Oemar Hasan: Korban operasi intelijen Komando Jihad di masa Orde Baru. Dia dipenjara 7 tahun tanpa melalui proses pengadilan yang fair.
PWMU.CO – Jika ditanyakan tentang siapa salah satu orang Lamongan yang terkenal berpendirian teguh dalam mempertahankan prinsip, maka jawabannya adalah KH Oemar Hasan BA.
Dia sangat kritis terhadap siapa pun yang dinilai bertentangan dengan Islam, termasuk pemerintah sekali pun. Tak heran jika intimidasi dan isolasi pun pernah dirasakan, termasuk pengapnya penjara. Namun, semua itu tak menyurutkan jiwanya untuk selalu menebar dakwah menyuarakan amar ma’ruf nahi munkar.
Oemar Hasan bisa dikatakan sebagai salah satu dari bias dua fenomena kontradiktif yang terjadi pada awal Orde Baru. Islam memang sangat diminati dalam kehidupan masyarakat, sekaligus dipelajari, dan diamalkan. Tetapi dalam sisi politiknya dimatikan oleh penguasa.
Sadar atau tidak, Orde Baru memakai politik islam made in C. Snouck Hurgronje sepanjang 1970-1990. Kepada “Islam Politik” Orde Baru hubungannya diwarnai kecurigaan, dan kepada “Islam Ibadah” menunjukan kenaikan keeratan terus-menerus.
Sikap Orde Baru membungkam Islam politik, termasuk keeangganan merehabilitasi Partai Masyumi, membuat banyak tokoh Islam kecewa. Di Lamongan, ceramah-ceramah Oemar tak urung membuat pemerintah Orde Baru merasa gerah.
Dipenjara 7 Tahun oleh Orba
Tak pelak, pemerintah yang dikenal represif itu kemudian menangkap Oemar. Tepatnya pada tanggal 3 Januari 1977, tepat seusai melaksanakan shalat Ashar.
Tanpa melalui pengadilan yang fair, dia kemudian dipenjarakan selama 7 tahun dengan tuduhan sebagai Ketua Komando Jihad, suatu organisasi yang dikata ingin mendirikan Negara Islam.
Padahal kemudian diketahui bahwa Komando Jihad adalah organisasi bentukan pemerintah dengan tujuan menangkapi para dai yang dinilai kritis terhadap pemerintah.
Padahal dalam sejarah bangsa ini, terbukti bahwa kasus Komando Jihad itu terdapat unsur rekayasa politik. Selain ditandai dengan operasi intelijen melalui Operasi Khusus, juga tampak pada proses peradilan yang berjalan tidak independen dan tidak transparan.
Rezim Orde Baru terbukti telah menyalahgunakan kekuasaan dengan menempatkan aparat militer dan intelijen untuk merekayasa suatu lakon politik yang menimbulkan korban pada kalangan Muslim.
Setelah tujuh tahun melewati masa tahanan, Oemar tak mau berhenti berdakwah. “Hidup mulia dan berguna” adalah motto hidup Oemar yang menjadi pilar geraknya untuk terus-menerus melakukan pencerahan umat.
Tak heran, jika aktiVitasnya selalu memberikan manfaat bagi umat dan masyarakat luas, terutama di lingkungan sekitar tempat tinggalnya, di Desa Kesambi, Kecamatan Pucuk, Lamongan.
Biografi Singkat Oemar Hasan
Pak Oemar, begitu dia akrab disapa, dilahirkan di Desa Pangkatrejo, Kecamatan Sekaran (kini masuk Kecamatan Maduran), Kabupaten Lamongan, April 1943. Ayahnya bernama M. Muhrajam, sebagai Kepala Kantor Urusan Agama (KUA) di Kecamatan Turi.
Ayah dan Ibunya adalah keturunan kiai, sehingga pendidikan Oemar di waktu belia senantiasa bernuansa Islami. Saat di Sekolah Rakyat (SR), lazimnya anak tokoh agama, dia juga merangkap pendidikan sekolah agama Islam di Madrasah Ibtidaiyah. Sarjana Mudanya diselesaikan di Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Sunan Ampel di Malang, dan lulus 1967.
