ADVERTISEMENT
  • Home
  • Kajian Ramadhan
  • Musyda
  • Kabar
  • Kajian
  • Kolom
  • Feature
  • Musafir
  • Khutbah
  • Canda
  • Ngaji Hadits
  • Mediamu
Jumat, Maret 24, 2023
  • Login
  • Home
  • Kajian Ramadhan
  • Musyda
  • Kabar
  • Kajian
  • Kolom
  • Feature
  • Musafir
  • Khutbah
  • Canda
  • Ngaji Hadits
  • Mediamu
No Result
View All Result
PWMU.CO | Portal Berkemajuan
  • Home
  • Kajian Ramadhan
  • Musyda
  • Kabar
  • Kajian
  • Kolom
  • Feature
  • Musafir
  • Khutbah
  • Canda
  • Ngaji Hadits
  • Mediamu
No Result
View All Result
PWMU.CO | Portal Berkemajuan
No Result
View All Result

Petisi 50, Oposisi Orde Baru yang Dibunuh Hak-Hak Sipilnya

Kamis 4 Maret 2021 | 07:19
4 min read
609
SHARES
1.9k
VIEWS
ADVERTISEMENT
Beberapa penandatangan Petisi 50. Dari atas searah jarum jam: Kasman Singodimedjo, AM Fatwa, AH Nasution, M Natsir, Syafruddin Prawiranegara, dan Ali Sadikin. (Kolase Faza FM/WMU.CO)

PWMU.CO – Petisi 50 adalah kelompok masyarakat kritis, atau oposisi, yang lahir di masa rezim Order Baru yang otoriter di bawah kepemimpinan Presiden Soeharto.

Kemunculan kelompok ini berawal dari ceramah tambahan tanpa teks Presiden Soeharto di muka Rapat Pimpinan Angkatan Bersenjata Republik Indonesia di Pekanbaru, Riau, 27 Maret 1980.

Mengutip buku Natsir Politik Santun di Antara Dua Rezim, pada saat itu Soeharto berbicara tentang asas tunggal Pancasila yang, menurut dia, di masa lalu dirongrong oleh ideologi-ideologi lain dan partai politik.

Oleh karena itu Soeharto meminta ABRI (Angkatan Bersenjata Republik Indonesia)—kini dipisah jadi TNI dan Polri—mendukung Golkar dalam pemilihan umum.

Saat tahun 1980 itu adalah puncak perseteruan dua faksi di tubuh ABRI. Satu kelompok—yang menikmati kekuasaan dengan memangku pelbagai jabatan publik—mendukung Soeharto, kelompok lain menentang gagasan ini dan menginginkan ABRI netral.

Tiga pekan kemudian, yakni 16 April 1980, Presiden Soeharto menegaskan kembali seruannya di Markas ABRI Cijantung, Jakarta Timur. Ucapannya yang terkenal: “Lebih baik kami culik satu dari dua pertiga anggota MPR yang akan melakukan perubahan Undang-Undang Dasar 1945 agar tidak terjadi kuorum.”

Satu kalimat lain yang menunjukkan sikapnya sebagai otokrat: “Yang mengkritik saya berarti mengkritik Pancasila.”

Timbulkan Kerihatinan

Pernyataan Presiden Soeharto itu membuat gundah sejumlah jenderal purnawirawan. Bekas pemimpin ABRI yang tergabung dalam Forum Studi dan Komunikasi Angkatan Darat lalu berkumpul di gedung Granadi di kawasan Semanggi. Mereka mengundang tokoh dan aktivis sipil untuk membahas pidato itu. AM Fatwa ikut hadir di situ.

Pertemuan yang berlangsung 5 Mei 1980 itu menyimpulkan: Soeharto perlu ditanya soal isi pidatonya. AM Fatwa bersama aktivis muda lain lalu bergerilya mengumpulkan tanda tangan sejumlah tokoh untuk mendukung enam butir “Pernyataan Keprihatinan” yang disusun Slamet Bratanata, Menteri Pertambangan di masa kabinet pertama Orde Baru.

