PWMU.CO– Vasco da Gama dan pelaut Eropa sezamannya sebenarnya tidak pernah tahu ada dunia di sebelah timur. Mereka menyangka komoditas seperti sutra, lada, jahe, cengkih berasal dari tanah Arab. Sebab barang-barang itu diperoleh dari perdagangan di negeri Syam yang dibawa oleh kafilah Arab.
Baru setelah Kerajaan Andalusia dihancurkan oleh pasukan Portugis dan Spanyol baru mereka paham ternyata barang-barang itu berasal dari dunia yang lebih timur lagi dari tanah Arab. Pengetahuan ilmu bumi mereka terbuka ketika membaca buku-buku di perpustakaan Andalusia terutama catatan perjalanan pelaut Arab tentang dunia timur.
Salah satu buku itu tulisan Sulaiman as-Sirafi, pelaut dari Siraf, Persia yang ditemukan dan diterjemahkan oleh Rinando, pengarang Spanyol. Buku ini menceritakan detail perjalanan dagang bangsa Arab ke India, Pasai, Jawa, Sulawesi, hingga Tiongkok dalam abad kedua sampai abad kesembilan.
Sulaiman menceritakan keadaan lautan, perdagangan, nama barang-barang, kota-kota pantai Teluk Parsi, India hingga Tiongkok Selatan, peraturan pemerintahan di negeri yang dikunjungi, dan adat istiadatnya.
Sayid Alwi Tahir Al-Haddad dalam buku Sejarah Perkembangan Islam di Timur Jauh menceritakan, buku terjemahan Rinando itu mengejutkan orang-orang Eropa. Pengetahuan mereka yang gelap tentang peta dunia menganggap buku itu sebagai cerita dusta dan khayalan pengarangnya.
Setelah Andalusia hancur, muncullah perjanjian Tor de Silas yang membagi dunia timur dikuasai Portugis dan dunia barat milik Spanyol. Maka petualang seperti Vasco da Gama dan Columbus berspekulasi ingin menemukan dunia yang disebut-sebut dengan tanah India.
Christofer Columbus memimpin armada kapal nekat berlayar ke barat hingga mendarat di Bahama. Dia yakin sudah sampai India. Maka disebutnya penduduk setempat sebagai Indian. Sebutan yang sebenarnya salah tapi tetap dipertahankan hingga kini.
Berkenalan dengan Sang Singa Laut
Armada kapal Vasco da Gama dari Lisabon menyeberang ke Ceuta Afrika terus menyusuri pantainya hingga sampai di ujung benua selatan dengan lautan luas terhampar di depan tahun 1497. Tanah ujung itu disebutnya Tanjung Harapan Baik. Dia yakin di seberang samudra lepas itulah terletak tanah India.
Namun kedatangan kapal-kapal Feranggi, sebutan orang Arab untuk bangsa Portugis, membawa musibah bagi penduduk kota di sepanjang pantai yang dilalui seperti Gini dan Muzambik. Kota itu dihancurkan karena pelaut Feranggi ingin menguasai perdagangannya dengan mengusir pedagang Arab, India, nusantara, dan Tiongkok yang sudah bermukim di kota itu.
Inilah masa awal kapitalisme Eropa yang membawa kerusakan dunia. Padahal ketika perdagangan didominasi orang Arab, Tiongkok, dan nusantara, tercipta timbal balik menguntungkan dengan penduduk negeri.
Saat berlabuh di Tanjung Harapan ini, Vasco da Gama mencari pelaut yang mau memandunya ke tanah India. Bertemulah dia dengan pelaut Arab yang berjuluk Asad al-Bahar (Singa Laut) bernama Shihabuddin Ahmad bin Majid Assadi. Entah dibayar berapa pelaut Arab ini bersedia memandu dan memberikan peta laut kepada Vasco de Gama menuju India.
Ketika sudah menemukan jalan ke India, kapal-kapal Feranggi banyak dikirim ke negeri itu di bawah komandan Alfonso da Albuquerque. Misinya kali ini menguasai pelabuhan Goa di negeri Kalikut India, mengusir para pedagang asing di situ dan pasukan Turki Utsmani yang menjaganya. Goa dapat diduduki tahun 1510.
Menaklukkan Malaka
Tujuan Albuquerqe berikutnya menyerang pelabuhan Malaka setahun kemudian. Tahun 1511 dengan armada 18 kapal berisi 1.200 pasukan , pelabuhan Malaka bisa ditaklukkan setelah perang selama dua bulan.
Malaka jatuh memunculkan solidaritas kerajaan-kerajaan Islam nusantara membantu Raja Malaka Sultan Mahmud Syah menguasai lagi pelabuhan itu. Sultan Demak Adipati Yunus mengerahkan angkatan laut menyerbu kaum Feranggi di Malaka tahun 1513 dan 1521 tapi gagal.
Kemenangan di Malaka ini membuat Portugis ingin menguasai Jawa. Tahun 1522 Albuquerqe menerima undangan Raja Pajajaran untuk membangun benteng di pelabuhan itu yang dibarter dengan seribu keranjang lada. Pajajaran perlu memperkuat pelabuhan Sunda Kelapa karena khawatir serbuan pasukan Demak yang sudah menguasai Banten.
Kesempatan ini dimanfaatkan Albuquerque dengan mengirim armada kapal dipimpin Henrique Leme untuk mewujudkan perjanjian itu. Setelah lima tahun kedatangan Portugis membuat Demak mengumpulkan pasukan gabungan bersama Cirebon dan Banten mengusir orang-orang Feranggi ini dari Sunda Kelapa.
Pasukan Portugis dan kapal-kapalnya bisa dihancurkan oleh pasukan pimpinan Panglima Fatahillah. Peristiwa itu terjadi pada 22 Juni 1527. Sunda Kelapa direbut pasukan Demak lalu berganti nama Jayakarta. (*)
Penulis/Editor Sugeng Purwanto