Sejak muda, Oemar sudah aktif di dunia pergerakan dan organisasi Islam. Saat di menempuh pendidikan di Sekolah Guru Agama (SGA) Tuban, dia telah diberi mandat oleh koleganya sebagai Ketua Pelajar Islam Indonesia (PII) Cabang Tuban.
Dinamikanya berorganisasi juga tak kunjung berhenti ketika dia meneruskan studi perguruan tinggi di Malang. Di tempat barunya ini dia juga dipercaya sebagai Ketua PII Cabang Malang, bahkan hingga dua periode.
Pada saat yang sama, dia juga aktif di Pemuda Muhammadiyah Malang, hingga dipercaya sebagai ketua (1963-1967). Selama di Malang inilah terjadi peristiwa-peristiwa penting Pemuda Muhammadiyah dalam konteks Jawa Timur.
Selain disibukkan dengan pembentukan Komando Kesiapan Muhammadiyah (Kokam) sebagai tindak lanjut pembentukannya di tingkat Wilayah pada 7 Oktober 1965.
Sepuluh hari kemudian, Oemar bersama elemen-elemen Muhammadiyah se-Malang Raya saling bahu-membahu menyiapkan acara deklarasi Kopas (Komando Tumpas G-30 S/PKI), di Batu.
Aktivis Tulen
Sekembali dari Malang, Oemar didapuk menjadi Ketua Pemuda Muhammadiyah Lamongan (1967). Saat itu, situasi Indonesia masih cukup panas, akibat pemberontakan PKI pada 1965. Sehingga, cukup banyak tantangan yang harus dihadapi Oemar sebagai pemimpin organisasi keislaman.
Terutama dalam menghidup-hidupkan kembali organisasi ini, setelah sebelumnya banyak yang “mati suri” karena intimidasi dan tekanan mental maupun fisik yang dilakukan oleh PKI.
Selain di Jawa, Oemar juga pernah mendapat tugas berdakwah di Sumatera, tepatnya di Tanjung Karang. Pengalamannya di organisasi mengantarkannya mendapat amanat sebagai Ketua Dewan Dakwah Islam Indonesia (DDII) setempat.
Saat itulah dia dipercaya oleh pemerintah setempat untuk menjadi pembantu Imam Rokhisdim (Rokhani Islam Kodim). Tugas pokoknya adalah memberikan bimbingan dan pengajian agama Islam kepada para Tentara Negara yang beragama Islam.
Setelah masa tugasnya selesai, dia kembali ke Lamongan dan menggeluti dunia pendidikan dengan menjadi guru di beberapa sekolah menengah dan sebagai Direktur PGA (Pendidikan Guru Agama) Sukodadi.
Selain itu, dia juga menjadi Direktur KUD di kecamatan Pucuk. Pada saat yang sama, dia dipercaya sebagai salah satu Wakil Ketua Pimpinan PDM Lamongan.
Dalam kancah politik, Oemar pernah menjadi pengurus PPP Jawa Timur. Di awal reformasi, Oemar Hasan menjadi salah satu pendiri Partai Amanat Nasional di Kabupaten Lamongan dan sekaligus dipercaya sebagai Ketua Umum DPD PAN Lamongan 1999-2000. Karena itu suami dari tokoh Aisyiyah Lamongan, Dra Hj Sumu Zanarofah MAg, ini kemudian terpilih menjadi anggota DPRD Provinsi Jawa Timur periode 1999-2004.
Hingga pada 22 Agustus 2007 lalu, kakak kandung Ketua Majelis Tabligh dan Dakwah Khusus (MTDK) PWM Jatim 2005-2010, Abu Sofyan, ini telah dipanggil sang Kholiq.
Namun perjuangannya tak henti. Keenam anaknya kini menjadi penerus bapaknya: Ghilmanul Wasath, Qosdus Sabil, Rifma Ghulam Dzaljad, Ara Rifma Firdaus, Five Haura, dan Nice Durro. (*)
Editor Mohammad Nurfatoni.
Tulisan berjudul asli Oemar Hasan (1943-2007) Ulama Berpendirian Teguh ini dimuat ulang PWMU.CO atas izin Penerbit: Hikmah Press dari buku Siapa & Siapa 50 Tokoh Muhammadiyah Jawa Timur Jilid II, Editor Nadjib Hamid, Muh Kholid AS, dan MZ Abidin, Cetakan I: 2011.