Kata Ahli tentang Herd Immunity dan New Normal ditulis oleh Kontributor PWMU.CO Isrotul Sukma, berdasarkan hasil wawancara dengan Prof Dr Maksum Radji M Biomed Apt, ahli Mikrobiologi Klinis di Fakultas Farmasi Universitas Indonesia.
Prof Maksum Radji yang juga Pembina Pondok Babussalam Socah, Bangkalan, Madura itu, diwawancarai secara daring oleh PWMUU.CO Rabu (27/5/2020).
PWMU.CO – Grafik pertambahan kasus baru Covid-19 masih terus menanjak. Di dunia, sampai dengan 27 Mei 2020, jumlah kasus mencapai angka lebih dari 5 juta dan telah menyebabkan kematian sebanyak lebih dari 353 ribu orang.
Di Indonesia, total kasus tercatat lebih dari 23 ribu, dengan jumlah kematian sebanyak lebih dari 1.400 orang. Sedangkan kasus baru, rata-ratanya masih sangat tinggi, bahkan pernah mencapai 686 kasus baru pada 27 Mei 2020.
Beberapa hari terakhir ini muncul anggapan, pemerintah Indonesia akan membiarkan penyebaran virus Corona baru SARS-CoV-2 menuju herd immunity.
Kesan ini ditangkap oleh masyarakat akibat pemerintah mulai melonggarkan PSBB. Seperti membuka transportasi, pusat perbelanjaan ramai kembali, dan membuka kembali kebijakan ekonomi dan perdagangan, serta sektor ekonomi lainnya. Lantas, apakah yang dimaksud dengan the new normal dan herd immunity?
Apa Itu Herd Immunity?
Herd Immunity adalah suatu kondisi di mana sebagian besar orang dalam sebuah populasi memiliki kekebalan terhadap penyakit infeksi sehingga efektif dalam menghentikan penyebaran penyakit infeksi.
Menurut Prof Gypsyamber dari Johns Hopkins Bloomberg School of Public Health, herd immunity adalah kekebalan kelompok yang dicapai oleh populasi tertentu, ketika sebagian besar populasi kebal terhadap suatu penyakit menular.
Herd immunity ini memberikan perlindungan secara tidak langsung bagi mereka yang tidak kebal terhadap penyakit, akibat dari sebagian besar penduduknya telah memiliki kekebalan terhadap penyakit infeksi tertentu.
Jika 80 persen populasi kebal terhadap virus tertentu—yang disebabkan terbentuknya antibodi spesifik setelah sembuh dari infeksi virus tersebut atau mendapatkan vaksinasi—maka mereka akan kebal dan tidak akan menyebarkan penyakit infeksi tersebut. Dengan herd immunity ini, penyebaran penyakit menular akan dapat dikendalikan.
Namun, tergantung pada tingkat virulensi suatu penyakit infeksi. Umumnya diperlukan 70-90 persen populasi yang kebal untuk mencapai suatu herd imunity.
Herd Immunity Solusi Covid-19?
Seperti halnya penyakit infeksi lainnya, ada dua cara untuk mencapai herd immunity. Pertama, sebagian besar penduduk dibiarkan terinfeksi dan yang kedua sebagian besar penduduk mendapat vaksin yang spesifik, yang memberikan kekebalan terhadap virus Covid-19.
Menurut WHO, kemungkinan vaksin baru ada pada akhir tahun 2021. Para ahli memperkirakan dengan terpaparnya setidaknya 70 persen populasi terhadap virus Covid-19, maka mereka akan memperoleh kekebalan tubuh terhadap Covid-19, sehingga bisa didapatkan herd immunity.
Namun demikian, untuk virus Corona baru SARS-CoV-2—virus penyebab Covid-19—cara ini bukan yang dianjurkan, bahkan harus dihindari untuk virus Covid-19. Bila tidak, maka dengan membiarkan orang bebas terpapar, akan menimbulkan dampak yang sangat tidak diinginkan. Yaitu berupa tingkat kematian yang amat tinggi.
Apalagi belum ada bukti klinis yang lengkap apakah seseorang yang telah terinfeksi Covid-19 memiliki kekebalan tetap terhadap virus penyebab Covid-19.
