ADVERTISEMENT
  • Home
  • Kajian Ramadhan
  • Musyda
  • Kabar
  • Kajian
  • Kolom
  • Feature
  • Musafir
  • Khutbah
  • Canda
  • Ngaji Hadits
  • Mediamu
Jumat, Maret 24, 2023
  • Login
  • Home
  • Kajian Ramadhan
  • Musyda
  • Kabar
  • Kajian
  • Kolom
  • Feature
  • Musafir
  • Khutbah
  • Canda
  • Ngaji Hadits
  • Mediamu
No Result
View All Result
PWMU.CO | Portal Berkemajuan
  • Home
  • Kajian Ramadhan
  • Musyda
  • Kabar
  • Kajian
  • Kolom
  • Feature
  • Musafir
  • Khutbah
  • Canda
  • Ngaji Hadits
  • Mediamu
No Result
View All Result
PWMU.CO | Portal Berkemajuan
No Result
View All Result

Dakwah Kultural Muhammadiyah

Jumat 24 Juli 2020 | 01:56
8 min read
494
SHARES
1.5k
VIEWS
ADVERTISEMENT
Dakwah Kultural Muhammadiyah ditulis oleh Syafiq A. Mughni, Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah; Guru Besar UINSA Surabaya.
Prof Syafiq A. Mughni penulis ‘Dakwah Kultural Muhammadiyah’. (Sketsa ulang foto oleh Atho’ Khoironi/PWMU.CO)

Dakwah Kultural Muhammadiyah ditulis oleh Syafiq A. Mughni, Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah; Guru Besar UINSA Surabaya.

PWMU.CO – Paling tidak, sejak Sidang Tanwir 2002 di Bali dan kemudian Sidang Tanwir 2003 di Makassar, dakwah kultural telah menjadi topik pembicaraan yang hangat di kalangan warga Muhammadiyah.

Muncul beberapa pertanyaan apakah Muhammadiyah akan berubah? Yakni mengakomodasi tradisi bidah dan khurafat-tahayul. Juga bagaimana implementasinya di dalam kegiatan dakwah, dan lain sebagainya.

Tulisan ini tentu tidak akan membahas kembali apa itu dakwah kultural dan segala masalah yang muncul di dalamnya. Tulisan ini akan menyorot salah satu aspek saja, yakni kearifan lokal yang telah menjadi kultur sebuah komunitas dan posisinya dalam menyikapi globalisasi.

Kearifan Lokal

Kearifan lokal (local wisdom) akhir-akhir ini menjadi subjek perbincangan yang semakin ramai di berbagai kalangan karena posisinya yang sangat penting dalam kehidupan masyarakat.

Ia merupakan perwujudan dari nilai lokal (local value) yang dipandang positif karena fungsinya dalam menjamin harmoni dan solidaritas sosial serta dipandang efektif dalam transformasi sosial.

Kearifan sosial tentu saja harus digali dalam maknanya yang paling substansial dari tradisi lokal (local tradition) dan kemudian secara selektif ditarik ke dalam nilai-nilai keadaban.

Dengan kata lain, tidak semua tradisi lokal mengandung nilai keadaban, dan karena itu tidak semua tradisi lokal menjadi sumber bagi kearifan lokal.

Bagi kita, tradisi lokal harus terseleksi untuk ditransformasikan ke dalam kearifan lokal dan harus paralel dengan nilai-nilai ajaran Islam yang telah menjadi worldview (pandangan dunia) bagi setiap Muslim.

Ancaman Modernitas

Perjalanan sejarah pemikiran manusia bisa dipandang dalam bentuk dialektika. Pada abad-abad pertengahan, kehidupan manusia didominasi oleh pemikiran keagamaan, yang oleh August Comte disebut sebagai masa teologis.

Ajaran agama sangat mewarnai kehidupan manusia pada saat itu. Ukuran baik dan buruk, benar dan salah, ditentukan oleh ajaran agama.

Kalau cara pandang semacam itu dipandang sebagai sebuah tesis dalam dialektika, maka muncullah antisesis pada zaman berikutnya yang mengkritik bahwa agama pada abad-abad pertengahan itu sebagai penghambat kemajuan.

Antisesis itu menyatakan cara pandang yang absah adalah rasionalisme, yang dalam bahasa August Comte disebut sebagai positivisme. Orang lebih bergantung pada rasio atau ilmu pengetahuan untuk membangun cara berfikir dan bertindak.

