Ghuraba, Orang yang Aneh ditulis oleh Ustadz Muhammad Hidayatulloh, Pengasuh Kajian Tafsir al-Quran Yayasan Ma’had Islami (Yamais), Masjid al-Huda Berbek, Waru, Sidoarjo.
PWMU.CO – Ngaji Ramadhan kali ini berangkat dari hadist riwayat Muslim, sebagai berikut:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : بَدَأَ الإِسْلامُ غَرِيبًا, وَسَيَعُودُ كَمَا بَدَأَ غَرِيبًا, فَطُوبَى لِلْغُرَبَاءِ. رواه مسلم
Dari Abu Hurairah RA berkata, Rasulullah SAW bersabda: “Islam muncul (pertama kali) dianggap aneh dan suatu saat akan kembali dianggap aneh. Maka bahagialah bagi orang-orang yang dianggap aneh.” (HR Muslim)
Ghuraba’ au ghariibun yakni‘ajibun artinya aneh atau ajaib. Atau Khaarijun ‘anil mafhuumi al’am yaitu keluar dari apa yang dipahami oleh kebanyakan orang.
Keumuman seringkali termuati berbagai macam kepentingan baik pribadi maupun kelompok. Maka ghuraba’ adalah orang-orang yang senantiasa tetap menjaga diri untuk tidak hanya sekadar terseret mengikuti keumuman tersebut.
Ghuraba’, itulah gambaran Rasulullah sebagaimana dalam hadits di atas. Hal itu dinisbahkan pada al-Islam, dan lebih khusus lagi bagi kaum Muslimin yang masih konsisten dengan al-Islamnya. Mereka itulah yang dikatakan sebagai Muslim sejati.
Nah kemudian timbul pertanyaan berarti ada muslim yang tidak sejati? Pertanyaan ini barangkali hanya diri kita masing-masing yang perlu menjawabnya.
Ghuraba’ atau aneh, berarti tidak umum, atau tidak seperti orang kebanyakan. Juga berarti orang-orang yang khusus. Kata khusus berasal dari bahasa Arab khash yang bisa bermakna spesial.
Jadi orang-orang aneh adalah orang yang spesial, maka berbahagialah orang yang spesial di sisi Allah SWT, yaitu orang-orang yang paling takwa (atqa).
Hakikat Takwa
Menempuh jalan takwa, itulah orang-orang yang spesial. Takwa dengan berbagai dimensinya, attaqwa hahuna (takwa itu di sini). Begitulah dalam satu riwayat, sambil Rasulullah SAW menunjuk ke arah dada beliau. Jadi takwa merupakan sesuatu yang privacy (sangat pribadi). Tidak ada yang bisa mendeteksinya secara lahiriah.
Pernah khalifah Umar ibn al-Khattab ditanya tentang definisi takwa. Beliau justru bertanya: “Pernahkan kau berjalan di suatu jalan yang banyak durinya yang membahayakan?”
Dijawab oleh si penanya: “Pernah.”
Lalu Khalifah Umar bertanya lagi: “Bagaimana sikapmu?”
Ia menjawab: “Tentu aku sangat hati-hati.”
Maka Khalifah Umar pun menyampaikan: “Itulah takwa.”
Oleh karenanya, takwa sangat berhimpit dengan pemahaman terhadap al-Islam. Yaitu memahami bahwa al-Islam adalah sebagai suatu sistem nilai dan sekaligus memiliki konsekuensi ketaatan terhadapnya.
Pilihan ini dilakukan sebab ada kekuatan iman dalam diri seseorang. Tanpa kekuatan iman, daya tahan terhadap pilihan ini akan sangat rentan dan mudah berubah. Tinggal sekarang sejauh mana potensi iman yang bersemayam dalam diri kita ini.
Di antara keanehan yang dilakukan oleh orang Mukmin adalah karena ia selalu melakukan perintah-perintah-Nya dengan sepenuh hati, sembari memperhitungkan kualitas amaliah yang dilakukannya.
Amaliah yang bukan sekadarnya. Sekaligus menghindarkan diri dari tendensi yang menghapus “nilai” di sisi-Nya. Juga ia selalu menghindarkan diri dari hal-hal yang dapat menjerumuskan diri ke arah kekufuran, menghindarkan diri dari hal-hal yang dilarang-Nya dengan konsekuensi apapun, demi mempertahanakan keimanannya.
Sementara dalam kehidupan masyarakat kita, banyak sekali perintah-Nya yang terabaikan. Alasan yang dikemukakan kebanyakan adalah karena begitu sulit mempertahankannya dalam situasi dan kondisi yang tidak kondusif bagi terlaksananya suatu perintah.
Ketika dijalankan dengan benar dalam rangka menggapai kualitas yang maksimal, ada suatu rasa keberatan dalam diri. Sedangkan justru hal-hal yang dilarang menyeruak dan menyebar tanpa bisa diantisipasi dan seringkali kita terhanyut didalamnya tanpa berdaya untuk keluar darinya.
Ciri-Ciri Ghuraba
Ghuraba’, orang-orang yang aneh. Karena mereka tetap bersemangat mempertahankan akidah dari polusi syirik, tetap konsisten beribadah dan menghindar dari polusi bid’ah.
Ghuraba‘ selalu berbuat untuk kemaslahatan umat di manapun dan kapanpun ia berada. Senyampang kesempatan masih ada, tanpa ada tendensi gelar kehormatan, pujian, sanjungan, dan harapan dunia lainnya.
Ghuraba‘ menyembunyikan aktivitas kebaikannya dari penilaian orang lain, karena ia pahami bahwa semua itu dilakukan, karena merupakan titah dari Sang Maha Pemberi Kehidupan.
Ghuraba’, orang yang aneh. Karena hidup selalu dalam bimbingan Sang Khaliq, sekalipun kelihatan dengan susah payah, dan menempuh jalan yang berliku dan terjal.
Tetapi pasti diakui, sepakterjangnya mengagumkan, hasil buah karyanya dapat dirasakan dampak positifnya. Sekali lagi karena ia hidup dalam naungan bimbingan-Nya, bukan dalam bimbingan nafsunya sendiri. Sebagaimana firman Allah dalam an-Nur 55.
وَعَدَ ٱللَّهُ ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ مِنكُمۡ وَعَمِلُواْ ٱلصَّٰلِحَٰتِ لَيَسۡتَخۡلِفَنَّهُمۡ فِي ٱلۡأَرۡضِ كَمَا ٱسۡتَخۡلَفَ ٱلَّذِينَ مِن قَبۡلِهِمۡ وَلَيُمَكِّنَنَّ لَهُمۡ دِينَهُمُ ٱلَّذِي ٱرۡتَضَىٰ لَهُمۡ وَلَيُبَدِّلَنَّهُم مِّنۢ بَعۡدِ خَوۡفِهِمۡ أَمۡنٗاۚ يَعۡبُدُونَنِي لَا يُشۡرِكُونَ بِي شَيۡٔٗاۚ وَمَن كَفَرَ بَعۡدَ ذَٰلِكَ فَأُوْلَٰٓئِكَ هُمُ ٱلۡفَٰسِقُونَ
“Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang shaleh bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di muka bumi.
Sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka dalam ketakutan menjadi aman sentosa.
Mereka tetap menyembahku-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan Aku. Dan barangsiapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik. (*)
Editor Mohammad Nurfatoni.