Tawadhu Hiasan Hidup Terindah ditulis oleh Ustadz Muhammad Hidayatulloh, Pengasuh Kajian Tafsir al-Quran Yayasan Ma’had Islami (Yamais), Masjid al-Huda Berbek, Waru, Sidoarjo.
PWMU.CO – Ngaji Ramadhan kali ini berangkat dari hadist riwayat Muslim, Abu Dawud, dan Ibnu Majah, sebagai berikut:
وَعَنْ عِيَاضِ بْنِ حِمَارٍ – رضي الله عنه – قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم -: «إِنَّ اللَّهَ أَوْحَى إِلَيَّ أَنْ تَوَاضَعُوا, حَتَّى لَا يَبْغِيَ أَحَدٌ عَلَى أَحَدٍ, وَلَا يَفْخَرَ أَحَدٌ عَلَى أَحَدٍ. أَخْرَجَهُ مُسْلِمٌ
Dari Iyadh bin Himar radliyallahu ‘anhu, Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya Allah telah mewahyukan kepadaku agar kalian bertawadhu (rendah hati) hingga tidak seorang pun menganiaya orang lain, dan tidak seorang pun berlaku sombong kepada orang lain.
Definisi Tawadhu
Tawaadhu’berasal dari kata tawaadla’a yatawaadla’u didefinisikan dengan tahallilmar i biliiniljaanibi watahaasyiihilkibriyaa i wattabaahiy yakni kepribadian seseorang dengan kelembutan hati serta menghindarkan diri dari segala bentuk kesombongan dan membanggakan diri. Sifat tawaadhu’membutuhkan modal, tiada lain adalah keimanan yang benar kepada Allah SWT.
Tawaadhu merupakan hiasan indah pada pribadi seorang Muslim. Sekaligus merupakan bentuk pengejawantahan dari nilai keimanannya kepada Allah. Tanpa keimanan kepada Allah tawaadhu’ tidak akan terbentuk, karena ia memiliki landasan sifatnya. Sehingga tawaadhu’ dan nilai keimanan bagai dua sisi mata uang, tidak bisa dipisahkan antara satu dengan lainnya.
Keseimbangan Kehidupan
Iman mengantarkan keyakinan pada seseorang bahwa semua yang ada adalah milik Allah SWT Semua kesuksesan dan keberhasilan dalam mencapai sesuatu tiada lain adalah anugrah Allah. Baik berupa kekayaan, kecerdasan yang gemilang, dan segala kelebihan lainnya, merupakan anugrah dalam rangka keseimbangan bagi kehidupan umat manusia.
Ada yang sebagai pengajar atau guru ada muridnya, ada pengusaha ada karyawannya, ada dosen ada juga mahasiswanya, ada ustadz atau kiai ada pula santrinya, ada kepala ada juga bawahannya, dan seterusnya.
Semua itu merupakan bentuk keseimbangan dalam kehidupan ini. Ada yang dilebihkan di antara lainnya. Dan antara satu dengan lainnya saling melengkapi dan bersinergi.
Sehingga keberhasilan meraih posisi puncak tiada lain merupakan sesuatu yang memang sesuai dengan sunatullah. Persoalaannya adalah apakah cara mencapainya dengan cara yang benar atau malah menghalalkan segala cara. Menjadi suatu penilain tersendiri di sisi Allah SWT.
Anugrah adalah Amanah
Anugrah yang ada pada diri kita sekaligus merupakan amanah. Ia harus mampu dipertanggungjawabkan kepada Allah. Karena itu dengan anugrah yang ada seorang yang beriman akan selalu berhati-hati. Bukan malah menimbulkan kesombongan dan kebanggan diri yang seolah semua itu karena kemampuan pribadinya sendiri, kehebatan dirinya sendiri.
Virus ini merupakan virus yang berbahaya—lebuh bahaya dari Virus Cotina. Karena dapat merusak dan bahkan mencabut iman dalam diri seseorang, sebagaimana iblis yang enggan dan sombong.
Tawaadhu’merupakan bentuk kesadaran akan tanggung jawab kekhalifahan. Di posisi manapun seorang Mukmin tidak mempermasalahkannya. Dan akan selalau berbuat yang terbaik dengan profesianalitasnya di posisinya tersebut.
Berbuat dengan penuh amanah. Karena pasti di posisi manapun bukan merupakan ukuran apakah mulia di sisi Allah atau tidak. Tetapi yang lebih penting adalah rasa amanah dalam dirinya masing-masing.
Tetap Tawadhu walau Miliki Kelebihan
Maka tiada yang merasa lebih. Semua siap berbuat dalam posisinya itu. Tiada yang perlu dibanggakan atau disombongkan. Walaupun kaya tetap tawaadhu walaupun punya jabatan tetap tawaadhu’, walaupun punya murid atau santri tetap tawaadhu’. Tawaadhu’ merupakan ciri orang yang beriman. Karena orang beriman pantang meremehkan orang lain, sekalipun orang tersebut mungkin memang remeh, apalagi sebenarnya diketahui ada kelebihan padanya.
Sikap menghargai, menghormati merupakan sikap mulia yang bernilai tinggi di sisi Allah. Sikap sombong, takabbur menunjukkan rendahnya kapasitas diri pelakunya. Karena memang tidak ada yang perlu disombongkan dengan menganggap remeh orang lain.
Dua ayat di bawah ini perlu kita renungkan.
وَلَا تُصَعِّرۡ خَدَّكَ لِلنَّاسِ وَلَا تَمۡشِ فِي ٱلۡأَرۡضِ مَرَحًاۖ إِنَّ ٱللَّهَ لَا يُحِبُّ كُلَّ مُخۡتَالٖ فَخُورٖ ١٨
Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri. (Luqman 18).
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ لَا يَسۡخَرۡ قَوۡمٞ مِّن قَوۡمٍ عَسَىٰٓ أَن يَكُونُواْ خَيۡرٗا مِّنۡهُمۡ وَلَا نِسَآءٞ مِّن نِّسَآءٍ عَسَىٰٓ أَن يَكُنَّ خَيۡرٗا مِّنۡهُنَّۖ وَلَا تَلۡمِزُوٓاْ أَنفُسَكُمۡ وَلَا تَنَابَزُواْ بِٱلۡأَلۡقَٰبِۖ بِئۡسَ ٱلِٱسۡمُ ٱلۡفُسُوقُ بَعۡدَ ٱلۡإِيمَٰنِۚ وَمَن لَّمۡ يَتُبۡ فَأُوْلَٰٓئِكَ هُمُ ٱلظَّٰلِمُونَ ١١
Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki merendahkan kumpulan yang lain, boleh jadi yang ditertawakan itu lebih baik dari mereka. Dan jangan pula sekumpulan perempuan merendahkan kumpulan lainnya, boleh jadi yang direndahkan itu lebih baik.
Dan janganlah suka mencela dirimu sendiri dan jangan memanggil dengan gelaran yang mengandung ejekan. Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan barangsiapa yang tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim. [al-Hujurat 11).
Editor Mohammad Nurfatoni.