PWMU.CO-Ini cara crazy rich jadi kaya. Kisah pengusaha sukses dari Surabaya Hermanto Tanoko (HT), anak pengusaha cat Avian, kini bisnisnya berkembang menjadi 300 brand. Kemampuan bisnisnya itu berkat didikan ayahnya Soetikno Tanoko.
Kini dia sukses mengader empat anak dan menantunya untuk membesarkan perusahaannya, Tancorp, yang memiliki banyak bidang usaha mulai pabrik cat, hotel, air mineral, bahan bangunan.
Awalnya HT diajari jualan terigu saat berumur 5 tahun. Modalnya dari angpao Imlek yang diterima anak-anaknya. Ayahnya memberitahu uang itu dibelikan terigu karena harganya akan naik. Keuntungannya diberikan kepada mereka.
Sejak HT diajari jualan terigu oleh ayahnya dan uangnya bertambah, pikiran bisnisnya jadi terbuka. ”Dari situ, kami senang berdagang,” kata HT yang pemilik Hotel Bintang Lima Vasa di Jl. HR Muhammad Surabaya.
Dia bercerita, pernah jualan kelereng dengan modal keterampilannya. ”Saat umur enam tahun, saya sudah titip jualan kelereng ke toko Mama. Kisahnya begini. Karena tak punya kelereng, saya latihan main kelereng dengan batu. Saya cari yang bunder dan besarnya seperti kelereng,” ujarnya.
”Saya latihan terus menerus. Harus titis, akurat. Nah, ketika sudah pinter. Saya bilang kepada teman yang kalahan, aku mainkan ya. Teman saya mau, karena menang, saya dapat hadiah kelereng. Begitu sudah dapat kelereng, saya main sendiri. Menang saya banyak sekali. Berkaleng-kaleng. Saya pilihi yang masih baru dan kencling. Saya cuci pakai sabun. Yang kelihatan masih baru, saya titip jual ke toko. Harganya lebih murah dari yang lain. Laris. Seneng sekali,” katanya.
Begitu juga ketika sedang musim umbul gambar. Mainan kertas bergambar pahlawan, tokoh wayang, atau binatang yang dimainkan dengan menerbangkannya. Jika gambarnya di atas, menang. ”Saya sering menang. Umbul saya yang menangan, saya tukar dengan umbul baru yang dibeli teman-teman. Umbul baru yang belum dipotong ini, saya titip jual ke toko Mama. Seneng dapat uang lagi,” katanya.
Belajar Jualan Cat
Ketika umur 9 tahun, sudah tak main kelereng dan umbul lagi. Pulang sekolah, langsung diajak ke toko cat milik papanya. ”Sebetulnya, papa mau jualan palawija. Tapi, karena ukuran toko yang disewa papa hanya ukuran 1,5 meter kali 13 meter. Akhirnya oleh saudara papa, disuruh jualan cat saja. Ya itu, kisahnya. Kebetulan yang membawa hikmah,” katanya.
Karena sering diajak ke toko, HT tahu mana cat yang laku, mana yang tidak. Mana yang cuan (untung) banyak mana yang sedikit. ”Saya akui Papa sangat telaten mengajari saya. Papa tunjukkan cat ini mereknya belum terkenal, kalau bisa terjual, cuan-nya banyak. Padahal, kualitasnya bagus, kalah merek saja,” kata Papa.
Sejak itu, jika ada yang beli, saya beritahu. ”Ini lho cat baru, murah tapi kualitasnya lebih bagus,” kata HT berpromosi. ”Anehnya, kebanyakan pembeli mau. Mungkin, karena saya masih anak kecil, umur 9 tahun, dianggap omongannya tidak mbujuk, tidak bohong,” katanya tertawa.
Dia juga berlatih mencampur cat. ”Papa mengajari ini cara mencampur cat untuk sepeda motor, untuk mobil. Karena banyak variasi warnanya banyak yang suka. Apalagi, papa tidak pelit. Orang beli satu kilo, ternyata kelebihan 3 atau 4 ons, tetap diberikan gratis. Itu yang membuat toko cat papa laris,” katanya.
Dari belajar bisnis ini kini dia dan keluarganya sukses membangun Tancorp. (*)
Penulis Ali Murtadlo Editor Sugeng Purwanto