Jokowi Marah, Ini Reaksi Din Syamsuddin. Ada empat jalan keluar yang diberikan Din Syamsuddin berkaitan dengan substansi kemarahan Presiden Jokowi.
PWMU.CO – Beredar luas video Presiden Jokowi marah-marah saat memimpin sidang kabinet pada tanggal 18 Juni 2020. Simak videonya di sini!
Sejumlah pihak mengomentari video yang beredar sejak Ahad 28 Juni 2020 itu. Salah satunya Prof M. Din Syamsuddin, Ketua Komite Pengarah Koalisi Masyarakat Penegak Kedaulatan (KMPK).
“Menyimak Pidato Presiden Jokowi via video yang marah-marah terhadap para menterinya banyak dari kita yang ikut terharu. Kita semua perlu mengapresiasi pidato itu dan berhusnuzan terhadap latar belakangnya,” ujarnya dalam keterangan tertulis pada PWMU.CO, Senin (29/6/2020) malam.
Kita pun, sambungnya, perlu bersimpati terhadap isinya bahwa ada masalah dalam penyelenggaraan pemerintahan yang membuat Bapak Presiden resah, risau, dan mungkin juga galau.
“Kami yang bergabung dalam KMPK berterima kasih karena isi pidato itu sejalan dengan sebagian alasan kami menggugat Perppu yang sudah menjadi Undang-Undang tentang Anggaran Stimulus Ekonomi dan Subsidi bagi Korporasi,” katanya.
Bukan UU tentang Corona
Menurut Din Syamsuddin, Perppu atau UU tersebut tidak tepat disebut tentang Corona karena alokasi untuk penanggulangan Corona terlalu sedikit.
“Selain alasan itu, kami menggugat Perppu atau UU tersebut karena menegasi fungsi DPR yaitu penetapan anggaran negara dan peruntuhan kedaulatan hukum dengan memberi kekebalan bagi pejabat-pejabat dalam bidang keuangan untuk tidak boleh digugat secara hukum,” terang Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah 2005-2015 itu.
Berita Terkait: KMPK: Perppu Ini Bisa Runtuhkan Kedaulatan Negara
“Apa yang digambarkan oleh Presiden Jokowi dalam pidato itu, umpamanya secara khusus bidang kesehatan yang dinilainya tidak bekerja secara benar dalam menanggulangi Covid-19, sudah kami bayangkan sebelumnya,” kata Din.
“Kami menggugat Perppu Presiden yang dikatakan untuk menanggulangi Covid-19 padahal alokasi dana yang disediakan untuk itu, menurut Presiden hanya Rp 75 triliun. Walau data lain mengatakan Rp 85 triliun atau sekitar 9 persen. Celakanya lagi, penggunaan dana tersebut sampai dengan Juni 2020 hanya 1,6 persen,” ungkapnya.
“Inilah yang kami kritik bahwa penanggulangan Covid-19 tidak serius, terkesan meremehkan, dan tidak fokus membantu rakyat. Seperti rakyat harus membayar mahal untuk rapid test atau swab test. Dan tidak peduli terhadap tenaga medis yang banyak menjadi korban meninggal dalam menjalankan tugas karena minimnya alat pelindung diri,” terang dia.
Anggaran Tak Sentuh Rakyat Kecil
Din Syamsuddin juga menyatakan, “Akan menjadi skandal kalau benar informasi yang beredar bahwa anggaran untuk penanggulangan Covid-19, katanya, sekitar 5 persen disumbangkan kepada BPJS. Padahal BPJS tidak membantu pasien terkena Covid-19,” ujarnya.
“Juga, pantas Presiden Jokowi marah terhadap pembantunya dalam bidang perekonomian karena realisasi anggaran besar untuk stimulus ekonomi kurang menyentuh UMKM, tapi seperti berita yang beredar, banyak diberikan kepada korporasi termasuk BUMN yang sebenarnya sudah merugi sebelum ada Covid-19,” kata Ketua Dewan Pertimbanan MUI ini.
Dalam hal ini, lanjutnya, patut dinilai rendahnya kepedulian terhadap rakyat dan usaha kecil. Sebab 80 persen tenaga kerja bekerja pada sektor UMKM. “Karena semua UMKM terdampak Covid-19 maka akibatnya jutaan rakyat kecil yang harus menganggur karena ter-PHK,” kata Din Syamsuddin.
