PWMU.CO– Pak AR menolak jabatan menteri pernah diceritakan kepada anak-anak kos saat kultum usai shalat Maghrib berjamaah di mushala rumahnya Jl. Cik di Tiro Yogyakarta. Tawaran jabatan menteri agama itu berkali-kali diajukan oleh Presiden Soeharto. Berkali-kali juga Pak AR menolaknya.
”Saya sudah cukup ngurusi Muhammadiyah saja Pak Harto, terima kasih,” cerita Pak AR memberi alasan penolakan kepada presiden.
Meskipun selalu menolak jabatan menteri, hubungan Pak AR dengan Pak Harto sangat dekat. Bahkan Pak Harto sangat memperhatikan kebutuhan Pak AR. Suatu saat Pak AR bercerita sudah mengirim surat kepada presiden untuk minta sesuatu.
”Beberapa hari lalu saya kirim surat ke Pak Harto. Isi suratnya menggunakan bahasa Jawa karma inggil. Muhammadiyah minta bantuan Pak Harto untuk membangun universitas,” tuturnya.
Suratnya berbunyi seperti ini. ”Pak Harto, niki Rektor UMY kewanen, mboten gadah arto ngawis siti dateng Pak Bupati Bantul 25 hektare. Per meter persegi Rp 5.000 kaliyan biaya administrasinipun. Dening Pak Bupati dipun parengaken. Gandeng UMY lan Muhammadiyah mboten gadah arto, Muhammadiyah bade nyuwun ngampil Rp 750 yuto kangge mbayari siti punika. Insyaallah bade kita angsur saben tahun.”
Artinya, Pak Harto, ini Rektor UMY nekat, tidak punya uang berani menawar tanah kepada Pak Bupati Bantul seluas 25 hektare. Per meter Rp 5.000 termasuk biaya administrasinya. Karena UMY dan Muhammadiyah tidak punya uang, Muhammadiyah mau pinjam uang Rp 750 juta untuk membayar tanah itu. Insyaallah akan kita angsur tiap tahun.
Jawaban Datang Sepekan
Sepekan kemudian Pak AR menerima telepon dari Pak Ali Afandi, bendahara yayasan yang dikelola Pak Harto. Dia memberitahu, Pak Harto tidak bisa meminjami uang namun hanya membantu Rp 500 juta.
”Injih kula purun,” jawab Pak AR. Setelah mendapat kabar itu langsung Pak AR sujud syukur. Subhanallah, tidak dikasih utang malah diberi hibah. Itulah awal pembangunan kampus Universitas Muhammadiyah di dekat ringroad Yogya.
Sebelumnya tahun 1970 Pak AR juga pernah minta bantuan untuk perluasan RS PKU sebesar Rp 350 juta. Uang itu untuk membeli tanah di sebelahnya. Pak Harto langsung memenuhi permintaan itu.
Melihat bantuan besar yang mengalir ke Muhammadiyah itu, Mensesneg Sudharmono meminta kepada anak buahnya agar bantuan pemerintah dan yayasan dibagi rata ke organisasi lain, jangan hanya ke Muhammadiyah.
Pak Ali Afandi memberitahu semua surat permohonan bantuan Muhammadiyah, Pak Harto sendiri yang menentukan. Pak Harto berpesan kalau ada surat dari Muhammadiyah langsung diserahkan langsung kepadanya. Pak Harto sendiri yang memutuskan. Mendengar penuturan itu Mensesneg Sudharmono berkomentar, ya sudah lakukan seperti permintaan Pak Harto.
Kisah Pak AR ini berdasarkan buku Pak AR Sang Penyejuk tulisan Syaefudin Simon. (*)
Editor Sugeng Purwanto