Masa positivistik itu terjadi ketika modernitas berkembang dan menggusur tradisi yang dipandang menghambat kemajuan manusia. Dalam masa ini ilmu pengetahuan cepat berkembang yang kemudian terjadi sekularisasi dalam hampir seluruh kehidupan manusia.

Agama dan tradisi dipandang sebagai sesuatu yang absolut yang menghambat kemajuan. Jika modernitas semacam itu dipandang sebagai tesis—sebelumnya berupa antitesis—maka pada masa berikutnya muncul antisesis baru yang mengkritik modernitas sebagai sumber malapetaka.

Post Modernisme

Seorang intelektual Muslim, Seyyed Hosein Nasser, menulis sebuah buku berjudul The Plight of Modern Men, yang menggambarkan kehidupan manusia modern yang menderita akibat kegersangan spiritual dan kerusakan lingkungan.

Antitesis itu disebut orang sebagai post-modernity atau post-traditionality, yang selain mengkritik modernitas, juga memberikan kembali apresiasi terhadap agama dan tradisi.

Pada masa terakhir inilah wacana tentang pluralisme, multikultutalisme, dan kearifan lokal berkembang, yang pada dasarnya ingin menyatakan bahwa agama dan tradisi yang pernah dipersalahkan sebagai penghambat kemajuan sekarang dipandang sebagai modal budaya yang diperlukan bagi perbaikan kehidupan manusia.

Sebagaimana sering disebut bahwa Muhammadiyah adalah gerakan Islam modern karena banyak sekali menyerap unsur-unsur modernitas dalam cara berfikir maupun pengelolaan organisasi.

Tetapi, modernitas Muhammadiyah bukanlah bersifat sekular karena agama tetap menjadi motivasi, ruh, dan jalan perjuangan dakwah Muhammadiyah.

Dengan demikian, ciri-ciri masa teologis masih tetap ada di dalamnya bersamaan dengan ciri-ciri masa positivistik. Agama dan modernitas diramu secara eklektik dalam Muhammadiyah sehingga menjadi gerakan yang memperkokoh agama dan sekaligus mendinamisasi instrumen-instrumen dakwah.

Ancaman Puritanisme

Di samping ancaman modernitas, tradisi, dan nilai-nilai lokal juga mendapatkan ancaman dari puritanisme agama.

Kecenderungan puritan dalam Islam, misalnya, telah menggusur tradisi-tradisi yang dipandang berbau bidah, tahayul, khurafat, dan syirik karena merusak akidah Islam yang murni.

Dalam praktiknya, gerakan puritan ini telah melancarkan serangan tanpa pandang bulu terhadap tradisi yang diyakini bertentangan dengan Islami murni, seperti ziyarah kubur, sedekah bumi, sedekah laut, tahlilan, dan slametan. Karena semuanya itu berbau sinkretik dan tidak bersumber dari ajaran Islam yang otentik.

Tradisi secama itu dipandang oleh puritanisme sebagai bentuk sikretisme, campuran ajaran-ajaran yang berasal dari Hindu, Budha, dan paganisme.

Cara berfikir puritan semacam itu pada masa berikutnya dikritik karena menyebabkan kegersangan spiritual dan hilangnya kearifan lokal.

Mengikuti cara pandang dialektika seperti tersebut di atas, maka kita melihat jika sinkretisme abad pertengahan adalah sesuatu tesis, muncullah puritanisme pada zaman modern sebagai antitesis.

Pada gilirannya, antitesis ini menjadi tesis, yang selanjutnya ditantang oleh tesis baru, yang mengritik puritanisme sebagai pemikiran yang menggusur tradisi dan spiritualitas secara membabi buta.

Muhammadiyah dan Kearifan Lokal

Dalam kesempatan ini perlu dipaparkan bagaimana Muhammadiyah memandang tradisi lokal. Rujukan yang paling baik sesungguhnya adalah produk Sidang Tanwir di Makassar 2007 yang mengesahkan dakwah kultural Muhammadiyah.

Pada prinsipnya, Muhammadiyah sangat menghargai tradisi lokal. Tetapi, jika tradisi itu mengandung penyimpangan dari akidah yang benar, maka Muhammadiyah melakukan purifikasi dalam arti menjauhkan diri dari tradisi yang mengandung unsur-unsur tahayul, bidah, khurafat, dan syirik.

Jika tradisi itu tidak mengandung unsur-unsur sinkretik, maka Muhammadiyah mendinamisasikan tradisi itu sehingga menjadi modal bagi pencepatan kemajuan manusia.

Posisi Muhammadiyah semacam itu menyiratkan penghargaannya terhadap budaya lokal, dan setelah melalui seleksi sebagiannya menjadi local wisdom.

