Tanwir Virtual, Pandemi, dan Taawun Muhammadiyah oleh Biyanto, Guru Besar UIN Sunan Ampel dan Wakil Sekretaris Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jawa Timur
PWMU.CO-Pada Ahad (19/7), Muhammadiyah dan Aisyiyah menyelenggarakan sidang Tanwir Virtual. Tanwir merupakan bentuk permusyawaratan tertinggi di bawah muktamar. Tanwir dilaksanakan untuk memutuskan persoalan strategis yang dihadapi organisasi, umat, dan bangsa.
Tanwir kali ini terasa spesial karena dilaksanakan dalam suasana kedaruratan akibat pandemi Covid-19. Tema yang diangkat adalah Hadapi Covid-19 dan Dampaknya: Beri Solusi untuk Negeri. Tema ini sejalan dengan suasana keprihatinan bangsa di tengah pandemi Covid-19.
Karena sangat spesial, Tanwir 2020 pasti tercatat dalam sejarah. Untuk pertama kali Muhammadiyah dan Aisyiyah menyelenggarakan tanwir virtual. Apalagi Pimpinan Cabang Istimewa Muhammadiyah/Aisyiyah (PCIM/A) dari 26 negara juga bergabung secara daring.
Pelaksanaan tanwir virtual dilakukan sebagai bagian dari ikhtiar untuk memutus mata rantai penularan virus corona. Hal itu karena kasus Covid-19 di sejumlah daerah masih menunjukkan tren meningkat.
Salah satu agenda tanwir adalah penundaan pelaksanaan muktamar. Muktamar seharusnya dilaksanakan pada 1-5 Juli 2020 di Surakarta, Jawa Tengah. Sebelumnya, melalui rapat pleno diperluas diputuskan penundaan muktamar pada 21-27 Desember 2020. Tetapi berdasar kajian tim dokter dan ahli epidemologi, tampaknya persebaran virus corona masih mengkhawatirkan.
Bahkan menurut Muhammadiyah Covid-19 Command Center (MCCC), pada 2021 nanti negeri tercinta belum benar-benar aman dari Covid-19. Tanwir pun memutuskan bahwa muktamar Muhammadiyah dan Aisyiyah akan dilaksanakan pada Juli 2022.
Konsentrasi Bantu Pandemi
Dengan menunda pelaksanaan muktamar, Muhammadiyah dapat berkosentrasi untuk membantu pemerintah dalam penanggulangan dampak Covid-19. Sejauh ini Muhammadiyah juga telah menunjukkan kiprah mengagumkan selama era pandemi Covid-19.
Muhammadiyah bergerak cepat dengan membentuk gugus tugas bernama MCCC. MCCC dibentuk seiring perkembangan wabah virus korona di negeri tercinta. Kini MCCC telah eksis mulai level pusat, provinsi, kabupaten/kota, kecamatan, dan desa/kelurahan.
Mengingat dampak sosial yang ditimbulkan pandemi Covid-19 sungguh luar biasa, Muhammadiyah bergerak di berbagai bidang. Selain bidang kesehatan, Muhammadiyah menyiapkan program bantuan kebutuhan pokok untuk masyarakat terdampak. Lumbung Muhammadiyah (Lumbungmu) juga disiapkan untuk memperkuat ketahanan pangan masyarakat. Muhammadiyah juga menggelorakan gerakan menanam selama pandemi Covid-19 berlangsung.
Melalui MCCC, Muhammadiyah menyiapkan berbagai jenis bibit tanamam yang cepat panen. Dengan memanfaatkan lahan kosong warga atau pekarangan di rumah, gerakan menanam penting di tengah kesulitan mendapatkan bahan kebutuhan pokok.
Gerakan menanam terus dikampanyekan MCCC untuk mengantisipasi krisis pangan. Perhatian Muhammadiyah bahkan tidak hanya tertuju pada warga bangsa di Tanah Air. Melalui MCCC, Muhammadiyah juga membantu pekerja migran Indonesia (PMI) di Malaysia yang terdampak Covid-19.
Sumber Dana
Pertanyaannya, dari mana sumber pendanaan Muhammadiyah sehingga dapat membantu setiap ada bencana di dalam dan luar negeri? Jawabnya, Muhammadiyah mengandalkan pendanaan dari sumbangan amal usaha dan kedermawanan anggota.
Di samping itu, Lembaga Zakat Infaq dan Shadaqah Muhammadiyah (Lazismu) juga memobilisasi sumber dana dari pemerintah dan masyarakat. Kiprah Lazismu dan Muhammadiyah Disaster Management Center (MDMC) tampak menonjol dalam penanganan Covid-19.