AM Fatwa berhasil mengumpulkan 50 tanda tangan tokoh tentara, polisi, anggota parlemen, dosen, birokrat, bekas pejabat, pengusaha, dan aktivis.

Di antaranya ada bekas Kepala Staf Angkatan Bersenjata Jenderal AH Nasution, bekas Kapolri Hoegeng Imam Santoso, mantan Gubernur Jakarta Ali Sadikin, bekas Perdana Menteri Burhanuddin Harahap dan Muhammad Natsir.

Nama lainnya: AM Fatwa, Mr Kasman Singodimedjo, Syafruddin Prawiranegara, Chris Siner Key Timu, S.K. Trimurti, Letjen TNI (Purn) M. Jasin, HM Kamal, Letjen TNI (Purn) Ahmad Yunus Mokoginta, Suyitno Sukirno, Magdir Ismail, Manai Sophiaan, dan lain-lain.

Pernyataan Keprihatinan itu oleh Petisi 50—agar konstitusional—disampaikan lewat DPR. Maka berduyunlah 30 dari 50 orang penanda tangan itu ke Senayan, 13 Mei 1980. Dan Natsir didaulat menyampaikan maksud mereka menyambangi Ketua DPR Daryatmo.

“Bagi seorang presiden, pidato lisan atau tertulis sama nilainya di mata masyarakat. Kami ingin bertanya apa maksud pidato itu,” kata Natsir yang menjadi juru bicara saat di DPR itu.

Soeharto Murka

‘Pernyataan Keprihatinan’ Petisi 50 mendapat reaksi keras dari pemerintah. Presiden Soeharto menjawabnya lewat surat ke Dewan tanggal 1 Juni 1980.

Panglima Komando Pemulihan Keamanan dan Ketertiban (Pangkopkamtib) Laksamana Soedomo, menganggap pernyataan itu menyinggung pemerintah karena menyiratkan usul pergantian pemimpin nasional.

Dari Sudomo jugalah nama “Petisi 50” berasal. Padahal para tokoh yang prihatin itu membuat pernyataan atas nama Lembaga Kesadaran Berkonstitusi—sebuah forum yang didirikan pada 1978 oleh AH Nasution dan Bung Hatta.

Mengutip buku Dari Panggung Sejarah Bangsa Belajar dari Tokoh dan Peristiwa karya Lukman Hakiem, Kepala Badan Koordinasi Intelejen Negara (BAKIN) Jenderal TNI Yoga Soegama yang didampingi Soedomo memberi keterangan pers pada 3 Juni 1980. Dia mengatakan BAKIN sekarang membuntuti secara ketat semua penandatangan Petisi 50.

Rezim murka! Sejak itu Petisi 50 dianggap “musuh utama” pemerintah Soeharto. Para tokohnya menjalani hidup yang sulit. Mereka dibunuh hak-hak sipilnya: dilarang bepergian ke luar negeri, harus berhenti dari pegawai negeri, tidak boleh mengajar baik di lembaga pendidikan negeri maupun swasta.

Penandatangan Petisi 50 tidak boleh menulis dan menjadi nara sumber media massa, tidak boleh tampil di TVRI dalam acara apapun, tidak boleh mengambil kredit dari bank swasta atau negara, dan tidak boleh berada satu atap dengan presiden atau wakil presiden.

Bahkan beredar kabar Soeharto ingin mengirim mereka ke Pulau Buru—pulau di Maluku yang menjadi gulag tahanan politik pengikut Partai Komunis Indonesia. Namun rencana itu konon digagalkan Jenderal M. Jusuf, Panglima ABRI yang menentang tentara berpolitik.

AM Fatwa misalnya, yang saat itu menjadi pegawai di pemerintah provinsi DKI Jakarta, dipecat oleh Menteri Dalam Negeri Amirmachmud.

Karena dicekal ke luar negeri, Natsir, pemimpin sejumlah organisasi Muslim dunia, batal menghadiri pelbagai konferensi di negara-negara lain. Ia sudah biasa dengan perlakuan buruk pemerintah.

