PWMU.CO – Keunikan dakwah di LP perlu ‘diabadikan’ dan disebarluaskan. Hal itu disampaikan oleh Wakil Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jatim Nadjib Hamid
Dia menyampaikan dalam pengajian yang diselenggarakan oleh Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) Kota Malang dengan tema Penguatan Dakwah Virtual Solusi untuk Negeri via aplikasi Zoom, Senin (20/7/2020).
Menurut Nadjib hadits rasul yang meminta, sampaikanlah meski satu ayat kerap dipakai sebagai dasar untuk melegitimasi dakwah itu wajib bagi semua. “Tidak disebutkan kala apa. Kala normal atau tidak normal. Sekarang situasinya tidak normal,” ujarnya.
Manajerial Dakwah
Dakwah, lanjut, tidak sekadar materinya bagus tetapi ada aspek manajerial di sana yang kerap lebih menentukan dari pada materi dakwahnya itu sendiri.
“Dalam situasi yang normal kita biasanya bisa offline atau bertatap muka langsung bersilaturahim. Tetapi situasi tidak normal dengan pandemi Covid-19 maka manajemen dakwah menjadi berubah,” ungkapnya.
Kita memerlukan instrumen dakwah secara virtual karena dakwah bukan sekadar ceramah atau tidak sekedar lisan.
“Saya kerap menyampaikan ke kawan-kawan daerah justru kala pandemi ini adalah momentum bagi kita semua untuk mengembangkan dakwah berupa tulisan. Di dunia digital kita kalah dengan organisasi yang lain karena tradisi lisan kita lebih dominan dibandingkan tradisi tulis,” paparnya.
“Bagi yang muda inilah momen dakwah kita melalui tulisan terutama menulis sejarah dakwah di lokal masing-masing,” tambahnya.
Ceramah-ceramah yang sifatnya bubar setelah dilaksanakan itu mulai dievaluasi. Usai ceramah bubar tidak ada tindak lanjut.
“Malam ini kita coba. Apa setelah ceramah ini yang dilakukan? Kalau melihat dakwah virtual sepertinya orang lebih tertarik kepada pendakwah-pendakwah nasional karena lebih segar. Kita tidak boleh kalah meskipun tidak punya sumber daya manusia (SDM) seperti di luar tetapi kita mencoba cara lain,” jelasnya.
Sejarah Dakwah Lokal
Nadjib Hamid meminta membagikan pesan-pesan dakwah melalui tulisan. Menyebarkan melalui berbagai media, termasuk menuliskan sejarah dakwah di lokal masing-masing.
“Mumpung kita ini masih banyak generasi perintis. Sampaikan meski satu ayat. Tidak dijelaskan secara rinci bagaimana teknis dan manajemen dakwah itu. Tetapi kitalah yang harus kreatif ke sana. Kalau kita dari waktu ke waktu hanya mendengarkan ceramah maka nanti kita akan ditinggalkan,” terangnya.
“Kita tidak punya jejak. Apalagi cara kita menyampaikan dakwah biasanya kurang segar, maka untuk itu harus berbagi peran,” imbuhnya.
Dakwah kita, sambungnya, tidak hanya berhenti di ceramah, tidak berhenti di pengajian.
Abadikan Jejak Hasanah
“Tetapi apa yang harus dilakukan setelah itu saya kira jauh lebih penting sehingga pasca-kegiatan daring seperti ini harus ada pembagian tugas. Supaya memiliki jejak hasanah yang luar biasa,” sergahnya.
Muhammadiyah acaranya luar biasa tetapi kalau tidak ditulis maka akan ditelan begitu saja oleh masa. Apa yang dilakukan unsur unsur pembantu pimpinan Muhammadiyah seperti majelis dan lembaga luar biasa.
“Tetapi kalau tidak ditulis atau diabadikan maka generasi berikutnya akan kehilangan jejak hasanah itu. Maka berharap mereka bisa melanjutkan jejak kita tentu menjadi lebih berat,” tegasnya.
Ayo dokumentasikan dan abadikan jejak hasanah dakwah kita dalam berbagai level. Mulailah menulis tentang kiprah dakwah Muhammadiyah Aisyiyah di ranting tertentu dan di amal usaha tertentu.
“Kalau tidak pelaku sejarah itu yang mengabadikan apalagi orang lain. Kita punya tokoh-tokoh penting dan hebat tetapi karena tidak tekun mengkaji dan menuliskannya maka tokoh-tokoh penting itu hilang begitu saja. Malang sangat kaya tentang tokoh-tokoh pejuang itu,” ajaknya.
Kiai Ahmad Dahlan, ujarnya, jejaknya bisa diketahui oleh generasi berikut karena ada yang menulis. Kiprah Ahmad Dahlan berdakwah di Malang sangat sederhana dan simpel sekali. Tanpa ceramah yang panjang tetapi ketika ketinggalan kereta di Sumberpucung Malang menjadi inspirasi bagi dakwah Islam yang luar biasa.
“Hanya semalam menginap di rumah Kepala Stasiun Sumberpucung. Kepala stasiun tertarik kepada Kiai Dahlan dan akhirnya datang ke Yogya untuk membuktikan kebenaran perilakunya. Sederhana sekali dan menginspirasi,” tuturnya.
Kita itu keliling ke mana-mana, sambungnya, tapi kadang tidak menginspirasi. Mengabadikan dakwah kita di level-level terbawah juga penting. Momentum pandemi ini harus dimanfaatkan. Kegiatan-kegiatan yang selama ini menyita waktu agak relatif berkurang.
“Masih banyak tokoh di Malang seperti Mbah Bejo. Masih kurang eksplor tentang Mbah Bejo itu. Seorang yang pada zaman itu dengan gigihnya memperjuangkan misi dakwah Muhammadiyah. Maka ayo ditulis. Itu lebih menyelamatkan keberadaan Muhammadiyah,” pesannya.
Dakwah Aisyiyah di LP
Peran Aisyiyah di Lembaga Pemasyarakatan (LP) Malang dalam konteks pembinaan penghuni LP itu luar biasa. Tetapi siapa yang tahu setelah para perintisnya tidak ada semua. Harus ditulis karena kalau tidak itu bisa dibengkokkan oleh orang lain.
“Melakukan dakwah di tempat yang kurang populer sangat penting. Dakwah di LP itu dakwah yang unik karena selama ini kita dakwahnya di masjid dan di tempat-tempat yang sudah kumpulan orang baik. Kalau dakwah di lembaga pemasyarakatan itu menarik dan banyak tantangannya. Sangat bagus diabadikan dalam bentuk tulisan,” paparnya.
Kenapa masjid-masjid yang didirikan oleh orang Muhammadiyah bukan institusi lantas mudah diserbu oleh orang lain? Karena kita kerap kurang punya dokumen yang mendukung proses perintisan dakwah atau pendirian masjid
“Di Malang ada UMM dan SMK Muhammadiyah yang bagus dalam teknologi. Itu sangat mendukung untuk menjalankan proses dakwah seperti itu. Kalau yang tua-tua menggunakan teknologi terbatas sekali. Ayo dimanfaatkan sebaik mungkin potensi itu,” harapnya.
Keunikan dakwah di LP perlu diabadikan. Sebuah sejarah yang menginspirasi. (*)
Penulis Sugiran. Editor Mohammad Nurfatoni.