Ini berarti bahwa sekalipun telah dikenal sebagai gerakan modernis yang menghargai rasionalitas, Muhammadiyah tetap menghargai tradisi yang positif dan posisinya sebagai kearifan lokal.

Demikian pula, sekalipun dikenal sebagai gerakan puritan, Muhammadiyah tidak berlaku semena-mena terhadap tradisi. Muhammadiyah hanya melakukan usaha purifikasi jika mengandung atau mempersubur sinkretisme.

Kerusakan Lingkungan

Kearifan lokal menjadi bahan wacana dalam berbagai dimensi kehidupan manusia. Berikut ini bebrapa contoh tentang bangkitan kesadaran terhadap pentingnya kearifan lokal.

Akibat industrialisasi yang terus berekspansi secara cepat, terjadilah kerusakan lingkungan. Polusi, banjir, tanah longsor dan pemanasan global (global warning) merupakan by product dari industrialisasi.

Bahkan sampai sekarang diyakini oleh para penganut developmentalisme sebagai satusatunya jalan menuju kemajuan dan kesejahteraan umat manusia.

Pengunaan bahan bakar, konversi lahan produktif menjadi real estate dan pabrik menyebabkan kesusakan lingkungan. Eksploitasi sumber daya alam atas nama pembangunan ternyata menimbulkan penderitaan di banyak tempat.

Itu semua menggambarkan bagaimana parahnya kerusakan lingkungan yang menimbulkan penderitaan masyarakat lokal akibat pembangunan yang tidak berorientasi pada kearifan lokal.

Contoh lainnya bisa dilihat dalam dimensi hubungan antarmanusia. Dalam tradisi Jawa yang sesungguhnya diwarnai oleh ajaran Islam, manusia diharuskan untuk menjalin silaturahmi.

Orang bertemu muka, bercanda, berbincang-bincang dengan keakraban. Mereka memiliki waktu yang longgar untuk bercengkerama sehingga hubungan batin menjadi kuat karena bisa melihat ekspresi teman atau tetangganya.

Tetapi, dalam kehidupan modern, akibat teknologi informasi, orang merasa cukup berkomunikasi dengan teknologi informasi, misalnya telepon atau media sosial.

Manusia modern telah kehilangan sentuhan-sentuhan keakraban sesama. Tradisi gotong royong di kampung-kampung tradisional sesungguhnya merupakan instituasi untuk menguatkan keakraban dan tanggung jawab sosial.

Ada nilai-nilai (values) yang tidak bisa digantikan oleh sistem baru, misalnya dengan urunan untuk membayar tenaga orang lain untuk mengerjakan tugas-tugas kolektif di suatu komunitas tertentu.

Tantangan Global

Dakwah kultural sesungguhnya melakukan dua proses sekaligus. Pertama adalah purifikasi dalam bidang akidah-ibadah, dan dinamisasi dalam bidang m’amalah-dunyawiyah.

Ini berarti bahwa Muhammadiyah membuka ruang yang sangat luas bagi pemanfaatan budaya lokal bagi kepentingan dakwah.

Di dalam masyarakat kita banyak media tradisional yang sesungguhnya tetap berfungsi dengan untuk menyampaikan pesan-pesan dakwah. Namun demikian, harus dipertimbangkan efektivitas media itu.

Ada kemungkinan bahwa pemanfaatan media tradisional itu bahkan berlawanan dengan tujuan dakwah. Media atau alat seringkali mengendalikan tujuan sehingga tujuan itu sendiri menjadi kabur.

Di samping itu, efisiensi juga harus menjadi pertimbangan. Banyak resources dan energi yang terbuang untuk kepentingan media. Sedangkan terjadi pemborosan, yang pada hakekatnya itu berlawanan dengan tujuan dakwah yang mendorong adanya efisiensi dalam pemanfaatan resources. Jika tidak, akan terjadi israf (berlebih-lebihan) dan tabdzir (pemborosan).

Dalam rangka memproses tradisi lokal menjadi kearifan lokal yang berfungsi peningkatan kualitas hidup dalam makna yang luas, maka sesungguhnya kita bisa membedakan antara wadah dan isi, atau simbol dan makna.

Antara Simbol dan Isi

Dalam masyarakakat tradisional, wadah atau simbol memiliki posisi yang sangat penting. Orang bisa terlibat dalam konflik karena simbol. Karena itu, dakwah kultural sesungguhnya bisa berlangsung dengan simbol dan wadah yang tetap tetapi dengan memberikan makna yang berbeda.

