PWMU.CO– Gadis Australia, Zahra Fielding, tidak menyangka menemukan Islam saat bermain game online. Game of Sultans yang diunduhnya merupakan simulasi role-playing atau memainkan peran dalam sebuah kekaisaran.
Seperti dilaporkan abc.net.au, setelah memainkan, menurut dia, game itu tidak sexy seperti iklannya. Justru berdampak pada kehidupannya. ”Saya mengunduh game itu karena penasaran. Saya melihatnya di iklan Facebook,” kata Zahra yang bermukim di Brisbane.
”Game ini hadir di momen terpenting kehidupan saya. Sebelumnya saya merasa kesepian dan tak punya arah. Saya tidak merasa bangga dengan karier, maupun kehidupan pribadi dan sudah lama melajang,” tutur muallaf yang baru berjalan lima bulan ini.
Memainkan game ini melibatkan kerja sama kelompok untuk mengalahkan musuh. Zahra bergabung dalam kelompok yang berisi lima pemain perempuan dari Australia dan Asia.
Salah satu pemain dalam kelompok Zahra adalah Kim Assikin, perempuan dari Singapura yang beragama Islam. ”Ketika kami mulai bertukar pesan, saya langsung merasa nyambung berbicara dengannya. Tidak tahu mengapa, tapi kami betul-betul saling sahut-sahutan,” katanya.
Kim awalnya merasa tidak percaya diri ketika memasang fotonya di kelompok chat bernama Discord yang terkenal di kalangan gamers. Karena ia satu-satunya pemain berhijab. ”Saya agak khawatir teman-teman dalam kelompok melihat saya. Apakah mereka akan menghakimi saya karena agama saya?” ujar Kim.
Ternyata kekhawatirannya lenyap. Teman kelompoknya menerima apa adanya malah membantu. Apalagi dia baru kehilangan ayahnya. Bermain game bersama ini memberi hiburan saat berduka.
Prasangka Buruk
Zahra makin dekat dengan Kim. Makin berani membicarakan topik keagamaan. Dia sebelumnya atheis. Pandangannya tentang Islam terkontaminasi pengalamannya di masa lalu.
Dia bercerita, dulu teman baiknya berpacaran dengan pria muslim Afghanistan yang taat. Dia pikir pria itu seorang penindas. Terbukti teman baiknya berubah memakai hijab. Dia juga mendapat gambaran negatif agama Islam di media massa sehingga punya prasangka buruk soal perempuan berhijab.
”Saya pikir hijab adalah lambang penindasan. Tapi saya tidak pernah punya kesempatan bertanya tentang ini kepada siapa pun. Lalu saya bertanya kepada Kim. Ternyata saya salah besar,” tutur gadis Australia ini.
”Seorang perempuan mengenakan hijab, tujuannya agar orang mengenal mereka karena kepribadiannya, bukan karena penampilannya,” tandas Zahra. ”Ini sesuai dengan pandangan saya, dan sesuai dengan pola asuhan saya. Selama ini saya dihakimi berdasarkan penampilan fisik saya.”
Zahra banyak bertanya tentang Islam kepada Kim yang hidup dalam keluarga muslim taat. Dia mengenakan hijab sejak kecil yang dipakaikan oleh ibunya. Kim menjawab sesuai pengalaman dan pengetahuannya. Ketika Zahra banyak bertanya soal Islam, ia berdoa semoga Allah memberi hidayah.
Mencoba Hijab
Di mata Zahra, Kim orangnya tertutup. Tak bicara kalau Islam kalau dia tak aktif bertanya. Karena Kim sadar tak mau tidak mau memaksakan kepercayaannya kepada Zahra.
Menurut Zahra itu justru baik, sebab kalau dia dipaksa masuk Islam, justru dia akan menolaknya. Setelah sekian lama mempelajari Islam, Zahra merasa semakin dekat dengan kepercayaan itu.
Suatu hari Zahra bertanya pada Kim, apakah sopan bila dia mulai memakai hijab? ”Saya ingin tahu bagaimana rasanya mengenakannya,” ujar Zahra.
Beberapa kali mencoba, Zahra semakin percaya diri menutup rambut dan kepalanya di akhir pekan. Lantas mengenakannya di tempat kerja.
”Awalnya tidak ada yang bertanya. Lalu, setelah beberapa hari, beberapa teman kerja mulai penasaran. Mereka bilang, apakah kamu salah potong rambut atau lagi menciptakan tren rambut terbaru?” cerita Zahra sambil tertawa.
Percakapannya ringan saja. ”Ya, sebenarnya saya sedang mempelajari Islam dan tidak yakin apakah saya harus mulai mengenakan hijab atau tidak. Jadi saya sedang mencari jawabannya,” jawabnya kepada teman-temannya.
Mengucapkan Syahadat di Masjid Kuraby
Sejak awal tahun 2020, Zahra mulai shalat di Masjid Kuraby Brisbane dan mengucapkan kalimat syahadat. Zahra percaya semua orang sebetulnya lahir sebagai muslim. Katanya, dia tidak berganti agama, namun kembali ke agama Islam.
”Saya memberitahu kepada teman muslim yang membantu saya ketika mengucap kalimat syahadat bahwa saya tertarik untuk dijodohkan karena saya lelah disakiti dan ingin langsung bersuami saja,” tuturnya.
Teman Islam di Australia-nya membantu melengkapi profilnya dalam sebuah aplikasi pernikahan muslim. Kali ini, ia sudah menemukan tunangan lewat online.
”Tunangan saya bertugas mengedit konten digital dalam sebuah organisasi Islam di Kuala Lumpur. Dia bilang kalau dia sangat tertarik pada cerita saya dan ingin tahu proses saya menemukan Islam,” ucapnya.
Setelah beberapa hari chatting, akhirnya dia pikir OK. Dia ingin mencoba dan menjaga agar hubungan ini terjaga syariat. Melalui video call, mereka mengenalkan keluarga masing-masing. Zahra menyatakan berencana pindah ke Malaysia untuk menikah setelah lockdown wabah Covid-19 berakhir.
Kim mengatakan akan hadir dalam pernikahan Zahra dan insyaallah siap bertemu dengan teman gamer-nya untuk pertama kali di pernikahannya itu. (*)
Editor Sugeng Purwanto