PWMU.CO-Otak-atik pelajaran Agama menjadi satu dengan Pendidikan Kewarganegaraan membuktikan persekolahan hanya menjadi formalisme Kemendikbud untuk melayani keinginan BPIP yang telah merumuskan bahwa musuh terbesar Pancasila adalah agama.
Hal itu disampaikan Prof Dr Daniel Mohammad Rasyid, Ketua Pendidikan Tinggi Dakwah Islam Jawa Timur dihubungi Jumat (19/6/2020).
Pernyataannya itu menanggapi hasil Focus Group Discussion (FGD) Kemendikbud tentang penyederhanaan Kurikulum-13 yang menggabungkan pelajaran Agama, PKN, dan Kepercayaan jadi satu.
Menurut Daniel, kurikulum sebagai resep tertulis sudah terbukti sering gagal menjadi instrumen teknokratik yang efektif untuk mengubah hasil belajar.
”Dari sekian banyak faktor yang efektif mengubah hasil belajar di antaranya adalah kesiapan murid, guru dan budaya sekolah. Kurikulum hampir tidak memiliki pengaruh apapun,” kata Daniel yang juga dosen di Fakultas Teknik Kelautan ITS.
Dia menegaskan, selama murid tidak disiapkan di rumah oleh keluarganya, gurunya sibuk mengurusi tetek bengek administrasi, dan sertifikasi, serta bermental pegawai, dan budaya sekolahnya tidak menghargai sikap jujur, amanah, cerdas dan peduli maka nilai-nilai agama, budi pekerti, warga negara dan Pancasila hanya menemukan lahan yang kering kerontang untuk tumbuh dalam pribadi murid.
”Fokus pendidikan dasar adalah pengembangan kompetensi dasar sebagai warga yang sehat, bertanggungjawab dan mandiri belajar. Kompetensi ini hanya bisa dikembangkan melalui pengalaman nyata sehari-hari yang diteladankan oleh orangtua, guru dan masyarakat. Tidak melalui tatap muka di kelas berjam-jam,” tandasnya.
Tanggapan Kemendikbud
Sementara Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) Totok Suprayitno membenarkan ada FGD membahas penyederhanaan K-13. Namun, paparan dalam FGD tersebut masih dalam bentuk kajian dan belum merupakan keputusan final.
Dia menegaskan tidak ada rencana peleburan Mata Pelajaran Agama dengan Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKN) seperti informasi yang beredar di publik. Kemendikbud memang terus melakukan kajian terkait penyederhanaan kurikulum, tetapi belum ada keputusan apapun.
“Bahan diskusi terakhir yang disampaikan ke saya adalah susunan kelompok mata pelajaran tidak digabung seperti itu, tetapi tetap berdiri sendiri seperti yang berlaku saat ini,” kata Totok Suprayitno seperti diberitakan JPNN.Com, Jumat (19/6/2020).
“Yang diramaikan itu adalah bahan diskusi awal internal di antara tim kerja kurikulum. Diskusi masih terus berlangsung dan saat ini belum ada keputusan apapun dari kementerian,” katanya.
Dari laporan terkini yang diterima, sambung dia, mapel pendidikan agama tetap berdiri sendiri. Begitu juga mapel budi pekerti.
”Saat ini belum diputuskan perubahan kurikulumnya. Kami tentu mempertimbangkan banyak hal ketika nanti memutuskan. Yang pasti untuk mapel agama dan budi pekerti tetap berdiri sendiri. Jadi tidak ada peleburan Agama dan PKN,” katanya. (*)
Penulis/Editor Sugeng Purwanto