Gunung Es Donasi Covid-19 Muhammadiyah ditulis oleh Prima Mari Kristanto, akuntan yang tinggal di Kota Lamongan, Jawa Timur.
PWMU.CO – Muhammadiyah Covid-19 Command Centre (MCCC) secara periodik melakukan update data donasi warga persyarikatan dalam penanggulangan Covid-19.
Data yang dirilis meliputi nominal rupiah yang dikeluarkan, jumlah jiwa penerima manfaat, paket sembako yang disalurkan dan lain-lain. Data ter-update per 26 Mei 2020 pukul 20.00 WIB menyebutkan sebesar Rp 149.121.734.496.
Data tersebut disertai catatan belum termasuk biaya operasional rumah sakit, klinik, dan balai pengobatan Muhammadiyah dan Aisyiyah seluruh Indonesia.
Catatan yang sangat menarik di mana biaya yang dikeluarkan amal usaha kesehatan belum atau tidak dimasukkan. Hal demikian bukan berarti amal usaha kesehatan tidak memiliki data atau tidak mencatat.
Perlu diketahui amal usaha kesehatan merupakan salah satu AUM (amal usaha Muhammadiyah) yang berusaha paling serius menjalankan administrasi dan standar akuntansi. Tidak atau belum dimasukkannya biaya operasional amal usaha kesehatan dalam rekapitulasi data donasi Covid-19 karena biaya tersebut konon akan diganti oleh kementerian kesehatan.
Piutang Tak Tertagih
Dengan demikian biaya tersebut bersifat piutang Muhammadiyah/Aisyiyah kepada pemerintah cc kementerian kesehatan. Piutang persyarikatan pada pemerintah sebagai hal biasa, apalagi sejak era BPJS Kesehatan secara fluktuatif piutang persyarikatan pada pemerintah berada pada angka kisaran Rp 1,2 trilyun.
Sebuah kondisi yang harus dihadapi dengan tabah, kuat, ikhlas, dan cerdas dalam memutar roda operasional amal usaha kesehatan. Pun jamaknya dalam transaksi utang-piutang sering terjadi dan standar akuntansi juga mengakui adanya piutang tidak tertagih.
Penyebab piutang tidak tertagih selanjutnya baru bisa dibebankan sebagai biaya operasional yang sesungguhnya. Biaya bersifat aktual bukan kas yang kejadian pengeluaran kasnya sudah terjadi pada periode sebelumnya tetapi baru diakui setelah piutang tidak diakui.
Kejadian demikian sering terjadi akibat perbedaan persepsi tindakan atau obat-obatan yang diberikan kepada masyarakat penerima layanan. Fenomena gunung es selalu adanya penampakan yang terlihat kecil di atas permukaan laut namun besar sekali di bawah.
Gunung es donasi penanganan Covid-19 selain dari biaya operasional amal usaha kesehatan yang belum tercatat ditengarai banyak pula berasal dari spontanitas cabang, ranting, organisasi otonom, dan perseorangan yang enggan melaporkan.
Ciri khas sebagian kaum Muslimin yang ikhlas dan tidak mengabarkan kebaikannya tidak bisa dipersalahkan. Meskipun demikian update data donasi yang telah dilakukan MCCC patut diacungi jempol sebagai bentuk transparansi dan akuntabilitas.
Keterbukaan informasi bukan lagi sebagai bentuk pamer atau riya’. Dalam kehidupan masyarakat yang modern milenial dan semakin berkemajuan, transparansi menjadi kebutuhan dan budaya tabayun untuk memperkuat hubungan di dalam masyarakat dan organisasi.
Keterbukaan informasi dan data menjadi harta big data paling berharga dalam abad informasi era ekonomi 4.0 melebihi harga sumber daya alam suatu bangsa. Semoga persyarikatan semakin berkemajuan dengan semakin peduli pada data terkait persyarikatan. Wallahu alam bi ashshawab (*)
Editor Mohammad Nurfatoni.