Hikmah belajar dari Covid-19 menyadarkan semua pihak akan pentingnya menyiapkan pendidikan yang fleksibel dan tanpa batas. Berikut ulasan Anis Shofatun, guru SMP Muhammadiyah 12 GKB Gresik.
PWMU.CO – Masa pandemi yang tak kunjung mereda ini mengajarkan para pendidik untuk adjustable (cepat menyesuaikan diri), inovatif, dan produktif. Apalagi adanya rencana skenario perpanjangan masa belajar di rumah hingga akhir Desember 2020 dan awal tahun pelajaran baru yang akan dimulai Januari 2021.
Situasi pandemi Covid-19 banyak mengubah sendi-sendi kehidupan masyarakat dunia, termasuk Indonesia. Hal ini pun memberikan dampak baik berupa ancaman, peluang, ataupun tantangan baru dari berbagai sektor kesehatan, ekonomi, sosial, dan pendidikan serta bidang lainnya.
Masyarakat dan pelajar yang terdampak di ranah pendidikan juga masih menunjukkan kesenjangan. Banyak di antara mereka belum bisa memperoleh hak dan tanggungjawab belajar dan mengajar karena keterbatasan jaringan internet dan keterampilan digital.
Hal tersebut mengisyaratkan tantangan pendidikan di era saat ini dan mendatang yang membutuhkan respon cepat. Seperti kata mutiara dari Ali bin Abi Thalib yang berbunyi, ‘Didiklah anak-anakmu sesuai dengan zamannya, karena mereka bukan hidup di zamanmu.’
Hikmah belajar dari Covid-19, mari jadikan spirit bagi para pemangku pendidikan. Termasuk guru untuk lebih bersiap menyongsong tantangan layanan pendidikan yang lebih humanis, fleksibel, dan menjangkau di semua lapisan masyarakat dari berbagai bidang.
Layanan Pembelajaran yang Fleksibel dan Tanpa Batas
Saat ini pembelajaran daring menjadi suatu keniscayaan sebagai salah satu upaya pengendalian Covid-19 agar tidak semakin menyebar dan menelan korban jiwa yang lebih besar. Aktivitas rutin pembelajaran tatap muka, pembimbingan akademik, pembelajaran luar kelas, pertemuan formal dan informal berbasis komunitas langsung, begitu sangat dirindukan.
Pandemi Covid-19 mengajarkan kepada para pendidik supaya adjustable dalam menyajikan pembelajaran yang bordless (tanpa batas) ini. Menembus batas ruang dan waktu. Melalui rumah masing-masing, kepala sekolah tetap dapat menyupervisi guru.
Hikmah di antaranya, guru dapat melayani pembelajaran daring dengan time flexibility (fleksibilitas waktu) dan terarah. Siswa dapat menyajikan hasil belajar dengan penuh kreativitas sesuai passion (gairah/kesukaan) dan kecakapannya.
Siswa dan guru dapat berselancar dengan leluasa dan penuh makna dari berbagai learning resource (sumber belajar) online, E-library, E-book, webinar, dan lain sebagainya. Kepada siapa pun, kapan pun, dan di mana pun sangat terbuka lebar untuk bisa menimba ilmu. Bahkan tidak terbatasi usia. Siswa SMP dapat belajar dalam satu ruang daring yang sama dengan mahasiswa dan seterusnya.
Keterbatasan Melahirkan Kreativitas
Physical distancing (pembatasan fisik) yang diterapkan dalam upaya menekan penyebaran Covid-19 ini menjadikan segala aktivitas belajar, bekerja, dan beribadah dijalankan di rumah saja. Salah satu hikmah dari keterbatasan ini justru melahirkan kreatifitas bagi guru, siswa, dan orangtua dalam mengisi hari-harinya. Meskipun awalnya, masa pandemi Covid-19 memicu berbagai persoalan pendidikan seperti kebosanan belajar, pemberian tugas kognitif secara bertubi-tubi, hingga peralihan fungsi orangtua sebagai mentor bagi anak di rumah.
Menurut Robert Fraken, terdapat tiga hal yang menyebabkan orang menjadi kreatif. Pertama, kebutuhan untuk sesuatu yang baru bervariasi dan lebih baik. Kedua, dorongan untuk mengomunikasikan gagasan dan ide. Ketiga, keinginan untuk memecahkan masalah. Itulah yang mendorong para guru menyajikan pembelajaran yang lebih bervariasi
Pendidikan saat ini sedang bertransformasi, semua elemen menjadi melek IT. Pembelajaran bergeser dari offline ke online. Hal itu dilakukan guru, mulai jenjang PAUD hingga menengah atas, tak terkecuali di perguruan tinggi.
Game online, kuis interaktif, tes online, literasi daring, hingga online course lintas negara. Seperti yang diterapkan di sekolah penulis. Beragam strategi pembelajaran daring juga disajikan mulai wawancara, proyek, diskusi, role playing (bermain peran), belajar mandiri, music colaboration (kolaborasi musik), hingga akting di depan layar, seperti nge-vlog, IGTV, YouTube, dan lain sebagainya.