Sewaktu pengumuman cekal pemerintah Soeharto diumumkan, Natsir hanya berujar, “Mungkin karena sudah tua, mereka takut saya nyasar.” Dalam buku Indonesia di Persimpangan Jalan, Natsir menulis: “Suatu kebiasaan yang kita temui dalam sistem diktator atau feodal abad pertengahan.”

Meski dicekal dan rumah-rumah mereka diawasi intel, anggota Petisi 50 tak surut. Mereka rutin bertemu setiap Selasa sore di rumah Ali Sadikin, yang menjadi motor kelompok ini.

Pertemuan rutin itu berlangsung lebih dari 20 tahun. Setiap Selasa mereka berdiskusi dan bertukar gagasan tentang soal-soal kenegaraan atau membahas situasi politik.

Setiap 17 Agustus pada peringatan kemerdekaan, Petisi 50 mengeluarkan maklumat atau memorandum yang isinya mengkritik kebijakan-kebijakan ekonomi-politik Orde Baru.(*)

Editor Mohammad Nurfatoni

Tags: Ali SadikinAM FatwaAnggota Petisi 50Jenderal AH NasutionM NatsirPernyataan Keprihatinan Petisi 50Petisi 50Presiden Soeharto
SendShare244Tweet152Share

Related Posts

Nasihat Natsir soal Penyakit Cinta Dunia

Jumat 10 Juni 2022 | 10:34
771

Nasihat Natsir soal Penyakit Cinta Dunia (Ilustrasi Matan/RH) Nasihat Natsir soal Penyakit Cinta Dunia; Oleh M. Anwar Djaelani, dosen Akademi Dakwah Indonesia...

Natsir yang Tekun Memasyarakatkan Bahasa Indonesia

Jumat 3 Juni 2022 | 06:31
8.3k

Mohammad Natsir yang Tekun Memasyarakatkan Bahasa Indonesia (Ilustrasi Matan/RH) Natsir yang Tekun Memasyarakatkan Bahasa Indonesia;...

Jangan Takut Berkata Tidak, Belajar dari Hamka dan Natsir

Jumat 27 Mei 2022 | 23:04
617

M. Anwar Djaelani: Jangan Takut Berkata Tidak, Belajar dari Hamka dan Natsir (Sketsa foto Atho'...

UAS, Islamofobia, dan Telaah Natsir

Jumat 20 Mei 2022 | 07:34
9.4k

M. Anwar Djaelani: UAS, Islamofobia, dan Telaah Natsir (Sketsa foto Atho' Khoironi/PWMU.CO) UAS, Islamofobia, dan...

Mohammad Natsir dan Tiga Gurunya yang Inspiratif

Jumat 13 Mei 2022 | 11:13
1.7k

Mohammad Natsir dan Tiga Gurunya yang Inspiratif. Dari kiri: A. Hasan, Haji Agus Salim, Ahmad...

Cerita Gagalnya Pemberian Gelar Dr HC untuk Mohammad Natsir

Sabtu 7 Mei 2022 | 11:08
701

Mohammad Natsir. Cerita Gagalnya Pemberian Gelar Dr HC untuk Mohammad Natsir (antaranews.com) Cerita Gagalnya Pemberian...

Sekolah Menulis PWMU.CO dan Pendidikan Politik

Sabtu 26 Maret 2022 | 14:49
238

Sekolah Menulis: Ilustrasi bendera PWMU.CO Sekolah Menulis PWMU.CO dan Pendidikan Politik, opini Prima Mari Kristanto,...

Anwar Harjono, Hak-Hak Sipilnya Dibunuh karena Petisi 50

Sabtu 5 Maret 2022 | 14:46
633

Anwar Harjono, Hak-Hak Sipilnya Dibunuh karena Petisi 50 Anwar Harjono, Hak-Hak Sipilnya Dibunuh karena Petisi...