Di sinilah proses desakralisasi dan demitologisasi atas simbol dan wadah harus dilakukan. Simbol yang sama diberi makna baru, dan wadah yang sama diberi isi baru.

Perkembangan sekarang ini menunjukkan bahwa globalisasi semakin hari semakin masuk ke dalam seluruh aspek kehidupan manusia dan seluruh kawasan di muka bumi ini.

Karena itu, tidak mungkin kita menolak globalisasi secara apriori. Yang penting adalah bagaimana kita mengambil segi-segi positif dari gejala globalisasi itu.

Banyak sisi-sisi positif dari ilmu pengetahuan, teknologi, ekonomi, dan budaya yang perlu dimanfaatkan untuk meningkatkan derajat kehidupan umat.

Sejarah menunjukkan bahwa tidak ada kemajuan yang dicapai dengan cara isolasi diri, karena sikap itu justru akan memperlemah daya tahan sebuah komunitas yang menolak bersentuhan dengan komunitas lain.

Bergulat dengan globalisasi tidak serta-merta berati mengilangkan tradisi lokal atau kearifan lokal. Dalam wacana tentang pluralisme atau multikulturalisme terkandung semangat pengakuan dan penghargaan terhadap keragaman, termasuk lokalisme itu.

Karena itu, dakwah kultural menuntut kita untuk bukan saja melakukan inovasi tetapi juga terkadang preservasi simbol atau wadah sebagai tradisi lokal yang kemudian ditransformasikan ke dalam nilai-nilai Islam yang berkemajuan. (*)

Editor Mohammad Nurfatoni.

Atas izin penerbit Hikmah Press Surabaya, tulisan berjudul asli Dakwah Kultural  dalam buku Mendekati Agama: Memahami dan Mengamalkan Islam dalam Ruang dan Waktu (2014) ini dimuat ulang oleh PWMU.CO dengan judul Dakwah Kultural Muhammadiyah.

Tags: Dakwah KulturalDakwah Kultural MuhammadiyahSyafiq A. Mughni
SendShare198Tweet124Share

Related Posts

Mengukur Sukses Dakwah Kebangsaan Muhammadiyah dengan Melihat Ini

Selasa 15 November 2022 | 13:04
126

Syafiq A. Mughni, kanan, bersama Imam Addaruqutni di Sarasehan Keumatan PDM Kota Malang. (Uzlifah/PWMU.CO) PWMU.CO-...

Doa Sahabat Abdullah bin Mas’ud Tutup Sidang Pleno I Muktamar

Minggu 6 November 2022 | 08:07
2.6k

Prof Dr H Syafiq A Mughni saat memimpin penutupan Sidang Pleno I (tangkapan layar Darul...

Shalat Jenazah Rektor UMG: Masjid Penuh Sesak, Ketua PP Muhammadiyah Beri Pesan Ini

Minggu 18 September 2022 | 20:55
1.7k

Ketua PP Muhammadiyah Prof Syafiq A. Mughni saat menyampaikan pesan-pesan takziah. (Mohammad Nurfatoni/PWMU.CO) Liputan Kontributor...

Atasi Krisis Lingkungan, Muhammadiyah dan Ashoka Libatkan Organisasi Lintas Iman

Sabtu 27 Agustus 2022 | 06:19
115

Atasi Krisis Lingkungan, Muhammadiyah dan Ashoka Libatkan Organisasi Lintas Iman. Prof Syafiq A Mughni dalam...

Jelaskan Islam Berkemajuan, Prof Syafiq: Bentengi Diri dari Kelompok Ekstrem

Kamis 30 Juni 2022 | 13:58
1.5k

Prof Syafiq A. Mughni (tengah) saat meresmikan Muhammadiyah Boarding School (MBS) At-Taqwa Gosari (Istimewa/PWMU.CO) Jelaskan...

MBS Itu Nama Keren Pesantren Muhammadiyah

Kamis 30 Juni 2022 | 11:04
1.4k

Prof Dr Syafiq A. Mughni (Ummu Salamah/PWMU.CO) MBS Itu Nama Keren Pesantren Muhammadiyah; Liputan Ummu Salamah,...

Ceramah di Probolinggo, Prof Syafiq Ungkapkan Ini

Minggu 5 Juni 2022 | 12:34
14k

Syafiq A Mughni, tengah, bersama Ketua PDM Kota Probolinggo Masyfu', kanan. (Ikhsan/PWMU.CO) PWMU.CO- Ceramah di...

