PWMU.CO – Jangan Jadi Dai Text Book disampaikan oleh Kabid Agama, Sosial, dan Budaya Forum Koordianasi Pencegahan Terorisme (FKPT) Jatim Muhammad Arifin MAg.
Hal itu disampaikan dalam Dialog Dai Milenial dengan tema “Peran Dai Milenial Dalam Menjaga Pancasila dan Meminimalisasi Radikalisme” yang diselenggarakan oleh FKPT Jatim, Sabtu (27/6/2020).
“Kalau kita sebagai dai, kemudian kita tidak mau mengikuti apa yang memerintahkan maka kita salah. Perintah Allah dalam surat an-Nahl 125 berisi tentang rambu-rambu para dai agar tidak keluar jalur,” ujarnya.
Saling Asih Bukan Saling Musuh
Arifin menjelaskan, Surat Ali Imran ayat 104 menyatakan tugas kita adalah amar makruf nahi mungkar. Tugas kita sangat mulia dan kalau kita menjalankan dengan baik, insyaallah akan dimuliakan oleh Allah. Jadi, dakwah dari segi teknis dan materi sudah ditentukan betul oleh al-Quran.
“Tugas dai di tengah masyarakat yaitu kita meyakinkan mengajak umat agar saling asih, menyayangi serta melarang saling bermusuhan. Berdakwah dengan cara lembut, bukan dengan cara arogan dan kekerasan,” papar Ketua Lembaga Dakwah Khusus (LDK) Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jatim ini.
Menurutnya, karena ini menentukan kita sebagai dai. Materi yang disampaikan akan membentuk sebuah pola tingkah hidup jamaah kita.
Apalagi jamaah yang fanatik, misalnya, saya ceramah tetapi materi saya arogan menyentuh hal-hal yang berbau konflik di tengah masyarakat, ini bahaya. Oleh karenanya mari kita kembali ke al-Quran dan as-Sunnah.
“Peran dai di dalam menyikapi permasalahan-permasalahan idiologi negara termasuk munculnya paham radikal yang ujungnya gerakan teroris. Sebenarnya menjadi teroris ada sebuah proses tidak secara tiba-tiba,” jelasnya.
Urgent Menjaga Pancasila
“Jadi peran dai sangat urgent dalam menjaga Pancasila sebagai ideologi negara termasuk meminimalisasi paham radikal. Di mana paham radikal menjadi ujung-ujungnya aksi teror,” ucap pria kelahiran Malang.
Karena, dai memiliki sebuah kekuatan, peluang, dan kekuasaan ketika di hadapan masyarakat. Itu bisa dijadikan kesempatan untuk membawa masyarakat ke jalan yang benar.
Kemudian, sambungnya, peran dai selanjutnya yaitu mempersatukan umat, karena sebagai wujud pengamalan sila ketiga dalam Pancasila yang berbunyi Persatuan Indonesia.
“Maka seorang dai hendaknya dalam setiap ceramahnya bisa melahirkan persatuan, kesatuan demi terwujudnya keselamatan bangsa dan negara sebagai kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi dan golongan,” pesannya.
Dalam al-Quran surat Ali Imran 103 kita diperintah untuk bersatu dalam ikatan tali Allah jangan sampai cerai berai. “Sebenarnya permusuhan, permasalahan selama ini yang terjadi itu sebetulnya butuh sentuhan para dai, khususnya para dai milenial,” jelasnya.
Dai Text Book
Menurutnya dai milenial luar biasa di masa sekarang. Bukan hanya dai yang text book dan mimbar tapi dai milenial itu harus menguasai teknologi, mencerahkan, memiliki seni yang tinggi dan menggunakan medsos.
“Dai milenial jangan sampai gaptek. Setelah acara ini, sambungnya, khususnya para dai milenial marilah kita berusaha betul-betul agar Pancasila tidak hanya didiskusikan tapi harus kita amalkan,” harapnya.
Peran dai, lanjutnya, dalam meminimalisasi masalah radikalisasi berujung pada teror yang sangat luar biasa. Sebagai dai milenial kita harus paham bagaimana melihat gambaran-gambaran mereka. Mengapa mereka melakukan sebuah gerakan teror.
“Persoalan teroris sampai saat ini menjadi pekerjaan rumah bersama. Masalah yang sangat susah untuk mencegahnya karena sama dengan narkoba. Tapi kita harus ikhtiar karena kewajiban kita sebagai dai yaitu menentramkan dan memesrakan umat ini agat tidak terkena masalah-masalah seperti ini,” pesannya.
Jihad harus memahami dan bisa mengkondisikan. “Jadi rata-rata mereka hanya di doktrin jihad dan mati syahid tetapi tidak diberitahu bahwa mati tidak hanya mati syahid, tapi mati sangit juga ada. Jika salah niat,” tuturnya.
Dalam presentase penelitian riset tahun 2012 faktor-faktor motif aksi terror 45,5 persen berasal dari masalah ideologi agama kemudian 20 persen solidaritas komunal. Dan kami berusaha mengajak untuk memerangi masalah terorisme di negeri ini.
Tiga Embrio Teroris
Teroris itu, ujarnya, munculnya dari tiga embrio. Pertama intoleran yaitu orientasi negatif atau penolakan seseorang terhadap hak-hak politik dan sosial dari kelompok yang ia tidak setujui.
“Kedua radikalisme yaitu sebuah ideologi dan paham yang ingin melakukan perubahan pada sistem sosial dan politik dengan menggunakan cara kekerasan ekstrim. Ketiga terorisme yaitu perbuatan yang menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan yang menimbulkan suasana teror atau rasa takut secara meluas,” ungkapnya.
Indikator Radikal
Dia menambahkan indikator radikal ada tiga. Pertama melawan NKRI yang bermula permasalahan dihubungkan agama dan negara padahal yang namanya agama itu wahyu dari Allah sedangkan urusan di dunia itu ijtihad kita.
“Jadi jangan dipaksakan menjadi satu. Kalau dipaksakan menjadi satu kadang akhirnya tidak menanamkan sebuah kesabaran maka yang terjadi adalah sebuah perlawaan kepada NKRI,” ajaknya.
Kedua hubungan antarumat agama ini menjadi indikator. “Kadang-kadang ada isu yang sebenarnya kecil dibesarkan. Ketiga hubungan interpemeluk agama mudah mengkafirkan dan membidahkan pemahaman keagamaan yang berbeda. Inilah ketiga indikator permasalahan radikal,” terangnya. (*)
Penulis Faiz Rijal Izzuddin. Co-Editor Sugiran. Editor Mohammad Nurfatoni.