PWMU.CO – Anggota DPR RI Komisi X Prof Dr Zainuddin Maliki MSi mengatakan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) harus segera melakukan evaluasi pelaksanaan pembelajaran jarak jauh (PJJ) dari rumah.
“Sejauh ini yang dilaporkan masih menyangkut jumlah peserta pembelajaran dari rumah. Dirjen PAUD, Dasar, dan Menengah menyebut lebih 90 persen siswa ikut serta belajar dari rumah. Demikian juga TVRI melaporkan rating pemirsanya naik drastis setelah menyiarkan paket pembelajaran bersama Kemdikbud,” kata Zainuddin Maliki pada PWMU.CO, Kamis (30/4/2020) pagi.
Menurut dia, yang diperlukan bukan hanya jumlah keikutsertaan, tetapi perlu dievaluasi efektivitas pembelajaran dari rumah. Survei KPAI sangat membantu dalam mengevaluasi efektivitas pembelajaran dari rumah.
“Secara umum guru kita, harus diakui di masa pandemi ini sudah berusaha bekerja keras, namun evaluasinya belum bisa mengantar siswa mencapai tujuan instruksional yang diinginkan,” kata mantan Rektor Universitas Muhammadiyah Surabaya itu.
Mengutip hasil survei Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Zanuddin mengatakan, sejauh ini siswa mengaku tidak bisa berinteraksi dengan guru. Interaksi hanya terjadi ketika memberi dan menagih tugas yang bertubi-tubi. “Ujungnya, siswa menilai belajar di sekolah lebih menyenangkan dari pada belajar dari rumah,” ujarnya.
Perlunya Pelatihan Guru
Zainuddin menegaskan, dari hasil evaluasi seperti ini, dia berharap Kemdikbud segera mengambil langkah. “Dalam hal ini Kemdikbud harus bisa memberi kesempatan guru melakukan pelatihan. Tentu secara virtual,” usulnya.
Dia menambahkan, sembari menjalankan tugas mengelola PJJ, guru juga perlu berlatih mengelola PJJ dengan benar. “Diharapkan dari pelatihan ini guru lebih inovatif, tidak hanya mengisi PJJ dengan memberi dan menagih tugas,” tegasnya.
Mantan Ketua Dewan Pedidikan Jawa Timur itu mengatakan, PJJ menyangkut banyak hal. “PJJ memiliki sejumlah dimensi untuk dipertimbangkan. Antara lain guru harus bisa memastikan siswa tahu apa yang diharapkan dari pembelajaran dari rumah. Guru juga harus dapat melakukan semua tindakan dan kegiatan yang diperlukan dalam pembelajaran ini,” ujarnya.
Zainuddin menyampaikan, guru perlu kemampuan tertentu untuk bisa mempersiapkan dan mengimplementasikan materi dalam sesi PJJ yang tidak membikin siswa jenuh. “Sebaliknya guru harus mendorong siswa aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan. Mentransformasikan materi pembelajaran dari rumah sangat berbeda dengan belajar di sekolah,” kata dia.
Untuk itu, lanjutnya, guru tidak bisa mengajar dengan membayangkan semua siswa berada di lingkungan yang sama. “Tidak semua siswa tinggal di rumah yang kondusif untuk belajar. Oleh karena itu, Kemdikbud harus bisa memfasilitasi berupa sarana yang bisa membantu guru betapapun sulitnya, untuk tetap bisa mengetahui dan memahami kondisi siswanya di rumah masing-masing,” terang dia.
Jadi, sambungnya, memang PJJ adalah sesuatu yang kompleks. Oleh karena itu Kemdikbud harus bisa ajak dan fasilitasi guru menyisihkan waktu meningkatkan kemampuan menggunakan teknologi pembelajaran daring (dalam jaringan).
“Fasilitasi guru mengadaptasikan teknologi PJJ yang tiba-tiba harus digeluti ini untuk bisa dilaksanakan secara efektif sehingga siswa belajar dari rumah dengan senang,” usulnya.
Hasil Survei KPAI
Seperti diberitakan jppn.com Komisioner Bidang Pendidikan KPAI Retno Listyarti menjelaskan, KPAI telah melakukan survei tentang PJJ terhadap 1.700 anak didik dari 50 kabupaten/kota di 16 provinsi. Survei berlangsung 13-20 April 2020.
Dari survei itu ada 79,9 persen responden menganggap PJJ berlangsung tanpa interaksi guru-siswa sama sekali. “Kecuali memberikan tugas dan menagih tugas saja, tanpa ada interaksi belajar, seperti tanya jawab langsung atau aktivitas guru menjelaskan materi,” ungkap Retno Senin (27/4/2020).
Adapun 81,8 persen responden menilai para guru lebih menekankan pemberian tugas yang bertubi-tubi sehingga menguras energi anak didik selama PJJ yang sudah berjalan 4 pekan.
“Oleh karena itu 76,7 persen responden merasa tidak senang belajar dari rumah, lebih enak belajar di sekolah,” tutur mantan Kepala SMAN 3 Jakarta itu.
Dari survei itu juga terungkap bahwa kesulitan para siswa diperparah ketiadaan paket internet. Ada 42,2 persen responden yang mengaku tidak memiliki kuota internet sehingga kesulitan jika harus melakukan tatap muka menggunakan aplikasi Zoom atau sekadar melakukan komunikasi melalui video call.
“Selain kuota, ternyata 15,6 persen responden tidak memiliki peralatan PJJ yang memadai seperti laptop atau handphone yang spesifikasi memadai untuk belajar daring,” tambahnya.
Peraih penghargaan Toray Foundation dari Jepang itu menuturkan, hasil survei tersebut juga berbanding lurus dengan pengaduan yang masuk ke KPAI. Hingga Kamis lalu (23/4), KPAI menerima 250 pengaduan tentang PJJ. (*)
Penulis/Editor Mohammad Nurfatoni.