Konsekuensi Pembiaran Penyebaran Covid-19
Bila kita tidak konsisten dalam menahan laju penyebaran virus Covid-19, maka diperkirakan dapat menimbulkan akibat buruk. Kasus infeksi Covid-19 dapat melonjak tajam dalam hitungan minggu.
Keadaan ini akan diperparah manakala kasus Covid-19 sedemikian tinggi, dapat membuat rumah sakit dan fasilitas kesehatan akan semakin kewalahan. Sehingga dapat menyebabkan tingkat kematian yang amat tinggi, karena pasien tidak tertangani dengan baik.
Perlu diingat, tata laksana penanganan kasus Covid-19 ini berbeda dengan dengan kasus infeksi lainnya, yang tidak memerlukan ruang isolasi khusus. Atau APD berlapis-lapis yang harus dikenakan oleh para tenaga medis. Bisa dibayangkan apabila situasi ini terjadi, di mana faskes tidak lagi dapat menampung korban Covid-19.
Para tenaga medis sudah sampai pada tingkat kelelahan yang tinggi dan jumlah tenaga medis yang masih terbatas seperti saat ini, akibatnya dapat diperkirakan apa yang akan terjadi. Bahkan kemungkinan petugas pemulasaran jenazah korban Covid-19 pun akan kewalahan dan kelelahan.
Dibandingkan dengan jenis penyakit infeksi lainnya, misalnya cacar air, sebelum vaksin varicella dikembangkan, atau untuk penyakit infeksi lainnya yang kurang parah, pendekatan herd immunity dapatan secara alamiah ini, mungkin dapat diterima. Tetapi untuk SARS-CoV-2 sangat berbeda.
Covid-19 Berbeda dengan Penyakit Infeksi Lainnya
Covid-19 memiliki risiko penyakit parah dan bahkan kematian yang jauh lebih tinggi. Tingkat kematian untuk Covid-19 belum diketahui secara pasti. Namun dari data saat ini, menunjukkan tingkat mortalitas Covid-19 sekitar 10 kali lebih tinggi daripada wabah flu.
Kasus kematian juga lebih tinggi di antara kelompok rentan seperti lansia dan orang dengan adanya komorbiditas atau penyakit penyerta lainnya. Seperti jantung, kelainan ginjal, hipertensi, obesitas, diabetes, kanker, wanita hamil, dan pada orang dengan sistem kekebalan yang lemah. Itulah kenapa herd immunity sangat perlu dihindari dalam kasus Covid-19.
Bahkan Badan Kesehatan Dunia (WHO) mengatakan bahwa teori herd immunity terkait wabah virus Corona, sebagai konsep yang berbahaya.
WHO Emergencies Director Dr Mike Ryan menjelaskan salah satu konferensi pers virtual di Geneva. Ia mengatakan, manusia bukanlah sekawanan ternak. Sehingga membiarkan mereka terinfeksi virus yang menyebabkan Covid-19 merupakan tindakan yang sangat berbahaya.
Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah penduduk Indonesia tahun 2020 diproyeksikan berkisar 271 juta jiwa. Sedangkan jumlah usia produktif diperkirakan sebesar 64 persen.
Jika pemerintah akan membiarkan warga yang berusia produktif ini, yaitu yang umurnya 45 tahun ke bawah termasuk mahasiswa dan pelajar, tanpa membekali ketentuan protokol kesehatan. Maka bisa dibayangkan berapa banyak yang akan terpapar wabah Covid-19.
Bila 70 persen dari golongan usia produktif ini saja akan terpapar Covid-19, melalui herd immunity bisa dibayangkan akan fantastis sekali jumlahnya.
Langkah-Langkah Pencegahan Meluasnya Covid-19
Lonjakan kasus positif secara nasional hendaknya menjadi pelajaran penting bagi kita semua bahwa ketidakpatuhan masyarakat dapat memicu terjadinya gelombang kedua penyebaran Covid-19 di Indonesia.
WHO telah memperingatkan, kemungkinan Covid-19 ini akan tetap berada di lingkungan kita dalam waktu yang panjang sampai ditemukannya vaksin yang spesifik. Oleh sebab itu ada beberapa langkah yang perlu terus dilakukan untuk mencegah wabah Covid-19 ini agar tidak eksplosif.
