PWMU.CO-Wees Tove. Nama yang aneh untuk arek Suroboyo. Panggilannya Mas Owe. Dia pengusaha warung kopi di Surabaya. Namanya Jokopi Coffee Shop.
Nama warung kopinya yang nyerempet-nyerempet nama presiden itu ternyata membawa hoki. Pelanggannya mengalir. Kini dia sudah membuka tiga coffee shop. Kedai pertama di Jl. Ketabang Kali 51 A. Kemudian kedai kedua di Jl. Untung Suropati 85, dan kedai ketiga di G-Walk Citraland.
”Insyaallah akan segera dibuka kedai keempat bulan September 2020 di daerah Surabaya Timur,” kata Mas Ove dalam acara Fortasi/Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah secara daring di SMA Muhammadiyah 2 Surabaya, Senin (13/7/2020).
Dia alumnus Smamda Surabaya ini lulus tahun 2012. Start up ini diundang untuk bercerita kepada siswa baru suksesnya menjadi wiraswasta penjual warung kopi.
Mas Ove bercerita, pendiri warung kopi itu bersama tiga temannya semasa SMP. ”Jokopi diawali dari kami berempat suka ketemu bareng, biasanya nongkrong di tempat orang. Nah kita pengen buat tempat untuk bertemu teman-teman lama, akhirnya kita buat brand Jokopi ini,” cerita Wees Tove.
Tak Pernah Sekolah Bisnis
Jokopi dirintis akhir tahun 2017. Tiga teman pemodal coffee shop ini adalah Dery, Yogi, dan Acil. Empat orang ini bagitugas. Acil sebagai direktur, Ove pegang human resources dan pengembangan, Dery jadi creative (branding, konsep), dan Yogi kelola keuangan
Menurut dia, Jokopi ada beberapa konsep. Di Ketabang Kali itu creative up concept, tempatnya luas, digunakan banyak orang, dekat banyak komunitas misal musik dan komunitas hobi lain, jadi bisa saling kolaborasi.
Kedai Untung Suropati memakai take away concept. Tempatnya kecil untuk lalu lalang orang aja. ”Nah yang di G-Walk juga memakai creative up concept seperti di Ketabang Kali,” terangnya.
Diterangkan, terjun bisnis kedai kopi karena melihat peluang bisnisnya cukup lebar. Segmennya kaum milenial yang butuh tempat bertemu untuk sharing.
Jokopi ini memiliki lokasi yang berdekatan dengan berbagai komunitas, seperti yang berada di Jl. Ketabang Kali yang cocok untuk tempat nongkrong sambil kumpul dengan komunitas. “Kita lakukan pendekatannya yaitu dekat dengan komunitas. Menurut saya kopi itu Community Base. Jadi kita mendekatkan diri dengan komunitas.
Ove terangkan, dia dan teman-temannya tidak ada yang kuliah bisnis. Ove dan Dery dari FKG. ”Saya sebenarnya pengen ambil bisnis, tapi ortu minta jadi dokter gigi karena bisnis bisa dipelajari bersama,” ujar Wees Tove.
Sebelumnya mereka pernah membuka usaha sendiri-sendiri namun gagal. ”Saya waktu kuliah buka cafe di Sidoarjo tapi gak jalan. Teman juga ada yang buka usaha dessert juga gak jalan. Setelah kita semua kumpul, kita sharing akhirnya kita nemu ide Jokopi ini. Jadi yang kerja di kita pun kita sebut family,” jelas Wees Tove.
Jokopi awalnya dikenalkan lewat teman kampus. Menawarkan dari orang ke orang secara PO (Pre-Order). ”Awalnya kita paksa temen kita beli. Akhirnya kita buka market itu di Sunday Market, car free day. Itu mungkin yang bikin brand kita mulai dikenal,” katanya.
Modal Pinjam Ortu
Modal dari pinjam orangtua. Waktu buka pertama di Ketabang Kali gak ada pembeli sama sekali. Lalu teman kuliah yang coba-coba. Bersukur akhirnya kedainya sekarang jadi jujugan anak muda. Dia ingin kedai kopinya bisa go international.
Sebagai brand lokal Surabaya, Jokopi tidak hanya bisnis dunia kopi. Juga kolaborasi dengan web series. Bekerja sama dengan people film. Salah satu back true dari Jokopi mengeluarkan web series.
”Bisa cek di channel youtube Jokopi untuk yang belum tahu. Rumit web series salah satu karya dari kami untuk pasar Surabaya. Membutktikan dari pasar lokal Surabaya bisa memberikan impact pada Surabaya juga,” ujarnya.
Dia berpesan, jika ingin usaha pandai melihat peluang, pengalaman menghindari risiko, ada kalanya susah, rugi. Semakin dini berusaha semakin kita unggul di masa mendatang.
”Untuk yang baru berbisnis, jangan berhenti belajar sepanjang hayat. Berhenti belajar di suatu titik itulah awal kehancuran kita,” tuturnya. (*)
Penulis Eka Haris Editor Sugeng Purwanto