Sejauh ini kiprah Muhammadiyah secara umum juga meyakinkan dalam kaitan dengan gerakan tolong-menolong (ta’awun). Di level dunia Muhammadiyah telah bermitra dengan lembaga-lembaga internasional seperti USAID, AusAID, Muslim AID, Unicef, Bill & Melinda Gate, Community of Sant’Egidio, Global Fund, dan Asian Muslim Charity Foundation (AMCF). Semua kemitraan itu umumnya dalam bentuk dukungan untuk melakukan kerja-kerja emanusiaan.
Karena itulah tidak mengherankan jika Muhammadiyah tercatat sebagai Permanent Consultative Member of Ecosoc, sebuah lembaga sosial dan ekonomi di bawah Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Teologi tolong-menolong (the theology of al-Ma‘unism) telah menjadikan Muhammadiyah berkarakter mengabdi dan memberi.
Gerakan tolong-menolong yang dilakukan Muhammadiyah juga bersifat lintas etnis, agama, dan golongan. Muhammadiyah membantu golongan mana pun yang menjadi korban bencana. Karakter itulah yang ditunjukkan Muhammadiyah selama era pandemi Covid-19.
Peran RS Muhammadiyah
Di bidang kesehatan, Muhammadiyah menyiapkan lebih dari 79 rumah sakit untuk menangani pasien Covid-19. Tentu tidak mudah menangani pasien Covid-19 di tengah keterbatasan sarana prasarana dan alat pelindung diri (APD).
Secara finansial rumah sakit Muhammadiyah juga belum begitu kuat akibat terlambatnya pencairan dana BPJS. Tetapi karakter ta‘awun yang disemai pendiri dan ideolog Muhammadiyah telah mengabaikan semua persoalan tersebut. Muhammadiyah selalu hadir menolong warga bangsa korban bencana.
Semua itu dilakukan karena Covid-19 merupakan tragedi kemanusiaan yang dahsyat. Karena itulah dibutuhkan tindakan yang konkrit untuk pencegahan dan penanganan terhadap korban.
Bantuan Muhammadiyah pada masyarakat terdampak terus mengalir dalam bentuk penyemprotan disinfektan, hand sanitizer, masker, dan bahan makanan. Melalui Lumbungmu, Muhammadiyah secara berkala juga menyelenggarakan pasar murah untuk memenuhi kebutuhan pokok masyarakat.
Kelompok terdampak seperti guru, guru ngaji, penceramah, dan pekerja informal yang mengandalkan penghasilan harian menjadi sasaran utama bantuan MCCC.
Peran Masjid
Di bidang keagamaan, Muhammadiyah juga berkomitmen untuk menjalankan seluruh kebijakan pemerintah. Selama era pandemi, sebagian masjid Muhammadiyah beralih fungsi menjadi kantor MCCC. Muhammadiyah juga terus mengedukasi umat untuk beribadah di rumah (pray at home) selama musim pandemi.
Seiring perjalanan waktu, sejumlah daerah kini mulai dinyatakan sebagai zona aman Covid-19 oleh pihak berwenang. Untuk itu, Muhammadiyah memberi kesempatan takmir untuk membuka masjid sebagai pusat ibadah umat.
Persyaratannya, pelaksanakan ibadah berjamaah di masjid harus menggunakan protokol kesehatan yang ketat. Hal itu dilakukan sebagai antisipasi agar tidak terjadi lagi kluster penularan Covid-19 di masjid. Bagi Muhammadiyah, menjaga diri dari bahaya (hifdh al-nafs) merupakan ajaran agama yang sangat penting (QS. Al-Baqarah: 195).
Aktivis Muhammadiyah meyakini bahwa nilai-nilai kedermawan dan kesukarelaan yang diwujudkan dalam bentuk gerakan menolong sesama merupakan aktualisasi ajaran agama tentang pentingnya memberi (religious gift).
Muhammadiyah juga mengamalkan ajaran untuk selalu memberi tanpa berharap kembali. Pada konteks itulah Muhammadiyah melalui MCCC berusaha hadir memelopori gerakan ta’awun untuk negeri, terutama saat terjadi bencana alam dan bencana kemanusiaan.
Spirit menjaga diri dari bahaya dan berempati pada sesama itulah yang ditanamkan Muhammadiyah melalui kegiatan tanwir virtual di era pandemi. Dengan menunda muktamar, potensi Muhammadiyah dapat dicurahkan untuk membantu mereka yang terdampak Covid-19. Dengan terus melakukan ta’awun sosial, kehadiran Muhammadiyah akan terus dirindukan oleh umat dan bangsa. (*)
Editor Sugeng Purwanto