PWMU.CO – Tanpa tarawih di Pondok Babussalam Socah, Bangkalan, Madura. Hal tersebut disampaikan oleh Direktur Pondok Babussalam Ustadz Rik Suhadi SThI, Kamis, (23/4/20)
Hal ini diputuskan setelah dilakukan rapat terbatas antara Pembina Pondok Babussalam Socah Prof Maksum Radji M Biomed Apt dengan para ustad dan santri, Rabu (22/4/20).
Rik Suhadi menjelaskan, meniadakan shalat Tarawih berjamaah di masa pandemi Covi-19 adalah berdasarkan rekomendasi dari ahli yang jelas dan terpercaya kepakarannya.
“Menurut para ahli di manapun di belahan dunia ini, semua merekomendasikan hal yang sama. Yakni cara terbaik memutus rantai penyebaran Virus Corona ini adalah dengan cara tidak berinteraksi langsung dengan orang lain,” jelasnya.
Ustad Rik—sapaannya—menegaskan sikap ini bukanlah untuk menyesatkan umat Islam. Melaikan sebagai bentuk ikhtiar menyelamatkan umat dari wabah.
Jangan Bersikap ‘Ah Kta Masih Jauh’
Bagi yang merasa ‘ah kita masih jauh’ marilah kita berkaca pada negara yang terjangkit pertama kali yakni Wuhan China. Lalu menjangkiti hampir seluruh belahan dunia. “Apakah kita masih ingin bilang bahwa, ‘Ah kita masih jauh?”,” kata dia.
Ketua Majelis Tabligh Pimpinan Daerah Muhammadiyah Bangkalan itu juga memberikan contoh negara yang meniadakan shalat tarawih dan shalat Jumat berjamaah yakni Saudi Arabia.
“Saudi Arabia adalah negara Islam. Pusat umat Islam diseluruh dunia. Mengambil tindakan menutup Masjid al-Haram bukanlah tindakan yang sembarangan. Kemudian kita yang belum jelas ilmunya ini tiba-tiba memunculkan fatwa-fatwa amatiran yang memecah belah,” tegasnya.
Ustadz Rik mempertegas sikap Pondok Babussalam tanpa Tarawih, selepas shalat Isya, Kamis (23/4/2020), karena pondok masih didatangi jama’ah yang ingin melaksakan shalat Tarawih.
Dia menjelaskan Covid-19 adalah ujian militansi bagi semua kalangan. Pasalnya semua dipaksa harus melaksanakan kewajiban di tengah pandemi dengan segala keterbatasan.
“Covid-19 adalah ujian militansi bagi kita. Misalkan guru dipaksa mengajar tidak sebagaimana mengajar saat bertatap muka langsung dengan murid. Orangtua dipaksa bisa mengajar dan mendidik semahir gurunya. Kiai-kiai terpaksa melepas santri kepada orang tuanya,” ujarnya.
Dia menegaskan kepada jamaah bahwa ujian ini tidak lain untuk melahirkan pribadi lebih baik lagi.
“Di rumah saja membuat kita banyak bermuhasabah dan merenung bahwa menjadi pendidik dan lain sebagainya bukanlah perkara mudah,” ujarnya.
Marilah, sambungnya, kita maksimlakan Ramadhan ini dengan penuh syukur, dzikir, dan mohon ampunan kepada Allah SWT. (*)
Penulis Isrotul Sukma. Editor Mohammad Nurfatoni.