Pertama, pemerintah harus konsisten dalam kebijakannya melindungi masyarakat. Hal ini dalam memasuki kehidupan yang tidak akan sepenuhnya “normal” seperti kehidupan sebelum wabah Covid-19. Sampai vaksin dapat dikembangkan dan didistribusikan secara luas.
Kedua, pemerintah perlu memetakan kesiapannya dalam memasuki kondisi the new normal. Pola hidup the new normal adalah penyesuaian tatanan hidup normal dalam upaya mencegah penyebaran Covid-19.
Skenario kebijakan strategis the new normal di tengah pandemi Covid-19 perlu disosialisasikan kepada masyarakat, termasuk tahapan-tahapannya dalam melonggarkan penerapan pembatasan sosial berskala besar (PSBB).
Ketiga, pemerintah perlu menekankan, the new normal adalah perubahan perilaku untuk tetap menjalankan aktivitas normal. Namun tetap menerapkan protokol kesehatan untuk mencegah penularan Covid-19.
Oleh sebab itu, jaga jarak, menggunakan masker dan pola hidup bersih akan menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari. Bila intervensi pemerintah tidak konsisten dan implementasi dari the new normal ini tidak didukung dan dipatuhi oleh masyarakat, maka sangat mungkin berpotensi terjadinya lonjakan penambahan kasus baru yang dapat berujung pada kematian.
Menyikapi Anjuran WHO
Setiap negara yang berencana melakukan pelonggaran pembatasan terkait wabah Covid-19 harus dilakukan secara bertahap. WHO juga menyarankan agar setiap langkah menuju transisi the new normal harus dipantau dan dievaluasi oleh otoritas kesehatan dan lembaga terkait lainnya.
Protokol WHO untuk memasuki masa the new normal antara lain, pemerintah harus membuktikan transmisi virus Corona sudah dapat dikendalikan, rumah sakit dan faskes mampu menangani pasien Covid-19 dengan baik. Dan risiko penularan wabah sudah terkendali terutama di tempat dengan kerentanan tinggi.
Selain itu juga sudah ada protokol pencegahan di lingkungan kerja, seperti menjaga jarak, cuci tangan, dan etika saat batuk, serta mengimbau masyarakat untuk berpartisipasi dalam masa transisi the new normal.
Juru bicara pemerintah untuk penanganan Covid-19 Achmad Yurianto menegaskan, sampai saat ini belum ada kebijakan pelonggaran PSBB di Indonesia. Apalagi pembiaran penularan Covid-19 dalam masyarakat.
Pemerintah justru sedang mempersiapkan langkah-langkah strategis pada berbagai kementerian, menuju kehidupan new normal yang lebih menitikberatkan pada perubahan budaya masyarakat untuk terbiasa berperilaku hidup sehat.
Walaupun demikian, dalam waktu beberapa pekan ke depan, dengan mempertimbangkan berbagai kepentingan terutama dari aspek ekonomi dan bisnis serta ketahanan ekonomi masyarakat, kemungkinan pemerintah akan mulai melakukan pelonggaran pembatasan yang berkaitan dengan wabah Covid-19.
Pentingnya Disiplin Warga
Untuk itu, Maksum Radji mengajak semua untuk tetap memperhatikan dan mematuhi protokol kesehatan, yang selama ini telah kita lakukan.
“Marilah kita tetap dalam kebiasaan seperti rajin mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir, menggunakan masker saat berpergian di luar rumah, menghindari kerumunan massa, dan juga menjaga jarak fisik saat berinteraksi dengan orang lain (physical distancing),” jelasnya.
Ia mengkhawatirkan, karena ketidakpatuhan masyarakat, Indonesia akan masuk pada gelombang kedua penularan wabah Covid-19 yang lebih parah. “Semoga dengan terus mematuhi anjuran protokol kesehatan dan mempertahankan pola hidup sehat, kita dapat memasuki tatanan normal yang baru, the new normal,” tuturnya.
Ia berharap semoga dengan ikhtiar yang kita lakukan, seraya menyandarkan doa memohon pertolongan kepada Allah, wabah Covid-19 ini segera berlalu dari muka bumi. Amin.
Semoga artkel Kata Ahli tentang Herd Immunity dan New Normal ini bermanfaat! (*)
Co-Editor Ria Pusvita Sari. Editor Mohammad Nurfatoni.