Kedekatan Jenderal AH Nasution dengan Muhammadiyah

Jumat 3 Desember 2021 | 08:58
35.4k

Jenderal Besar AH Nasution Kedekatan Jenderal AH Nasution dengan Muhammadiyah, oleh M. Anwar Djaelani, penulis buku-buku keislaman....

Sejarah Lahirnya Kementerian Agama dengan Menag Pertama HM Rasjidi

Kamis 11 Maret 2021 | 10:59
3.1k

Menag Pertama HM Rasjidi (Sumber foto penaraka.com) Sejarah Lahirnya Kementerian Agama dengan Menag Pertama HM...

Discussion about this post

Populer Hari Ini

  • Jadwal Lengkap Imsakiyah Ramadhan 1444/2023 Kota dan Kabupaten Se-Jawa Timur

    10793 shares
    Share 4317 Tweet 2698
  • Inilah 18 Calon PCM GKB Gresik 2022-2027

    17626 shares
    Share 7050 Tweet 4407
  • Din Syamsuddin Kritik Presiden Jokowi yang Larang Pejabat Buka Puasa Bersama

    1876 shares
    Share 750 Tweet 469
  • Di Balik Nama Ramadhan

    740 shares
    Share 296 Tweet 185
  • LPHU, Lembaga Baru PWM Jatim di Bidang Haji dan Umrah

    719 shares
    Share 288 Tweet 180
  • Pejabat Dilarang Jokowi Bukber, Begini Tanggapan Sekum PP Muhammadiyah

    604 shares
    Share 242 Tweet 151
  • Tangan Kanan PP Muhammadiyah

    544 shares
    Share 218 Tweet 136
  • Festival Permata Fest Muhammadiyah Wotan, Ini Para Juaranya

    713 shares
    Share 285 Tweet 178
  • Dalil dan Keutamaan Shalat Tarawih Formasi 4-4-3

    5000 shares
    Share 2000 Tweet 1250
  • Tuntunan Shalat Iftitah, 2 Rakaat Ringan sebelum Shalat Tarawih

    6649 shares
    Share 2837 Tweet 1589

Berita Terkini

  • MDMC Balapan Segera Agendakan Pelatihan RelawanJumat 24 Maret 2023 | 03:33
  • Rasa Njarem di Kaki Terbayar, Kisah Jurnalis Dadakan di Musyda TulungagungJumat 24 Maret 2023 | 03:18
  • Inilah profil
    Inilah Profil 13 Anggota PDM TulungagungKamis 23 Maret 2023 | 21:25
  • Tarwih Perdana
    Tarawih Perdana Anak-Anak Minta Tanda TanganKamis 23 Maret 2023 | 18:56
  • Pejabat Dilarang Jokowi Bukber, Begini Tanggapan Sekum PP MuhammadiyahKamis 23 Maret 2023 | 17:42
  • Islamic Voice Meriahkan Tarhib Ramadhan SpemdalasKamis 23 Maret 2023 | 15:36
  • Sambut Ramadhan, SD Muwri Hadirkan SparklingKamis 23 Maret 2023 | 15:35
  • Aku Doakan, Puisi Kiai Dawam untuk Anies BaswedanKamis 23 Maret 2023 | 15:32
  • Smamita Sidoarjo Lantik Pengurus Musan Periode 2023-2024Kamis 23 Maret 2023 | 15:29
  • LPHU, Lembaga Baru PWM Jatim di Bidang Haji dan UmrahKamis 23 Maret 2023 | 15:02

Hubungi Kami

WA : 0858-5961-4001
Email :pwmujatim@gmail.com
  • Dewan Redaksi dan Alamat
  • Pedoman Media Siber
  • Privacy Policy

© 2021 pwmu.co - PT Surya Kreatindo Mediatama.

No Result
View All Result
  • Home
  • Kajian Ramadhan
  • Musyda
  • Kabar
  • Kajian
  • Kolom
  • Feature
  • Musafir
  • Khutbah
  • Canda
  • Ngaji Hadits
  • Mediamu

© 2021 pwmu.co - PT Surya Kreatindo Mediatama.

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
error: Content is protected !!