PWMU.CO – Badai belum berlalu, begini kurban saat pandemi dikupas oleh Wakil Ketua MCCC Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah dr Ahmad Muttaqin Alim SpAn EMDM.
Hal itu dikupas dalam Pengajian Umum PP Muhammadiyah dengan tema Idul Adha di Masa Pandemi Covid-19 yang digelar via aplikasi Zoom, Jumat (10/7/2020)
Menurut Ahmad Muttaqin Alim, Muhammadiyah Covid-19 Command Center (MCCC) berkewajiban menjelaskan beberapa hal sebagai landasan bagaimana protokol dan apa pertimbangan-pertimbangan yang perlu diambil ketika melakukan ibadah secara massal terkait Idul Adha.
Badai Belum Berlalu
Dia mengungkapkan, data pemerintah menunjukkan Indonesia saat ini masih mengalami kenaikan kasus Covid-19, yang trend-nya semakin hari semakin tinggi.
“Meskipun secara epidemiologi masih bisa diduga bahwa kenaikan itu terus terjadi. Kamis (9/7/2020) kemarin kita mengalami kenaikan positif Covid-19 sejumlah 2,657 dan hari ini 1600-an. Selama beberapa hari ini trend-nya masih di atas 1000,” ujarnya.
Meskipun pemerintah memberikan informasi bahwa jumlah zona resiko tinggi menurun dari 108 ke 57 area, tetapi data ini agak paradoks dengan trend harian.
“Data website pemerintah menunjukkan sampai hari ini trend-nya masih naik tapi kadang turun. Namun secara keseluruhan trennya masih naik. Dan ini beriringan dengan jumlah yang terpapar dan jumlah tes yang dilakukan oleh pemerintah,” ungkapnya.
“Namun data yang jumlah kenaikannya sampai 2000 lebih itu sesungguhnya bagi teman-teman epidemiolog dan ahli kesehatan masyarakat masih dirasa kurang ‘memuaskan’,” tambahnya.
PCR Masih Rendah
Ahmad Muttaqin Alim menunjukkan, data menunjukkan bahwa pemeriksaan yang dilakukan untuk testing dan tracing masih belum ideal seperti yang diharapkan para epidemiologi.
“Kita lihat pemeriksaan yang dilakukan PCR yang tertinggi masih di DKI Jakarta. Sementara daerah lain masih rendah PCR-nya,” paparnya.
Setiap daerah, sambungnya, memiliki trend yang berbeda antara satu dengan yang lain. Yogyakarta bisa berbeda dengan Kalimantan, Sulawesi, dan Sumatera. Dengan pola dan puncak yang berbeda.
“Sebagai contoh adalah Banten. Banten saat PSBB trendnya landai. Berhasil menekan grafik itu menjadi landai. Tetapi di Jateng saat PSBB di kota Tegal misalnya itu landai baik. Tetapi ketika PSBB dilepas grafik naik lagi,” urainya.
PSBB diberlakukan sekian tahap hingga masa transisi angkanya naik turun dengan trend yang tinggi. Jadi penekanan kami bahwa setiap kota memiliki trend yang berbeda dan satu kota bisa lebih tinggi dari yang lainnya.
“Aktivitas masyarakat mempengaruhi jumlah persebaran penyakit. Masyarakat ketika ada pandemi di awal itu aktivitasnya turun. Kemudian aktivitas di rumah naik. Jadi masyarakat banyak tinggal di rumah,” jelasnya.
New Normal Risiko Naik
Setelah wacana new normal dan Idul Fitri grafik aktivitas di luar rumah sudah mulai menanjak. Dan aktivitas di dalam rumah mulai menurun.
“Artinya masyarakat sejak ada wacana new normal sudah mulai aktif di luar rumah. Dan ini artinya bagi para pemerhati pandemi merupakan risiko penularan yang bisa naik. Bisa naiknya tidak hanya di dalam kota tetapi bisa antarkota,” ungkapnya.
MCCC Kebumen di Sruweng tidak banyak yang transmisi lokal bahkan tidak ada. Tetapi pasien positif Covid-19 itu datang dari luar kota. Dan ketika sekarang ada kampanye new normal justru grafik di daerah-daerah bukan kota besar itu bisa naik. Ini harus menjadi perhatian bersama.
Hentikan Debat Konspirasi
Ahmad Muttaqin Alim menjelaskan, Muhammadiyah sudah merawat pasien sekian banyak. Jadi tidak saatnya lagi berdebat ini konspirasi atau bukan. Karena RS Muhammadiyah sudah menangani pasien tersebut dan secara faktual sudah terkonfirmasi banyak.
“Muhammadiyah sudah mengeluarkan anggaran besar hingga ratusan miliar untuk penanganan Covid-19 ini baik di RS maupun di luar RS. Ini adalah kejadian di rumah sakit kita sendiri,” tegasnya.
Covid-19, lanjutnya, menular melalui droplet yang bisa menyebar 1-1,5 meter. Sekarang sedang terus dikaji penularan melalui udara. Sementara spektrum gejalanya lebar. Ada orang tanpa gejala, ada gejala ringan, gejala sedang, berat, sangat berat hingga meninggal.
