PWMU.CO-Muhammadiyah Tanggul Jember tidaklah besar. Tapi denyut geraknya terasa di masyarakat. Anggotanya sekitar 300 orang sudah bisa membangun tiga Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), sebuah TK ABA, SD dan SMP Muhammadiyah.
Selain itu mendirikan tiga masjid dan tiga mushala di lima Pimpinan Ranting Muhammadiyah (PRM), serta toko Bueka. Aktivitas Ortom seperti Aisyiyah, Nasyiatul Aisyiyah, Pemuda, dan IPM menambah getaran dakwah di kecamatan ini makin kuat.
Ketua Pimpinan Cabang Aisyiyah (PCA) Tanggul Hj Farida Nur Anisa SAg menjelaskan, kegiatan dakwah di sini konsisten dikerjakan dengan memperbanyak amal usaha. ”Kita mendirikan ranting baru lengkap dengan amal usahanya yaitu PAUD Aisyiyah di Desa Kramat Sukoharjo, yang terletak di lereng Gunung Argopuro,” kata Farida, Selasa (12/5/2020).
Dia menambahkan, tahun 2017 merehab gedung TK ABA Tanggul dengan penambahan kelas karena jumlah murid terus meningkat. Juga membangun Aula Nyai Walidah. Tahun 2019 membangun gedung PAUD Assalam di lahan baru karena jumlah murid yang semakin banyak.
”Aisyiyah Tanggul juga memiliki toko Bueka Assakinah, Posyandu Lansia, Balai Keluarga Lansia (BKL), dusun binaan Kamaran, Pusat Informasi dan Konseling Remaja (PIKR). Semua majelis bekerja saling menguatkan dalam melaksanakan setiap program,” ujarnya.
Jihad Digital
Jihad digital Muhammadiyah-Aisyiyah juga dilakukan dengan memanfaatkan media sosial. Memposting setiap kegiatan ke medsos dan media online PWM Jatim, PWMU.CO sehingga dikenal masyarakat.
”Lewat jihad digital ini membangun pertemanan dan komunikasi melintasi benua. Berteman dengan PCIM di belahan bumi lainnya sudah dilakukan. Setiap kegiatan di Tanggul dibaca oleh teman Muhammadiyah-Aisyiyah di Mesir, Sudan, Amerika Serikat, Korea Selatan, Malaysia, Taiwan, Jepang dan lainnya,” tuturnya.
Sejak pimpinan Aisyiyah Tanggul dipilih lewat Musycab tahun 2016, pembenahan manajemen amal usaha dilakukan seperti pengelolaan keuangan disatukan di PCA. ”Semua keuangan majelis dan amal usaha diserahkan ke bendahara cabang. Sekolah mengajukan RAPBS. PCA memenuhi keuangan sesuai yang diajukan. Dengan cara ini guru fokus mengajar saja. Tidak pusing memikirkan keuangan,” katanya.
Mengenalkan perubahan ini, sambung dia dilakukan setahap demi setahap sehingga dipahami semua orang yang terlibat dalam gerak dakwah ini. Termasuk mengenalkan inovasi dan kreativitas pembelajaran di sekolah dan kegiatan PCA Tanggul.
Tiap amal usaha harus punya keunggulan yang ditawarkan ke masyarakat. ”Alhamdulillah laju sekolah semakin tampak. Bahkan ada guyonan kalau TK ABA sudah menutup pendaftaran siswa, baru TK lain mendapat murid,” selorohnya.
Dikader Orangtua
Kader-kader Aisyiyah dan Muhammadiyah Tanggul begitu militan berdakwah berkat didikan orangtua yang juga militan. Orangtua yang mengader anak-anaknya menjadi penerus. ”Misalnya sekolah harus di Muhammadiyah. Kita-kita ya nurut saja meskipun lokasinya jauh dan berjalan kaki,” cerita Humaiyah, sekretaris PCA Tanggul menuturkan pengalamannya.
Tapi orangtua tak tega juga ketika adiknya waktunya masuk SD Muhammadiyah 1 berjalan kaki. Akhirnya sekolah pindah di SD Negeri yang dekat rumah. ”Namun lulus SD, harus sekolah di SMP Muhammadiyah 4 Tanggul,” katanya dengan tertawa.
Dia bertanya kepada ayahnya mengapa harus belajar di Sekolah Muhammadiyah, mendapat jawaban,” Bagaimana pun keadaan sekolah kita, kalau bukan kita yang bersekolah di situ siapa lagi. Itu rumah kita. Maka kita yang harus membesarkannya.”
Penjelasan seperti ini juga diterima oleh teman-temannya yang orangtuanya aktivis Muhammadiyah. Para siswa bersyukur semasa di SMP mulai mengenal berorganisasi lewat Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM).
Selepas SMP, melanjutkan ke SMA Negeri Tanggul karena belum ada SMA Muhammadiyah. Begitu diterima, ayahnya menyuruh datang sendiri ke sekolah dan menghadap kepala sekolah. Tujuannya menanyakan apakah mengenakan jilbab.
”Tahun 1990-an, masalah jilbab di sekolah negeri ada larangan dicurigai orang ekstrem. Di situlah baru saya menyadari ayah mengajari anaknya percaya diri dan berani,” ujarnya.
Dianggap Nyleneh
Waktu itu kepala sekolah menolak permintaan dispensasi berjilbab. Kemudian dia melapor kepada ayahnya. Ayahnya meminta sekolah saja ke SMA Muhammadiyah 3 di Kota Jember. Bersama teman-temannya di sekolah ini mendapatkan pengalaman berorganisasi lagi di IPM hingga berteman dengan aktivis sekolah lain.
Anak-anak Tanggul juga aktif di Ortom Nasyiah dan Pemuda. Setelah dewasa barulah kemudian menjadi pengurus di Cabang Muhammadiyah dan Aisyiyah.
Dia bercerita, tahun 2000 itu di Tanggul masyarakat masih menganggap Muhammadiyah itu ajaran nyeleneh dan menyesatkan. Karena tidak pakai usholi, Subuhan tanpa qunut, dzikirnya pelan, dan tidak mau selametan untuk orang mati.
Sampai-sampai dia pernah diusir masyarakat dari rumah kontrakannya. Namun kader-kader Muhammadiyah terus berdakwah mengenalkan Muhammadiyah lewat sekolah, pengajian, dan bakti sosial. Lama kelamaan masyarakat mengenal dan muncul toleransi. Sekarang tidak ada lagi warga Muhammadiyah yang diusir dari kontrakan.
Kini di jendela rumahnya ada logo Muhammadiyah dan Aisyiyah tak dipersoalkan orang. Malahan itu menjadi tanda yang mudah dikenal saat ada orang bertanya rumahnya. Semua orang selalu menunjukkan logo itu agar gampang mencarinya. (*)
Penulis Humaiyah Editor Sugeng Purwanto