Soedirman Pahlawan Nasional Kader Muhammadiyah. Dia aktivis Hizbul Wathan dan Pemuda Muhammadiyah. Pernah jadi guru HIS Muhammadiyah Cilacap. Istrinya, Siti Alfiah, pegiat Nasyiatul Aisyiyah.
PWMU.CO – Jenderal Soedirman adalah Pahlawan Nasional, yang ditetapkan melalui Keputusan Presiden No. 314 Tahun 1964.
Soedirman sangat berjasa dalam perjuangan (mempertahankan) kemerdekaan Indonesia. Seperti tampak dalam sekilas jejak perjuangannya ini:
Pada usia 29 tahun—yaitu pada 12 November 1945—dia terpilih menjadi Panglima Besar Tentara Keamanan Rakyat (TKR)—kini TNI (Tentara Nasional Indonesia). Lalu dilantik oleh Presiden Soekarno di Gondokusuman, Yogyakarta, 18 Desember 1945.
Sebelumnya Soedirman yang lahir di Bodas Karangjati, Purbalingga, Jawa Tengah, 24 Januai 1916 itu adalah Komandan Batalion Kroya (1943) dan Panglima TKR Banyumas (1945).
Pada tanggal 12-15 Desember 145 Soedirman memimpin perang besar pertamanya melawan Sekutu di Ambarawa dan berhasil memukul mundur Sekutu ke Semarang.
Saat Agresi Militer Belanda I—-21 Juli-5 Agustus 1945—Soedirman bersama Divisi Siliwangi yang kala itu dipimpin A.H. Nasution hijrah ke Jawa Tengah.
Pada 19 Desember 1948, Soekarno-Hatta ditangkap saat Agresi Militer Belanda II yang dipimpin Jenderal Simon Hendrik Spoor dengan Operasi Gagak-nya. Soedirman memilih berangkat perang dan memerintahkan tentara melakukan Perang Gerilya yang dilakukan sepanjang Yogyakarta, Wonogiri, Kediri, hingga Pacitan.
Soedirman memerintahkan Soeharto memimpin Serangan Umum ke Yogyakarta pada 1 Maret 1949.
Pada 20 Mei 1949 Jenderal Spoor tewas di restoran De Jachtclub Jakarta, diduga karena diracun. Operasi mliter Belanda dipimpn D.E.A van Langen.
Pada 3 Agustus 1949 Presiden Soekarno memerinahkan gencatan senjata. Soedrman tak setuju dan membuat surat pengunduran diri, tapi dibatalkan.
Terjadi Konferensi Meja Bundar di Den Haag. Hasilnya Belanda mengakui Nusantara sebagai Republik Indonesia Serikat. Soedriman bersama Soekarno-Hta kembali ke Jakarta.
Saat memimpin Perang Gerilya, Soedirman mengidap penyakit TB (Tuberculosis) sampai dia harus ditandu. Dia pernah dirawat di Panti Rapuh, Oktober-November 1948 dan Agustus-Oktober 1949.
Soedirman wafat tanggal 29 Januari 1950 di Magelang Jawa Tengah dan dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kusumanegara, Semaki Yogyakarta.
Soedirman Pahlawan Kader Muhammadiyah
Semua orang tahu Soedirman adalah pejuang bangsa. Tapi mungkin tidak semua orang tahu Soedirman adalah pejuang bangsa kader Muhammadiyah. Dia adalah kader Hizbul Wathan. Soedirman juga pernah aktif di Pemuda Muhammadiyah dan menjadi guru di sekolah Muhammadiyah.
Menurut buku Soedirman Seorang Panglima Seorang Martir – Seri Buku Tempo: Tokoh Militer yang diterbitkan KPG (Kepustakaan Populer Gramedia, 2012, perkenalan Soedirman dengan Muhammadyah bermula di bangku MULO Wiworotomo.
Tak hanya aktif dalam kegiatan intrasekolah Putra-Putri Wiworotomo, Soedirman, yang gemar berorganisasi untuk melatih kedisiplinan, juga bergabung dalam Pemuda Muhammadiyah dan Hizbul Wathan—kepanduan di bawah payung—kini organisasi otonom—Muhammadiyah
Pada usia 17 tahun, Soedirman menduduki posisi mentereng: Menteri Daerah Hizbul Wathan Banyumas—kini setingkat ketua kwartir daerah (kwarda). Selain Cilacap, wilayah yang dikuasainya meliputi Banyumas, Purbalingga, dan Banjarnegara.
