PWMU.CO-Imam Hambali. Nama lengkapnya Ahmad bin Muhammad bin Hanbal bin Hilal. Lahir di Baghdad, Rabiul Awal tahun 164 H/780 M. Keluarganya kalangan terpandang menjadi pejabat pemerintah.
Ayahnya pimpinan militer di Khurasan yang meninggal dalam pertempuran melawan Bizantium. Saat itu Imam Ahmad bin Hanbal masih anak-anak. Kakeknya, Hanbal bin Hilal gubernur di Persia pada masa Dinasti Umayyah.
Ibunya yang mengajari al-Quran dan hadits sejak usia anak-anak di Persia kemudian pindah ke Baghdad. Umur 19 tahun, Ahmad bin Hanbal meninggalkan kotanya untuk mencari guru ke Kufah, Basrah, Makkah, Madinah, Yaman dan Syam. Berguru kepada ahli hadits dan meneliti kesahihan sanadnya. Masa ini masih diperintah Khalifah Harun ar-Rasyid.
Guru-guru yang didatangi seperti Imam Syafi’i yang diikutinya hingga tinggal di Baghdad. Keduanya juga bertemu di Mekkah saat musim haji. Lalu Syeikh Abu Yusuf, murid Abu Hanifah. Syeikh Abdur Razzaq, penyusun kitab hadits.
Imam Syafi’i memuji kecerdasan Ahmad bin Hanbal yang menguasai ilmu fikih, hadits, dan zuhud. Gurunya itu mengusulkan ke khalifah agar mengangkat Imam Hambali menjadi qadi di Yaman. Tapi Imam Hambali menolak dengan alasan ingin berguru kepada Imam Syafi’i kok malah disuruh jadi qadi.
Ketika Imam Syafi’i wafat, Imam Hambali baru membuka halaqah pengajian mengajarkan al-Quran dan hadits kepada murid-muridnya. Di antara muridnya itu ada al-Bukhari, Muslim, dan Abu Dawud.
Melawan Muktazilah
Di zaman itu pemikiran Muktazilah yang rasional, ra’yu, yang didasari dari ilmu filsafat Yunani berkembang dominan memengaruhi tafsir Quran dan kaidah fikih. Debat keagamaan pun berkembang makin ramai antar golongan yang berbeda aliran pemikiran di Baghdad dan kota lain yang banyak ulamanya.
Pemikiran ini juga dianut pemerintah mulai masa Khalifah Al Makmun, al-Mu’tashim, dan al-Watsiq setelah zaman Khalifah Harun ar-Rasyid. Salah satu pemikiran yang jadi perdebatan adalah khalqiyatul Quran atau pandangan al-Quran adalah makhluk.
Menurut pandangan ini, Allah itu bersifat absolut yang berbeda dengan sesuatu apa pun. Allah memiliki sifat kalam tetapi bicara, suara, dan bahasa Allah beda dengan manusia atau sesuatu apa pun. Al-Quran adalah kalam Allah yang telah diungkapkan dan dibahasakan menurut lisan Arab bukan bahasa Allah. Karena itu al-Quran itu makhluk bukan kalam Allah itu sendiri.
Konsekuensi dengan pandangan ini maka al-Quran itu bersifat relatif yang dipengaruhi oleh pemahaman Nabi Muhammad saat menerima kalam Allah kemudian menerjemahkan dalam bahasa Arab sesuai tradisi dan pengetahuan di mana Nabi hidup. Dengan demikian menurut kelompok ini al-Quran tidak qadim, abadi, seperti Allah. Namun bisa berubah atau musnah seperti sifat makhluk.
Sementara paham ahlul hadits meyakini al-Quran itu kalam Allah sendiri yang diturunkan dalam bahasa yang dipahami manusia. Seperti dikisahkan dalam al-Quran, Allah berbicara kepada Nabi Musa (an-Nisa: 164, al-A’raf: 143) atau bicara kepada Nabi Ibrahim (ash-Shafat: 104-105)
Menurut pandangan ini, al-Quran itu bersifat qadim, abadi, karena kalam Allah mengikuti sifat Allah yang mutlak. Tidak berubah, selalu terjaga oleh Allah, mengandung sepenuhnya maksud Allah, dan berlaku sepanjang zaman.
Dipenjara dan Disiksa
Sekitar tahun 833 M perdebatan itu mencapai puncaknya ketika pemerintah masa Khalifah al-Mu’tashim campur tangan dalam perdebatan ini. Ini berkat kedekatan ulama Muktazilah ke istana dan menjadi pembisik khalifah. Pemerintah memaksakan satu tafsir pandangan kepada semua rakyat dan ulama bahwa al-Quran itu makhluk.
Rakyat yang berbeda pandangan dituduh menghina, berpaham sesat, dan memberontak kepada penguasa terkena hukuman penjara dan siksaan sampai mati. Maka para ulama dikumpulkan mengikuti seleksi ideologi. Dipaksa mengakui bahwa al-Quran adalah makhluk. Ulama yang mencari selamat langsung saja menurut, berubah haluan.
Ketika Imam Ahmad bin Hanbal dipanggil, dia menentang paham khalqiyatul Quran. Tak pelak dia mendapat hukuman cambuk dan penjara. Ketika penguasa beralih ke Khalifah al-Watsiq, Imam Hambali disingkirkan dari ibukota Baghdad.
Penguasa berganti turun kepada Khalifah Al Mutawakkil yang menghapuskan paksaan doktrin khalqiyah Quran. Penderitaan Imam Hambali berakhir. Dia dibebaskan. Khalifah menghormati prinsipnya yang memegang teguh pendapat meskipun dipenjara.
Imam hambali mengumpulkan hadits dalam kitab Musnad Ahmad berisi 40 ribu hadis yang telah diseleksinya. Hadits ini dikumpulkan dari para perawi dari Kota Kufah, Basrah, dan negeri Hijaz. Kitablainnya seperti al-Ilal, al-Tafsir, an-Nasikh wa al-Mansukh, az-Zuhd, al-Masa`il, Fadho`il as-Shahabah. Argumentasi debatnya juga dibukukan dalam kitab ar-Radd ala al-Jahmiyah wa az-Zindiqah (Bantahan kepada Jahmiyah dan Zindiqah).
Di akhir hayatnya Imam Hambal menderita sakit. Sepuluh harikemudian wafat pada tanggal 22 Rabiul Awal tahun 241H/855 M dalam usia 75 tahun. (*)
Penulis/Editor Sugeng Purwanto