Islam Berkemajuan, Ini Lima Cirinya

Senin 30 Mei 2022 | 22:39
283

Prof Dr Syafiq A Mughni MA ceramah di pengajian PCM Kedungadem (Samsul/PWMU.CO) PWMU.CO- Islam berkemajuan...

Tantangan Muhammadiyah: Jihad Melawan Islamofobia

Senin 16 Mei 2022 | 05:09
1.8k

Prof H Syafiq A Mughni MA PhD pada kegiatan Silaturahmi dan konsolidasi Organisasi PCM Sidayu-Gresik...

Pandangan Muhammadiyah tentang Tasawuf dan Tarekat

Senin 2 Mei 2022 | 12:00
3.3k

Prof Syafiq A. Mughni. Pandangan Muhammadiyah tentang Tasawuf (Sketsa ulang foto oleh Atho’ Khoironi/PWMU.CO) Pandangan...

Discussion about this post

Populer Hari Ini

  • Jadwal Lengkap Imsakiyah Ramadhan 1444/2023 Kota dan Kabupaten Se-Jawa Timur

    11435 shares
    Share 4574 Tweet 2859
  • Inilah 18 Calon PCM GKB Gresik 2022-2027

    19633 shares
    Share 7853 Tweet 4908
  • Din Syamsuddin Kritik Presiden Jokowi yang Larang Pejabat Buka Puasa Bersama

    3150 shares
    Share 1260 Tweet 788
  • Tangan Kanan PP Muhammadiyah

    1563 shares
    Share 625 Tweet 391
  • Di Balik Nama Ramadhan

    1326 shares
    Share 530 Tweet 332
  • Pejabat Dilarang Jokowi Bukber, Begini Tanggapan Sekum PP Muhammadiyah

    1013 shares
    Share 405 Tweet 253
  • Pelantikan PWM dan PWA Jatim bareng Kajian Ramadhan 1444, Berikut Penjelasannya

    926 shares
    Share 370 Tweet 232
  • LPHU, Lembaga Baru PWM Jatim di Bidang Haji dan Umrah

    737 shares
    Share 295 Tweet 184
  • Dalil dan Keutamaan Shalat Tarawih Formasi 4-4-3

    5137 shares
    Share 2054 Tweet 1284
  • Festival Permata Fest Muhammadiyah Wotan, Ini Para Juaranya

    783 shares
    Share 313 Tweet 196

Berita Terkini

  • Es Cantik manis
    Es Cantik Manis Hadir di Market Day MIM 1 PareJumat 24 Maret 2023 | 17:23
  • Terkait Larangan Berbuka Puasa Bersama, begini kata PWM Jatim; Liputan Darul Setiawan, Kontributor PWMU.CO Sidoarjo.
    Terkait Larangan Berbuka Puasa Bersama, Begini Kata PWM JatimJumat 24 Maret 2023 | 17:04
  • Gerebeg Rumah
    Gerebek Rumah Subsidi, Pasarkan Perumahan PCM BabatJumat 24 Maret 2023 | 16:35
  • Tiga alasan PWM Jatim tolak kedatangan Timnas Israel di Piala Dunia U-20; Liputan Darul Setiawan, kontributor PWMU.CO Sidoarjo.
    Tiga Alasan PWM Jatim Tolak Kedatangan Timnas Israel di Piala Dunia U-20Jumat 24 Maret 2023 | 16:13
  • Tarbiyatul Mar'ah
    Tarbiyatul Mar’ah, Program Unggulan AisyiyahJumat 24 Maret 2023 | 16:05
  • Tiga Kontributor PWMU.CO Juara Guru Berprestasi SD AlmadanyJumat 24 Maret 2023 | 15:36
  • Tim Futsal SMPM 9 Watukebo Juara I Bima Cup 2023Jumat 24 Maret 2023 | 15:34
  • Guru SD Muhsida Workshop Implementasi Kurikulum MerdekaJumat 24 Maret 2023 | 15:32
  • Keseruan LDKS MTsM 10 Mojopetung di Mangrove Centre TubanJumat 24 Maret 2023 | 15:25
  • Makan Sahur Sudahkah Dianggap sebagai Niat Puasa?Jumat 24 Maret 2023 | 15:17

Hubungi Kami

WA : 0858-5961-4001
Email :pwmujatim@gmail.com
  • Dewan Redaksi dan Alamat
  • Pedoman Media Siber
  • Privacy Policy

© 2021 pwmu.co - PT Surya Kreatindo Mediatama.

No Result
View All Result
  • Home
  • