
PWMU.CO– Kisah Halimah As Sa’diyah, ibu susuan Rasulullah Muhammad saw, menceritakan tradisi orang-orang desa di luar kota Mekkah yang memberikan jasa menyusukan bayi-bayi orang kota. Orang-orang desa badui ini mengajarkan tradisi dan bahasa Arab asli yang masih terjaga.
Salah satunya adalah Halimah binti Abu Dzuaib As-Sa’diyah. Dia dari Bani Sa’ad bin Bakr. Nama perempuan desa ini menjadi terkenal dan menempel abadi dalam cerita sejarah karena satu bayi yang dia susui adalah orang besar sepanjang zaman. Sebenarnya Tsuwaibah, budak Abu Lahab juga ibu susuan Nabi selama empat bulan. Tapi nama Halimah as Sa’diyah paling terkenal.
Kisah Halimah as Sa’diyah diceritakan dalam buku Sirah Ibnu Hisyam. Suatu hari Halimah dan suaminya meninggalkan desa bersama rombongan perempuan Bani Sa’ad menuju kota Mekkah mencari anak-anak untuk disusui. Perempuan-perempuan ini juga membawa anak kecil yang masih disusui. Termasuk Halimah.
Waktu itu musim kering. Dia dan suaminya berangkat naik keledai putih dan unta tua. Di perjalanan malam hari anak-anak kecil yang dibawa rewel karena lapar. Air susu tidak mengenyangkannya. Orang dewasa pun merasakan lapar karena bekal menipis. Unta tua yang dibawa hanya mengeluarkan susu sedikit.
Tiba di Mekkah mereka berharap segera mendapatkan bayi sehingga bisa membawa upah untuk pulang ke desa. Mereka umumnya mencari keluarga kaya karena imbalannya cukup besar.
Keluarga Abdul Muththalib juga menawarkan untuk menyusui bayi Rasulullah saw. Tapi perempuan-perempuan Badui menolak sebab bayi itu yatim. ”Anak yatim? Apa yang bisa diberikan ibu dan kakeknya?” kata mereka.
Bayi Penuh Berkah
Hari itu semua perempuan Bani Sa’ad telah mendapatkan bayi susuan kecuali Halimah. Mereka memutuskan pulang. Tapi Halimah berkata kepada suaminya,”Demi Allah, aku tidak pulang bersama teman-temanku tanpa membawa bayi yang bisa aku susui. Aku akan pergi kepada bayi yatim itu.”
Suaminya berkomentar,”Kamu tidak salah kalau mau melakukannya. Mudah-mudahan Allah memberi kita keberkahan dengan anak yatim itu.”
Suami istri ini menemui keluarga Abdul Muththalib untuk menerima tawaran menyusui bayi yatimnya. Lantas Halimah dan suaminya membawa ke pondok istirahatnya. Di sini Halimah menyusui bayi yatim itu hingga kenyang dan tertidur.
Malam itu suaminya memeriksa unta tuanya untuk persiapan pulang ke desa esok pagi. Betapa terkejutnya dia, susu unta tua yang selama ini kempis tampak penuh. Dia pun memerahnya. Diminumnya bersama istrinya hingga kenyang. Mereka menghabiskan malam itu dengan perasaan senang.
Esok pagi kabar unta tua ini menghebohkan teman-temannya. ”Demi Allah, Halimah, kamu telah mendapatkan anak yang penuh berkah,” ujar mereka.
”Aku juga berharap demikian,” balas Halimah.
Dalam perjalanan pulang keledai dan unta tua Halimah bisa berjalan cepat mendahului rombongannya. Teman-temannya pun berteriak, Hai putri Abu Dzuaib, berjalanlah pelan-pelan. Bukankah ini keledai yang sama kamu bawa kemarin?”
Halimah dan teman-temannya heran keledai ini terasa beda sewaktu dikendarai pulang. Menjadi lebih sehat, kuat, dan gesit.
Tiba di desa Bani Sa’ad, keluarga Halimah mendapati keberkahan lagi. Kambing piaraannya menghasilkan susu yang banyak dan perutnya menggembung kenyang. Padahal di musim kering seperti ini susah mendapatkan dedaunan dan rumput untuk makanan kambing.
Orang-orang desa sampai heran dan menyuruh penggembalanya mengikuti kambing-kambing Halimah mencari rumput. Begitulah keberkahan ini berjalan hingga dua tahun. Bayi Muhammad tumbuh besar, sehat, dan tegap. Saat itu waktunya untuk menyapih.
Peristiwa Mengkhawatirkan
Tapi ada peristiwa yang membuatnya menjadi khawatir. Saat itu Muhammad kecil bersama saudara sesusuannya menggembala kambing milik di belakang rumah. Tiba-tiba saudaranya datang dengan berlari melaporkan sesuatu yang gawat.
”Saudaraku dari Quraisy diambil dua orang berpakaian putih. Kemudian keduanya membaringkan. Membelah perutnya,” cerita anak itu.
Halimah dan suaminya langsung keluar mencari Muhammad. Dijumpainya anak itu berdiri dengan wajah pucat. Langsung dipeluknya. ”Apa yang terjadi denganmu, anakku?” tanya Halimah.
Muhammad menjawab, ”Dua orang berpakaian putih datang kepadaku. Keduanya membaringkanku, membelah perutku, dan mencari di dalam perutku sesuatu yang tidak aku ketahui.”
Suaminya berkata,”Halimah, aku khawatir anak ini sakit. Kita antarkan anak ini kepada keluarganya.”
Esoknya Muhammad diserahkan kepada ibunya, Aminah, di Mekkah. Ibunya berkata, ”Kenapa kamu mengantarkan kepadaku, padahal sebelumnya kamu meminta ia tinggal denganmu?”
Halimah menjawab,”Allah telah membesarkan anakku. Aku sudah menyelesaikan apa yang menjadi tugasku. Aku takut karena banyak kejadian padanya. Jadi ia aku kembalikan kepadamu.” Kemudian Halimah menceritakan kejadian dua orang yang membawa anaknya itu.
Ibunya berkata,”Apakah kamu takut setan mengganggunya? Tidak, demi Allah. Setan tidak mendapatkan jalan untuk masuk kepadanya. Sesungguhnya anakku akan menjadi orang besar di kemudian hari.”
Ibunya lantas bercerita, ketika mengandungnya, dia melihat sinar keluar dari perutnya. Dari sinar itu bisa dilihatnya istana-istana Busra, Syam menjadi bercahaya. Saat mengandungnya terasa ringan dan mudah melahirkannya. (*)
Editor Sugeng Purwanto
Discussion about this post