Hikmah lainnya, muatan materi yang disajikan guru dapat beragam dan terintegrasi, tidak terpaku struktur kurikulum. Contoh tentang kehidupan Virus Corona, studi perkembangan ekonomi sosial selama pandemi, life skill, dan mengajarkan empati terhadap sesama. Selain itu bisa juga pembiasaan ibadah dan etika berkomunikasi, hingga pada tallent show (pertunjukan bakat). Semuanya masih bisa dilatihkan kepada siswa, meski melalui pembelajaran jarak jauh.
Menguatkan Pendidikan Berbasis Fitrah
Pendidikan sejatinya sebagai sarana membentuk diri manusia sesuai fungsi dan fitrahnya. Proses mendidik, merawat, dan menumbuhkan potensi dasar siswa didasarkan agar tidak menyimpang dari norma agama dan menguatkan potensi diri dalam mengambil peran terbaik serta berakhlak mulia.
Dalam sebuah hadits oleh Bukhari dinyatakan, setiap bayi lahir dalam keadaan fitrah, maka orangtua dan lingkunganlah yang mengubahnya menjadi Yahudi, Nasrani, atau Majusi.
Fitrah keimanan dan ketauhidan sudah ada sejak manusia dilahirkan. Maka, dengan belajar di rumah saja, guru tidak hanya fokus transfer ilmu, tak cukup keterampilan atau keahlian semata.
Mengajak berpikir persoalan kehidupan dengan kesadaran keimanan menjadi tanggungjawab guru dan terlebih orangtua selama di rumah saja. Menanamkan nilai-nilai agama, karakter positif, dan keteladanan menjadi bahan pembelajaran yang semakin memperkuat umat manusia dalam menghadapi pandemi Covid-19 ini.
Belajar sejatinya bertujuan untuk meraih kebebasan mengembangkan diri sesuai fitrahnya dan memperoleh kebahagiaan, tidak sekadar kepintaran.
Terdapat delapan fitrah manusia yang perlu dikembangkan secara terus menerus sehingga guru dan orangtua tidak lagi memaksakan target capaian belajar di luar kemampuan siswa. Di antaranya fitrah keimanan, belajar dan bernalar, bakat dan kepemimpinan, aktivitas jasad dan gerak, bahasa dan estetika, sikap individualistik dan sosial, fitrah cinta dan seksualitas, serta fitrah pertumbuhan.
Dengan demikian, guru dan orangtua yakin segala sesuatu akan indah bila tumbuh pada waktu yang tepat. Apalagi dilandasi atas dasar kesadaran tanggungjawab, pendidikan juga berasal dari kehidupan kecil di rumah tangga.
Mempersiapkan Kelas dan Laboratorium Virtual
Belum ada kepastian kapan masa pandemi ini akan berakhir. Apabila skenario belajar dari rumah hingga akhir tahun 2020, bagaimana? Masih enam bulan lagi? Ini bukan waktu yang singkat, apalagi dunia pendidikan bergerak dalam bidang jasa, mencetak sumber daya manusia, bukan barang.
Maka, sekolah harus bersiap untuk menyajikan layanan pendidikan berbasis virtual yang humanis. Guru harus mulai mempersiapkan dan mengelola konten pembelajaran dalam Learning Management System (LMS) yang terorganisir dengan baik.
Tidak harus memiliki server secara mandiri. Kuta bisa gunakan berbagai platform yang tersedia seperti Moodle, Edmodo, Edublog, Wikispace, Google Classroom, Schoology, dan lain sebagainya.
Produksi konten pembelajaran, baik berupa materi belajar mandiri, penugasan, atau tes online dan media belajar lainnya mulai sekarang. Ya, di masa transisi akhir semester dan memasuki tahun pelajaran baru mendatang. Kini saatnya dunia pendidikan bertransformasi dalam kelas dan laboratorium virtual.
Pentingnya Kolaborasi
Pendidikan menjadi tanggungjawab bersama, antara pemerintah, sekolah, guru, orangtua, dan lingkungan sosialnya. Hikmah di masa pandemi saat ini, semakin menyadarkan pentingnya berkolaborasi antara guru dan orangtua dalam mengantarkan keberhasilan pendidikan siswa.
Meski di rumah saja, siswa tetap dapat belajar dengan 4E (Enjoy, Easy, Excellent dan Earn) atau belajar dengan senang, mudah, excellent/luar biasa, dan produktif (terlihat hasilnya).
Kondisi luar biasa pandemi Covid-19 ini, masih banyak menyisakan kesenjangan hak belajar siswa bagi yang terdampak. Mari saling menguatkan dan belajar bersama meski melalui dunia maya.
Pemerintah pun dapat bekerja sama dengan pihak lain untuk memberikan kemudahan akses jaringan internet. Sehingga layanan pendidikan dapat menjangkau lebih luas tanpa mengancam hak masa depan generasi bangsa. (*)
Co-Editor Ria Pusvita Sari. Editor Mohammad Nurfatoni.