Mengapa kaum muslimin mundur dan selainnya maju? Tulisan Renungan Ramadhan oleh Ali Murtadlo menyikapi pernyataan Wapres Ma’ruf Amin.
PWMU.CO-Mengapa kaum muslimin mundur dan selainnya maju? Ini bukan saya yang bertanya. Tapi ulama Indonesia dari Kerajaan Sambas Kalimantan Syaikh Muhammad Basyuni Imran 90 tahun lalu. Persisnya tahun 1929. Pertanyaan ini diajukan kepada cendekiawan Mesir Syaikh Sayyid Rasyid Ridha yang mengasuh majalah Al Manar.
Melihat pertanyaan yang berbobot ini Rasyid Ridha meneruskan kepada intektual terkemuka dari Libanon Syaikh Amir Syakib Arsalan yang ketika itu sedang berada di Cordoba.
Tiba dari Cordoba, Syakib Arsalan menjawabnya secara berseri di Al Manar. Pada 1940, Rasyid Ridha mengeditnya. Kemudian memberi kata pengantar dan menjadikannya sebuah buku dengan judul seperti di atas.
Judul bahasa Arabnya Limadza taakhara al muslimun, walimadza taqoddama ghoiruhum. Pada 1954 buku ini diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia oleh H Munawar Chalil dengan judul: Mengapa kaum muslim mundur dan kaum selainnya maju.
Tiga Belas Jawaban
Inilah jawaban Syakib Arsalan. Pertama, hilangnya karakteristik unggul iman, takwa, teguh dengan identitas dan nilai-nilai sendiri. Kedua, hilangnya ketaatan kepada pemimpin. Ketiga, tidak ada lagi sifat pemberani, rela berkorban, dan cinta ilmu (sehingga kebodohan dan kejumudan di mana-mana).
Keempat, terjangkiti penyakit wahm (cinta dunia dan takut mati). Kelima, pengecut. Keenam, ikhtiarnya begitu rendah sehingga tidak pantas jika Allah memberi karunia kepada umat yang jumud dan pemalas karena menyalahi sunnatullah itu sendiri. Ketujuh, kerusakan moral dan budi pekerti.
Kedelapan, kurang rela berkorban harta. Kesembilan, banyaknya ulama yang mendekati penguasa sehingga tidak ada penegur jika penguasa salah, atau malah memberikan fatwa yang merusak agama. Kesepuluh, minder dengan identitasnya sendiri dan cenderung mengikuti peradaban yang bertentangan.
Kesebelas, menjadikan Islam sebagai agama akhirat saja dan sangat abai dengan kehidupan dunia. Keduabelas, anti ilmu hitung, IPA, dan filsafat karena menganggap bukan berasal dari Islam, padahal cendekiawan muslim penemu aljabar dan dasar-dasar kedokteran. Ketigabelas, dianggap semuanya itu sudah takdir Allah sehingga kurang kuat berikhtiar.
Penjelasan Abul Hasan Ali an-Nadwi
Buku lainnya Madza Khasiral ‘Alamu Binhithaathil Muslimin (Kerugian dunia karena kemunduran kaum muslimin) karya Abul Hasan Ali an-Nadwi kurang lebih juga membahas sebab-sebab kemunduran kaum muslimin.
Untuk mengembalikannya, kata ilmuwan muslim India yang banyak mendapat penghargaan dunia ini, harus ada figur yang mengangkat kepercayaan dan kebanggaan umat ini kepada agamanya. Bahwa agama adalah solusi.
Dan Ahad lima hari lalu, Wapres Ma’ruf Amin membuat pernyataan yang menohok. ”Cara berpikir yang konservatif menjadi salah satu penyebab mengapa negara-negara berpenduduk mayoritas muslim masih tergolong underdevelopment countries dan mengalami ketertinggalan dalam ekonomi, pendidikan, dan lain sebagainya,” katanya saat menyampaikan ceramah yang disiarkan TVRI dari kediaman Wapres di Jakarta.
Seperti biasa ada yang pro-kontra terhadap otokritik seperti ini. Yang terbaik menurut saya mengambil pelajarannya, mengambil hikmahnya, lesson learned-nya. Bahwa ada PR besar bagi kaum muslimin yang belum terjawab hingga sekarang ini. Karena itu, menyelesaikannya pun perlu ghirah dan langkah besar. Siap?
Editor Sugeng Purwanto