“Banyak hal lain yang dapat dikatakan, tapi dada sebagian besar rakyat juga sesak dengan kesedihan dan keprihatinan. Tidak seperti Bapak Presiden yang jika dada dan pikirannya sesak dengan masalah langsung dapat menumpahkan kepada rakyat lewat pidato terbuka,” ungkapnya.
“Mudah-mudahan rakyat tidak bertambah sedih. Karena akan menjadi seperti terjatuh dari tangga kemudian terkena tangga pula. Alhamdulillah sebagian besar rakyat walau sesak dada tapi masih mempunyai pikiran terbuka,” kata dia.
Empat Jalan Keluar
“Dengan pikiran terbuka itu, dan dari lubuk hati yang paling dalam, dengan tulus ikhlas kami mengusulkan jalan keluar,” ujarnya.
Pertama, dalam menghadapi masalah bangsa seperti musibah Covid-19, galanglah kebersamaan seluruh elemen bangsa. Tidak ada salahnya untuk mendengar aspirasi rakyat apalagi yang kritis. Karena boleh jadi dalam sikap kritik itu ada solusi yang bersifat konstruktif.
“Salah adanya jika aspirasi itu dibungkam, baik dengan penyebaran agitasi dan fitnah oleh para buzzer bayaran, ataupun kriminalisasi rakyat kritis dengan menggunakan kekuasaan,” katanya.
Kedua, dalam suasana penuh keprihatinan, hindari kebijakan yang kontroversial dan apalagi melanggar Konstitusi. Tunda dulu pembentukan undang-undang dan kebijakan yang bertentangan dengan aspriasi rakyat, tidak berpihak kepada rakyat banyak, dan apalagi hanya memberi keuntungan kepada segelintir pengusaha.
“Sekedar contoh, UU tenang Minerba sangat jelas hanya menguntungkan tujuh korporasi, Perppu/UU No. 2 Tahun 2020 sangat potensial penyelewengan dan penumpukan hutang negara. Atau RUU Omnibus Law Ciptaker lebih menguntungkan pengusaha dan merugikan kalangan pekerja atau buruh,” kata Din Syamsuddin.
Tunggu Janji Reshuffle Kabinet
Ketiga, kinerja kabinet yang buruk hanya dapat diatasi dengan pembentukan kabinet ahli (zaken kabinet) dengan menempatkan anak-anak bangsa yang mumpuni dan berintegritas.
Hindari pertimbangan ‘balas jasa’ dan ‘bagi kursi’ dan diganti dengan orientasi pada meritokrasi dan kesesuaian seseorang pada tempatnya. Kekesalan dan kemarahan Presiden Jokowi terhadap menteri berkinerja buruk, dan ‘janji’ reshuffle kabinet sudah disampaikan secara terbuka kepada rakyat.
“Maka rakyat akan menunggu realisasinya. Selain menteri yang berkinerja buruk, menteri-menteri yang angkuh dan cenderung menggunakan jabatan untuk kepentingan pribadi adalah kerugian politik bagi Presiden,” kata Din.
Keempat, di atas semua itu, Presiden perlu memastikan kehidupan kebangsaan dan kenegaraan sesuai dengan nilai-nilai dasar dalam Pancasila dan UUD 1945. Setiap gejala dan gelagat penyimpangan dan penyelewengan terhadap Pancasila dan UUD 1945 harus segera dicegah.
“Selain itu, adalah arif bijaksana jika Presiden Jokowi dapat mengambil hal terbaik dari para pendahulunya, yang dengan segala kekurangan dan kelebihan masing-masing, mereka secara relatif menampilkan kenegarawanan,” jelas dia.
Menurut Din Syamsuddin, Indonesia memang meniscayakan kepemimpinan negarawan. Maka, masalah yang ada perlu diatasi dengan mengedepankan dialog. Namun dialog perlu bersifat dialogis (dialogical dialogue), yakni dialog yang bertumpu pada ketulusan, kejujuran, keterbukaan, dan untuk mencari jalan keluar.
“Semoga Allah SWT melimpahkan rahmat dan hidayahnya bagi bangsa Indonesia untuk keluar dari krisis. Dan terbebaskan dari malapetaka dan marabahaya,” ucap Din Syamsuddin. (*)
Penulis/Editor Mohammad Nurfatoni.