RUU HIP: Isu Komunisme, dan Liberalisme Ekonomi ditulis oleh Prima Mari Kristanto, warga Muhammadiyah tinggal di Lamongan.
PWMU.CO – Pimpinan Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah telah membentuk Tim Pengkaji Rancangan Undang-Undang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP).
Secara resmi hasil kajian tim telah disampaikan lewat konferensi pers Senin (15/6/2020). Intinya PP Muhammadiyah meminta DPR menghentikan pembahasan RUU HIP karena bertentangan dengan UUD 45 dan sejumlah undang-undang.
RUU HIP menimbulkan kontroversi di masyarakat, khsusunya bagi umat Islam. Para pengusul RUU HIP berdalih kebebasan berdemokrasi, berpendapat, pengayaan wawasan, dengan memasukkan Marxisme dan Leninisme sebagai bahan kajian.
Marxisme dan Leninisme bisa masuk RUU HIP karena tidak menyertakan Tap MPRS/XXV/1966 yang menyatakan Marxisme dan Leninisme sebagai satu kesatuan dari ideologi komunisme yang terlarang di Indonesia sebagai rujukan.
Belakangan setelah protes sejumlah tokoh dan ormas Islam karena khawatir akan bangkitnya komunisme, Tap MPRS/XXV/1966 akan dimasukkan sebagai rujukan.
G30S PKI Timbulkan Krisis Ekonomi
Komunisme telah terbukti menghadirkan trauma bagi kehidupan berbangsa, bernegara, dan berekonomi. Akibat G30S PKI tahun 1965, kehidupan ekonomi bangsa nyaris hancur ditandai dengan kelangkaan dan kenaikan harga kebutuhan masyarakat.
Inflasi tahun 1966 mencapai 600-an persen, suatu kondisi hancurnya perekonomian yang akut. Aksi-aksi sepihak dalam bidang ekonomi para pengikut komunisme terbukti mengacaukan tatanan ekonomi.
Aksi-aksi sepihak para kader maupun simpatisan PKI antara lain intimidasi pada pengusaha dan birokrasi dengan sebutan “kabir” (kapitalis birokrat), reformasi agraria, perampasan tanah milik perorangan dan swasta.
Komunisme seringkali bersembunyi atau menyamar sebagai sosialisme. Mohammad Hatta dalam bukunya Pengantar ke Jalan Ekonomi Sosiologi menjelaskan apa itu kapitalisme, sosialisme, dan komunisme.
Sosialisme dan komunisme sepintas sama. tetapi di Indonesia pengikut sosialis mendirikan Partai Sosialis Indonesia (PSI) yang menjadi kawan karib Masyumi.
Adapun kaum komunis bergerak dalam Partai Komunis Indonesia (PKI) yang sangat antipati dengan partai Islam dan partai Nasionalis. Sudah watak dan strategi komunisme untuk menyamarkan gerakan komunisnya.
Sejarah Komunisme Indonesia
Awal masuk Indonesia melalui Surabaya pada tahun 1920 dari tokoh asal Belanda Snevliet menggunakan nama Indische Social Democatie Verenigde (ISDV) hingga melakukan pemberontakan tahun 1926.
Memasuki masa awal kemerdekaan, ketika melakukan aksi di Madiun tahun 1948 menggunakan nama Front Demokrasi Rakyat (FDR). Letnan Kolonel Soeharto yang diberi tugas memantau di Madiun melaporkan bahwa FDR masih menggunakan bendera merah putih dan mengaku setia pada Soekarno-Hatta.
Banyak pihak hampir tidak mengenali FDR sebagai gerakan komunis, kecuali Wakil Presiden Mohammad Hatta yang kenyang dengan literatur sosialis dan komunis sejak menempuh studi di Belanda.
Berkat kejelian Wakil Presiden cc Perdana Menteri Mohammad Hatta, pemerintah mampu mengidentifikasi FDR sebagai gerakan komunis. Sebagai Perdana Menteri, Mohammad Hatta dapat memberikan perintah langsung kepada Tentara Keamanan Rakyat untuk memadamkan gerakan yang dipimpin Muso dan kawan-kawan.
Selanjutnya nama FDR tidak dipakai lagi, kemudian muncul nama Partai Komunis Indonesia (PKI) pada era multi partai tahun 1955 dan mengikuti pemilihan umum pertama.
Komunisme Global
Nama dan istilah partai komunis sendiri sudah ada sejak tahun 1880-an. Istilah partai komunis lahir dari pemikiran “duet maut” Karl Marx dan Friedrich Engel dalam bukunya yang berjudul Manifest der Kommmunistischen Partei.
Adapun Lenin dikenal sebagai sosok yang kali pertama dianggap sukses menjalankan teori partai komunis dalam Revolusi Rusia tahun 1917. Negara baru hasil Revolusi 1917 bernama Uni Soviet bercorak sosialis tidak menggunakan nama negara komunis.
Semakin lama konsep sosialisme yang asli menjadi kabur karena dianggap sama dengan komunisme. Sebagai gerakan politik yang didorong motif ekonomi dengan cara revolusi sosial, komunisme sempat tumbuh subur di Eropa Timur, beberapa negara Amerika Latin, Afrika, dan Asia, termasuk Indonesia. Komunisme menjadi primadona baru setelah era kolonialisme, imperialisme dan Perang Dunia II.
Kegagalan komunisme di Indonesia tahun 1948,1965 dan runtuhnya negara-negara penganut paham komunis tahun 1990-an diawali bubarnya Uni Soviet, Yugoslavia, Jerman Timur, dan lain-lain membuktikan komunisme sudah tidak relevan dalam era milenial.
Dengan kondisi sosial ekonomi bangsa yang terpuruk saat ini, membangkitkan ide-ide Maxisme, Leninisme, bahkan komunisme melalui RUU HIP sebagai euforia set back, mundur ke belakang.
Ancaman Liberalisme
Adapun keterpurukan sosial ekonomi sejak krisis ekonomi 1998 lebih disebabkan praktik liberalisme ekonomi.
Selain RUU HIP, layak dikritisi UU Minerba yang telah disahkan dan RUU Omnibus Law yang dalam proses pembahasan yang diduga kuat mengandung semangat liberalisme.
Peran negara semakin minim dalam penguasaan sumber daya alam untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat dan ketenagakerjaan. Pada pembukaan UUD 1945 telah jelas tertulis bahwa tujuan bernegara antara lain melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa.
Pertanyannya, Apakah RUU HIP mampu mencegah kedatangan tenaga asing besar-besaran? Mampu menghalangi masuknya investasi dan utang luar negeri yang besarnya diatas kebutuhan serta kemampuan membayar? Bisa mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia? Menghadirkan demokrasi yang sehat dan sebagainya
Pancasila yang telah disepakati sebagai Dasar Negara dan landasan idiil pada 18 Agustus 1945 ibarat standar kualitas dalam berbangsa dan bernegara. RUU HIP idealnya terkandung muatan untuk memperkuat standar kualitas, bukan menurunkan standar kualitas hingga menjadi trisila, ekasila, atau satu sila saja. (*)
Editor Mohammad Nurfatoni.