Pak Nadjikh Pamitan ke Saya ditulis oleh Moh. Sulthon Amien, Wakil Ketua PWM Jatim, Ketua BPH Universitas Muhammadiyah Surabaya, dan Dirut Laboratorium Klinik Parahita.
PWMU.CO – Ketika saya mengikuti rapat daring Majelis Pembina Kesehatan Umum (MPKU) Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jatim bersama MPKU Pimpinan Daerah Muhammadiyah dan RSMA se-Jatim via Zoom, Jumat (17/4/2020) handphone saya berdering.
Ada berita lelayu Pak Nadjikh meninggal. Rasa sedih saya kontan menjalar sekujur tubuh. Seketika itu pula tampilan video saya matikan. Saya khawatir perubahan raut muka saya dibaca oleh peserta rapat.
Di menit-menit akhir laporan RSMA (rumah sakit Muhammadiyah dan Aisyiyah) perihal kendala dan solusi penanganan pasien Covid-19, saya memilih untuk hanya mendengarkan.
Saya berusaha menenangkan diri. Belum selesai mengusai diri, pemandu acara, Ketua MPKU PWM Jatim dr Sholihul Absor MKes meminta pesan-pesan saya.
Saya bersyukur bisa menyembunyikan wajah sedih yang sedang ditinggal pergi sparring partner di BUMM (Badan Usaha Milik Muhammadiyah).
Namun demikian, pikiran tidak bisa dimanipulasi. Saya tidak mampu memberi catatan rapat yang bagus dan solutif. Saya juga tidak berani mewartakan berita duka tersebut di forum. Saya ingin rapat tetap terarah membahas permasalahan pandemi Covid-19 yang tak kunjung selesai.
Saya termenung lesu. Saya teringat pernyataan beliau beberapa waktu lalu. Pak Nadjikh mengatakan, “Saya tidak aktif lagi di organisasi pada periode mendatang.”
Saya tidak langsung reaktif waktu itu. Hanya mengajak beliau untuk tetap concern di Muhammadiyah. Penggalian terhadap pernyataan beliau saya pending dulu. Saya mencari waktu santai yang memungkinkan membahas hal itu.
Belum kesampaian niat itu, beliau sudah benar-benar meninggalkan kita. Waktu menunjukkan bahwa pernyataan beliau ke saya adalah bentuk “pamitan” tidak bisa aktif bersama kita selamanya. Seperti Pak Nadjikh pamitan ke saya.
Saya kenal Mohammad Nadjikh sudah lama. Namun demikian, hubungan saya dengan beliau intens ketika kami berada di PWM Jatim periode 2005-2010.
Ketika saya terpilih masuk kepemimpinan harian, dan didapuk membidangi ekonomi dan pemberdayaan masyarakat, kami sepakat meminta pengusaha ikan laut yang sedang naik daun itu memimpin Majelis Ekonomi dan Kewirausahaan (MEK) PWM Jatim.
PT Daya Matahari Utama (DMU)
Persyarikatan Muhammadiyah identik dengan amal usaha bidang pendidikan (pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendikan tinggi), kesehatan (poliklinik dan rumah sakit), serta panti asuhan.
Ranah ekonomi masih belum terjamah secara luas. Umurnya tergolong masih muda. Dinamikanya naik turun dan belum membumi. Mencari pengusaha yang mau berjuang di dunia dakwah juga tidak mudah. Di antara tiga belas orang, hanya saya satu-satunya yang memliki background sebagai entreprenuer
Berkat kepemimpinan Pak Nadjikh, kepengurusan MEK Jatim diwarnai berbagai profesi bisnis. Dan lebih hebatnya lagi, didominasi orang muda.
Kejutan lain yang beliau hadirkan adalah usulan membuat badan usaha, berbentuk perseroan terbatas (PT). Kepemimpinan periode sebelumnya ada rasa khawatir terkait rencana itu karena perusahaan yang telah didirikan tidak berjalan mulus.
Saya ikut meyakinkan dan menggaransi keberhasilan rencana itu, walaupun dalam hati agak takut juga. Tetapi saya optimis, di tangan dingin Pak Najikh yang all out dan dukungan saya yang juga menjadi komisaris, perusahaan baru, PT DMU akan mampu berjalan baik.
Perusahaan baru ini dimodali PWM Jatim. Seluruh sahamnya atas nama pimpnan yang notabene milik persyarikatan. Dipersiapkan akta di bawah tangan bahwa ketika tidak lagi menjadi pimpinan, saham akan kembali dimiliki Muhammadiyah.
Hal ini untuk menanggulangi kejadian yang sering muncul ke permukaan ketika personalnya meninggal kepemilikan belum beralih kepada pemberi amanah jabatannya.
