantisipasi dampak pembatasan atau isolasi diri.
Kesadaran akan antisipasi situasi terburuk dampak isolasi beberapa bulan ke depan seluruh komponen persyarikatan ini melakukan langkah-langkah nyata penggalangan dana. Lumbungmu berusaha mengumpulkan bahan pangan dan mendistribusikan kepada para dhuafa terdampak Covid 19.
Jika Mobiltas Fisik Terhambat
Namun ketiga pengalaman di atas bisa terkendala oleh isolasi dan PSBB yang menyebabkan tersendatnya mobilitas.
Karena itu penting mengkonversi kegiatan trasidional tersebut dalam aplikasi dan sistem digital, yang memungkinkan untuk menjalankan peran sosial di satu sisi dan aman dari Covid 19 di sisi lain.
Best practise masyarakat Turki Utsmani masa lalu sebenarnya sudah diaplikasikan pada lembaga-lembaga filantropi bekerja sama dengan mini market dalam mengais uang sisa dari para pembeli.
Dalam masa pandemi ini sebenarnya bisa dikonkritkan bukan hanya donasi uang sisa tetapi bisa donasi barang kebutuhan.
Bekerja sama dengan lembaga filantropi yang sudah terpercaya, dikelola secara transparan, dan dilaporkan secara berkala akan sangat membantu.
Membeli di warung tetangga, solidarity- buying dengan aplikasi yang sederhana tentu akan lebih terasa manfaatnya. Para programer yang ahli membuat aplikasi waktunya juga bersedekah dengan aplikasinya.
Pengalaman Kabupaten Magetan yang membuat Lapak Magetan ketika masuk zona merah dapat diterapkan pada wilayah lain.
Konsumen tidak perlu ke pasar dan berpotensi tertular virus, cukup di rumah saja membaca daftar komoditas dan harganya, pesan akan diantar sampai rumah dengan tambahan biaya ongkir.
Lembaga-lembaga filantropi bisa mewadahi sirkulasi pasar digital ini sebagai bagian dari amal sosial yang bersifat memberdayakan.
Forum jual beli yang selama ini telah bertebaran di media sosial, baik aplikasi resmi maupun memanfaatkan media sosial perlu di-manage menjadi pasar digital bagi masyarakat luas.
Dengan marketing dan manajemen strategik yang bagus akan menjadi pasar digital tradisional yang menjadi sentra perdagangan setiap wilayah.
Lumbung Pangan Digital
Begitu juga lumbung pangan bisa dilakukan secara digital. Jimpitan beras atau komoditas lainnya tidak perlu dimobilisasi secara fisik. Para penggerak filantropi cukup membuat aplikasi dengan daftar harga kebutuhan pokok yang dikumpulkan oleh lumbung digital.
Para donatur cukup membayar harga dari komoditas yang disumbangkan. Misalnya 1 kg beras, 1 liter minyak, satu bungkus krupuk mentah, dan lain sebagainya.
Meski berdiam diri di rumah tetapi masih mampu berbuat untuk orang lain, baik dalam aspek ibadah sosial maupun gerakan ekonomi ummat.
Langkah cerdas harus diambil supaya pandemi tidak membuat kita mati. Sebaliknya membuat kita lebih kreatif dan jeli melihat peluang. (*)
Editor Mohammad Nurfatoni.