6 Syahadat yang Bawa ke Surga dari 8 Pintu ditulis oleh Ustadz Muhammad Hidayatulloh, Pengasuh Kajian Tafsir al-Quran Yayasan Ma’had Islami (Yamais), Masjid al-Huda Berbek, Waru, Sidoarjo.
عن عبادة بن الصامت رضي الله عنه قال, أن النبي صلى الله عليه وسلم قال: مَن شَهِدَ أَنْ لا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لا شَرِيكَ له، وَأنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ، وَأنَّ عِيسَى عبدُ اللَّهِ وَرَسُولُهُ، وَكَلِمَتُهُ أَلْقَاهَا إلى مَرْيَمَ وَرُوحٌ منه، وَالجَنَّةُ حَقٌّ، وَالنَّارُ حَقٌّ، أَدْخَلَهُ اللَّهُ الجَنَّةَ علَى ما كانَ مِنَ العَمَلِ. قالَ الوَلِيدُ، حدَّثَني ابنُ جَابِرٍ، عن عُمَيْرٍ، عن جُنَادَةَ وَزَادَ مِن أَبْوَابِ الجَنَّةِ الثَّمَانِيَةِ أَيَّهَا شَاءَ. (متفق عليه
Dari Ubadah bin Shamit bahwa Rasulullah bersabda: “Barang siapa yang bersaksi bahwa tiada ilah kecuali Allah yang Maha Esa dan tiada sekutu bagi-Nya, dan bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya. Dan bahwa ‘Isa adalah hamba dan utusan-Nya, dan kalimat-Nya yang disampaikan kepada Maryam dan ruh dari-Nya. Dan surga itu haq, neraka itu haq, Allah akan memasukkannya ke dalam surga atas yang telah diperbuatnya.”
Berkata Walid bercerita kepadaku Ibnu Jabir dari Umair dari Junadah ada tambahan (masuklah ke surga) lewat pintu mana saja dari delapan pintu surga. (Muttafaqun ‘alaih).
Makna Hak
Haq dari kata haqqa yahuqqu haqqan yang bermakna nyata, kebenaran, dan juga hak. Dalam hadits di atas Rasulullah membarikan jaminan bagi umatnya akan dimasukkan ke dalam surga lewat pintu mana saja yang ia kehendaki. Dan hal ini sangat terkait dengan kualitas keyakinan atau keimanannya.
Syahadah merupakan kesaksian atas dasar ilmu. Tanpa ilmu tidak akan dapat bersyahadah dengan benar. Karena syahadah mengandung konsekuensi, baik konsekuensi tidak bersyahadah maupun konsekuensi setelah bersyahadat.
Konsekuensi tidak bersyahadat berarti memang tidak paham terhadap kebenaran (hak) dan akibatnya kehidupan baginya tidak memiliki makna dan arti kecuali hanya bagi kepentingan diri semata, sekalipun seolah berbuat demi orang lain akan tetapi terbersit dalam dirinya adalah semata-mata karena kepentingan pribadi.
Konsekuensi bersyahadah berarti konsisten dengan keyakinannya tanpa berubah dan selalu berada di jalurnya. Dalam hal bersyahadah tiada ilah kecuali Allah, bahwa hanya Allah yang berhak disembah dan diibadahi serta diabdi.
Keyakinan ini mengantarkan dirinya untuk selalau berusaha dalam kehidupannya hanya mengajak orang lain untuk mengabdi kepada Allah. Bukan kepada manusia lainnya termasuk mengabdi kepada dirinya.
Selanjutnya bersyahadah bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan Allah. Bahwa dalam kehidupan beliau sebagai utusan adalah dalam rangka mengemban amanah yang terutama mengajak manusia untuk mengabdi kepada Allah semata.
Dalam rangka beribadah dan mengabdi kepada Allah tersebut, sudah seharusnya seorang hamba mentaati beliau yang telah memberikan uswah dan qudwah atau keteladan bagaimana cara dalam rangka mengabdi kepada Allah.
Dalam hal ini, taat kepada Allah berarti harus taat kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam. Dengan taat kepada Rasulullah maka secara otomatis berarti taat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Hal ini tidak bisa dipisahkan antara ketaatan kepada keduanya.
Dan otoritas keamanahan ini hanya dimiliki oleh Rasulullah yang sudah pasti dijamin ma’shum atau terhindar dari kesalahan, sedangkan selian Rasulullah tidak ada jamina kema’shuman tersebut.
Bersaksi atas Isa Putra Maryam
Sedangkan bersyahadah bahwa Isa adalah hamba dan utusan Allah yang dilahirkan oleh ibunda Maryam tanpa ayah, merupakan keimanan yang menolak keyakinan kaum Nasrani yang sesat. Bahwa beliau seorang nabi dan rasul agar tidak diperlakukan berlebihan yang dianggap sebagai anak Tuhan.
Perlakuan yang berlebihan inilah yang menjadikan mereka tersesat. Mengapa pula kalau memang mereka bertuhankan Allah masih membutuhkan tuhan yang menjelma menjadi manusia? Padahal hal itu sangat musykil, saking tidak logisnya.
Termasuk di antara hikmah kaum muslimin diperintahkan untuk bershalawat kepada Rasulullah—dalam hal ini adalah seolah kita diperintahkan mendoakan Rasulullah untuk diberi rahmah dan berkah dari Allah—adalah agar umat ini tidak terjebak menjadikan Rasulullah sebagaimana nabiyullah Isa ‘alaihissalam.
Walaupun tentu dengan modus yang berbeda, karena kalau kaum Nasrani secara jelas menganggap Isa sebagai anak Tuhan, maka bisa jadi umat ini berbeda penyebutannya akan tetapi perlakuannya sama. Maka dalam hal ini kita harus selalu waspada.
Bersaksi atas Surga dan Neraka
Selanjutnya bersyahadah bahwa surga dan neraka adalah hak. Surga disediakan bagi mereka yang dapat menjaga nilai syahadahnya kepada Allah maupun kepada Muhammad sebagai hamba dan utusan Allah dengan konsekuen. Dan neraka disediakan bagi mereka yang tidak dapat menjaga nilai syahadahnya tersebut.
Syadahah atas surga dan neraka juga menjadi dorongan untuk berhati-hati dalam hidup ini. Tidak merasa enjoy begitu saja terhadap apa yang ada pada dirinya. Akan tetapi selalu tetap memiliki rasa khawatir akan maqbul dan tidaknya pengabdian dirinya dalam kehidupan yang dijalaninya ini. Sehingga selalu merasa was-was sambil terus berharap akan keridlaan Allah SWT.
Dengan syahadah yang benar sebagaimana dalam hadits di atas, dijamin kita akan dimasukkan oleh Allah ke dalam surga lewat pintu mana saja yang kita sukai. Semoga kita termasuk golongan dari hadits di atas. Amin! (*)
Editor Mohammad Nurfatoni.
Tulisan ini adalah versi online Buletin Jumat Hanif edisi 44 Tahun ke-XXIV, 19 Juni 2020/27 Syawal 1441 H. Hanif versi cetak sejak 17 April 2020 tidak terbit karena pandemi Covid-19 masih membahayakan mobilitas fisik.