Sejak Desember 2019 seluruh saham PT DMU sudah diserahkan ke PT Cahaya Sang Pencerah, sahamnya 100 perrsen milik Persyarikatan. Perusahaan baru ini sebagai holding company, yang menaungi BUMM yang mulai berkembang pesat di Jawa Timur.
Ketika perusahaan ini masih di kondisi awal, ada yang menarik dari sikap Pak Nadjikh ketika rapat umum pemegang saham (RUPS). Acap kali, sesi tanda tangan akte diwarnai perdebatan. Kalau pemegang saham yang lain biasanya, tanpa tanya ini dan itu, segera tanda tangan.
Berbeda dengan beliau yang selalu mengajukan pertanyaan serius. Logika seorang businessman handal terlihat dari pertanyaan-pertanyaan beliau.
Sikap kritis beliau di RUPS ini mendapat respon yang tak kalah serius dari sang notaris Pak Budi Pahlawan, yang juga ketua Majlis Wakaf dan Hartakebendaan PWM Jatim. Saya yang selalu memimpin rapat, karena jabatan di perusahaan sebagai komisaris utama, mengharuskan demikian, cuma senyum-senyum saja melihat dua orang ini.
Pak Nadjikh memang pinter. Hal ini juga tercermin dari prestasinya di bangku kuliah yang selalu mendapat cum laude. Dalam penelitian Daniel Coleman (1995), penemu kecerdasan emosional, orang pinter di sekolah dan kampus tidak banyak yang sukses mampu muncul ke permukaan.
Pinter saja belum tentu memiliki kecerdasan emosional yang baik. Pak Nadjikh ini berbeda. Beliau pinter dan memiliki kecerdasan emosional yang baik. Spirit hidupnya senantiasa dipegang dan terpancar dengan baik.
Kepribadian dan prestasi Pak Najikh mengelola Kelola Mina Laut dan MEK Jatim dilirik Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah yang memberikan amanah kepada beliau sebagai Ketua Majelis Ekonomi dan Kewirausahaan (MEK) PP Muhammadiyah periode 2015-2020.
Berkebun
Hampir satu tahun ini saya sering rapat bersama untuk menggagas perkebunan yang cukup luas di Penataran, Blitar. Rupanya beliau ingin mainan baru di bidang holtikultura selain mengelola hasil laut yang selama ini sudah digelutinya.
Hijauan tanaman menyejukkan, memikat setiap orang. Apalagi di usia yang mulai senja, ada keinginan berinteraksi dan menikmati keindahan alam. Itulah yang saya tangkap dari keinginan banyak orang yang ingin berlibur di lereng gunung di bawah rindangnya pepohonan.
Kami berdua mengajak Pak Hidayat, bos telur dari Blitar untuk bergabung dalam project ini. Saya ikut tertarik karena punya irisan yang sama di bidang perkebunan yang sudah saya kembangkan selama sepuluh tahun ini.
Meski luasan lahan tidak seberapa namun daerah di lereng Gunung Kelud ini sangat menarik karena tanahnya sangat subur. Ide besarnya adalah membuat kiblat baru perkebunan.
Selama ini kiblat berkebun di Asia Tenggara cenderung ke Thailand. Hasil kebun baru yang ini diharapkan mampu bersaing dengan Thailand. Buah dan sayuran harus memiliki kualitas ekspor. Pusat pelatihan dan pemberdayaan masyarakat juga akan dibuat di sini. Tempat ini akan menjadi wadah edukasi pelajar dan mahasiswa sekaligus tempat wisata.
Regenerasi selalu menjadi perhatian beliau dan menjadi topik yang tidak pernah absen dari diskusi kami. Menyiapkan anak-anak muda kita di dunia usaha yang membutuhkan spirit lebih.
Di samping bermoral baik, anak-anak muda kita perlu dilatih menjadi pekerja keras. Mereka juga harus menjadi pekerja tuntas yang ketika jatuh senantiasa bersemangat untuk bangun lagi.
Mereka tetap semangat melihat peluang sekecil apapun. Karena keberhasilan tidak bisa diraih dengan jalan pintas. Sukses itu butuh waktu, butuh kesabaran dan butuh pengorbanan.
Duet saya dengan Pak Nadjikh telah berakhir. Saling belajar, saling bersinergi menjadi kenangan. Insyaallah menjadi amal kebajikan.
Menatap ke depan tidak boleh terhenti. Menyiapkan kaderisasi adalah kebutuhan yang tidak bisa ditawar lagi. Keberlangsungan roda organisasi khususnya bidang ekonomi membutuhkan kader berdedikasi. Mereka harus terus dicari, diwadahi, diberi fasilitasi latihan dan diuji.
Pak Nadjikh Pamitan ke Saya. Semoga mati satu tumbuh seribu. (*)
Editor Mohammad Nurfatoni.