Berbagai aktivitas itu membuka jalan untuk berkenalan dengan Sastroatmodjo, pengusaha sukses di Cilacap. Pimpinan Daerah Muhammadiyah Cilacap ini mempunyai seorang putri bernama Siti Alfiah, yang kelak menjadi istri Soedirman.
Soedirman muda kerap datang ke rumah Mbah Sastro membicarakan berbagai masalah organisasi. Lambat-laun dia menjadi akrab dengan Alfiah, yang aktif di Nasyiaul Aisyiyah—atau populer disebut Nasyiah—organisasi keputrian Muhammadiyah.
Setahun setelah menjadi guru sekolah dasar di Hollandsch-Inlansche School (HIS) Muhammadiyah Cilacap, pada 1936, Soedirman menikahi Alfiah.
Soedirman mengajar di HIS Muhammadyah Cilacap karena tokoh Muhammadiyah Cilaap yang juga guru pribadinya. Dia adalah R. Mohammad Kholil.
Menurut Marsidik—salah satu murid HIS Muhamamdiyah Cilacap yang diwawancarai Tempo tahun 1997—cara mengajar Soedirman tidak menoton. Terkadang diselingi candaan. Juga sering diselingi pesan agama dan nasionalisme.
“Soedirman juga sering mengambil kisah-kisah pewayangan,” ujarnya.
Tak Surut Usai Menikah
Alih-alih surut, setelah menikah, semangat berorganisasi Soedirman semakin menggelora.
Muhammad Teguh Bambang Tjahjadi, putra bungsu Soedirman—mengulang cerita ibunya—mencertakan dia mengetahui bahwa kakak tertuanya bernama Achmad Tidarwono lahir prematur pada 1937, setelah Soedirman dan Alfiah mengikuti kongres Muhammadiyah di Bukit Tidar, Magelang, Jawa Tengah.
“Ibu kecapekan. Mas Tidar lahir dalam perjalanan pulang,” ujar Teguh. Nama Tidarwono, yang berarti Hutan Tidar, disematkan untuk mengenang peristiwa tersebut.
Soedirman juga tak pernah absen dalam perkemahan Hizbul Wathan. Letnan satu (Purnawirawan) Hayyun Suritman, 86 tahun pada 2012, masih ingat kejadian saat perkemahan tiga malam di Batur, Banjarnegara, 1941. Ketika itu dia masih berusia 15 tahun, mewakili Hizbul Wathan Purwokerto.
Hari mulai gelap ketika hujan turun disertai sambaran petir. Saking derasnya hujan, Hayyun bercerita, air merembes hingga pelan-pelan membasahi bagian dalam tenda.
Sebagian dari seratusan peserta asal Banyumas, Purbalingga, Cilacap, dan Banjarnegara berteduh ke rumah-rumah penduduk.
“Tapi Pak Dirman tetap berada di dalam tenda,” kata Hayyun yang juga Ketua Hizbul Wathan Cilacap, kepada Tempo.
Karier mengajar Soedirman tergolong moncer. Baru beberapa tahun Soedirman menjadi guru, para pengajar di HIS Muhammadiyah sepakat menunjuk dia sebagai kepala sekolah. Jabatan itu diembannya hingga sekolah tersebut terpaksa tutup pada 1941-1942.
Belanda mengambil alih HIS Muhammadiyah dan mengubahnya sebagai markas dadakan di Cilacap. “Ketika itu Jepang mulai datang, Belanda kewalahan dalam Perang Asia Timur Raya,” kata Sardiman, dosen Sejarah dan mantan Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ekonomi Universitas Negeri Yogyakarta.
Penutupan paksa HIS Muhammadiyah tak memadamkan dedikasi Soedirman. Bersama beberapa temannya, dia mendirikan dan mengetuai Perkoperasian Bangsa Indonesia (Perbi), untuk membantu perekonomian masyarakat yang mulai kritis di bawah pendudukan Jepang.
Tak perlu waktu lama, beberapa koperasi lainnya lahir di Cilacap, sehingga menimbulkan persaingan yang tak sehat. Lagi-lagi Soedirman turun tangan menyatukan koperasi-koperasi tadi dalam Persatuan Koperasi Indonesiaa Wijayakusuma.
Dia juga membentuk Badan Pengurus Makanan Rakyat yang mengumpulkan makanan dan mendistribuskanya pada masyarakat yang membutuhkan. Sejak saat itu nama Sodirman melambung di Cilacap. Jepang kepincut dan mengangkatnya sebgai Syu Sangikai alias Dewan pertimbangan Karesidenan Cilacap. (*)
Editor Mohammad Nurfatoni.