PRM Kuripan Babat Lamongan dikembangkan dari nol di desa itu. Kini kehidupan dakwah Muhammadiyah di desa ini berdenyut terus berkat seorang guru desa Mataji.
PWMU.CO–Desa Kuripan, terletak 3 Km di tenggara kota Babat, Lamongan. Tahun 1972, Mataji masuk desa itu tinggal di lingkungan RT 02 RW 02 setelah menikahi gadis Dusun Payaman Desa Kuripan, Maslachah, putri R. Soemadi.
Saat itu dia bekerja sebagai guru Pendidikan Agama Islam dari Kementerian Agama. ”Tahun segitu di desa ini belum ada yang menampakkan sebagai orang Muhammadiyah,” cerita Mataji dihubungi Rabu (24/6/2020).
”Zaman itu perjuangan dakwah sangat berat. Hanya seorang diri. Belum ada kawan yang sepaham,” kata Mataji yang sudah pensiun dari guru ini. Dari sendirian itu dia bisa membentuk Pimpinan Ranting Muhammadiyah (PRM) Kuripan tahun 1980.
Dia menceritakan, awal dakwah dimulai dengan menghimpun anak-anak lalu mengajari mengaji dan shalat. Tempat mengajinya di lumbung padi yang bisa memuat 10 orang.
Lumbung itu juga berfungsi sebagai mushala. Waktu shalat dia jadi imam. Makmumnya istri, mertua, dan anak cucu H Ali Thohir.
Saat Ramadhan, dia mengadakan shalat tarawih sebelas rakaat dengan komposisi 4+4+3 rakaat. Ketika Idul Fitri, jamaah mushala lumbung padi diajaknya shalat di lapangan Sawonggaling Babat.
Perdebatan Masalah Wudhu
Lama-lama muncul juga reaksi masyarakat ketika melihat ada perbedaan shalat tarawih dan cara mengusap kepala dalam wudhu. Kiai Payaman dan beberapa pemuda menanyakan dalilnya. Mataji yang kini berusia 69 tahun membuka kitab-kitabya dan menjelaskan hadits-hadits rujukannya.
Tahun 1978-1979, dia dekati para pemuda dengan membentuk klub sepak bola dan karang taruna. Ketika pemilihan pengurus, dia dipilih jadi ketua. Setiap bulan sekali mengadakan rapat pengurus, situasi masih aman-aman saja .
Dua tahun berjalan mulai, organisasi tersendat. Pengurus dari Kauman, kalangan pondok tidak mau hadir. Sampai tiga kali berturut. Pada pertemuan keempat ada utusan dari Kauman datang.
”Saat ditanya kenapa lama tak hadir, mereka menjawab tidak dibolehkan Kiai Farhan dan Kepala Dusun Imam Shodiq. Alasannya khawatir akan dibawa ke Muhammadiyah,” tuturnya.
Akibat selanjutnya klub sepak bola pemuda pecah jadi dua. Ada klub baru bernama Merpati yang semua anggotanya dari ormas pemuda. Klub karang taruna bernama Bimasakti tetap dia jadi pembinanya. Dampaknya tahun 1980 klub Bimasakti semakin berkurang anggotanya.
Pendirian PRM
Melihat situasi ini Mataji berpikir mendirikan Ranting Muhammadiyah. Dia sampaikan tawaran ini kepada anak-anak klub sepak bolanya yang bertahan dan militan ini. Ternyata semuanya bersedia. ”Saya makin bersemangat. Tinggal mencari orangtua yang mau dijadikan pengurus,” katanya.
Dalam tempo singkat dia berhasil melobi anggota jamaah shalatnya. Mulai mertuanya, kerabatnya, dan tetangganya. Maka terbentuklah pengurus PRM Kuripan dengan 15 personalia.
Ketua R Soemadi, mertuanya, lalu Wakil Ketua Suhaji, Sekertaris Mataji, Wakil Sekretaris Sujomo, Bendahara Rupii, anggota Makin Efendi. Pengurus lainnya seperti Seksi Pemuda diambilkan dari remaja anggota klub sepak bola Bimasakti.
”Waktu peresmian PRM ini saya datangkan Kiai Dahlan dari Surabaya. Juga diramaikan oleh siswa-siswi SMP Muhammadiyah I dan SMA Muhammadiyah I Babat dalam perkemahan Pramuka, dan pentas teater,” cerita dia.
Setelah berdiri PRM, lantas mengadakan shalat Jumat setelah mendirikan masjid gedek. Mulai menggelar shalat Id sendiri di lapangan. Khotib Jumat dia sendiri dibantu almarhum Kiai Rufian dan Kiai Imam Ahmad dari Dusun Sawo Babat. Khotib Id juga dia yang tampil. Sekali waktu memanggil dari luar.
Program berikutnya mengadakan pengajian rutin anjangsana sebulan sekali dengan mubaligh-mubaligh seperti KH Khoirul Huda, almarhum KH Muchlis Sulaiman, almarhum KH Rufi’an.
Lalu ada program kegiatan sosial, zakat fitrah yang dibagikan ke masyarakat fakir miskin. Pemotongan hewan kurban juga menggelar sendiri.
Setelah berjalan 40 tahun kini di Desa Kuripan sudah membangun masjid, TPQ, Madrasah Diniyah. ”Sekarang masjidnya sudah bagus setelah dibangun tahun 2006,” tutur Mataji yang juga anggota Majelis Tabligh PCM Babat. (*)
Penulis Hilman Sueb Editor Sugeng Purwanto