“Jadi range-nya atau spektrumnya sangat luas. sayangnya sampai sekarang kita belum berhasil menemukan ciri-ciri orang yang bila terkena itu akan aman dan yang ini tidak aman. Polanya masih acak dan dikaji lebih lanjut,” jelasnya.
Meninggal Tanpa Komorbit
Ahmad Muttaqin Alim menegaskan, pada awalnya diduga bahwa penderita parah adalah pasien yang pernah punya penyakit sebelumnya (komorbid) seperti hipertensi jantung paru dan lain-lain.
Tapi ternyata ditemukan juga data—seperti yang dikeluakan pemerintah pada 3 Juni— bahwa hampir sepertiga jumlah pasien yang meninggal dunia itu tanpa komorbid. Artinya sudah berbeda dengan asumsi awal kita.
“Dari mana risiko penularan itu naik? Pertama dari berkumpulnya masyarakat. Ini sesuai dengan hasil penelitian Persatuan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia di Jatim yang menunjukkan ketaatan untuk jaga jarak dan tidak kumpul-kumpul itu tidak tinggi sehingga trend-nya terus naik,” paparnya.
“Kemudian kontak dekat, kontak lama, semakin lama akan kan semakin mudah tertular. Tanpa pelindung dan tidak higienis,” sambungnya.
Cegah Penularan dengan Protokol
Bagaimana dengan Idul Adha? Sesungguhnya menangani atau mencegah penularan itu hanya tiga dan sangat sederhana. Namun pada praktiknya kita perlu agak detail.
“Pertama menjaga jarak dan kepadatan. Kedua menggunakan pelindung diri dan ketiga menjaga higienitas. Ini dipraktikkan selama pandemi masih ada,” rincinya.
Saat harus beribadah atau disunnahkan beribadah Idul Adha, maka prinsipnya menjaga jarak, menjaga agar tidak terjadi kepadatan. Maka MCCC mengeluarkan saran dan Majelis Tarjih dan Tajdid mengeluarkan panduannya untuk shalat Idul Adha di rumah.
“Atau sekarang berkembang shalat Id di komunitas terkecil di RT bila daerahnya sudah aman. Disarankan tidak melakukan aktivitas yang menimbulkan kepadatan di lapangan dan tidak juga di masjid karena tempat terbuka dan beresiko,” pesannya.
Selanjutnya perlindungan diri gunakan masker, face shield, dan lain-lain. Disarankan gunakan pakaian lengan panjang, sepatu, sebelum masuk rumah cuci tangan, melepas baju, dan mencuci masker. Baru kemudian beraktivitas di rumah bersama keluarga. Menjaga higienitas dengan mencuci tangan dengan sabun dan memakai hand sanitizer.
Panduan Penyembelihan Hewan Kurban
“Protokol ini juga dilaksanakan untuk penyembelihan hewan kurban. PP Muhammadiyah mengeluarkan panduan untuk penyembelihan hewan kurban diurutkan berdasarkan prioritas yang kita sarankan,” terangnya.
Pertama kurban dikonversi menjadi dana yang diserahkan kepada Lazismu. “Kita tahu kadang di sebuah kompleks banyak yang menyembelih hewan kurban dan dibagikan ke tetangganya sendiri. Artinya ada penumpukan daging disitu. Kalau Lazismu menyebarkan ke daerah-daerah yang membutuhkan,” paparnya.
Kedua bila sangat ingin, sambungnya, menyembelih hewan kurban maka disarankan disembelih di Rumah Potong Hewan (RPH). “Karena untuk prinsip menjaga jarak maka kita tidak banyak berkumpul di sana kecuali petugas tertentu yang melakukannya dan jumlahnya terbatas. Kemudian RPH melakukan penyembelihan dengan baik dan benar serta menjaga higienitas,” harapnya.
Ketiga bila ada jumlah banyak hewan kurban maka perlu dibagi-bagi. Ada yang ke RPH dan yang lainnya gunakanlah tempat-tempat yang berbeda. Semakin banyak tempat agar memecah masa. Tidak berkumpul masa di situ. Penyembelihan sebaiknya di kampung yang membutuhkan dengan protokol yang sehat.
“Keempat hewan kurban berupa kambing atau domba sebaiknya disembelih di rumah masing-masing agar tidak berinteraksi satu tengah yang lain. Hanya berinteraksi dengan keluarga sendiri,” pesannya.
Kelima pembagian daging kurban sebaiknya diantar oleh panitia ke rumah masing-masing orang yang diberikan atau mustahiknya. Diberikan tidak harus ketemu dan bercakap-cakap sehingga tidak ada kontak, berkumpul dan antrean yang meningkatkan resiko penularan.
“Sebaiknya kita mulai terus menekankan kepada diri kita untuk melindungi diri, melindungi keluarga dan melindungi orang-orang di sekitar kita,” tuturnya.
Penulis Badai belum berlalu Sugiran. Editor Mohammad Nurfatoni.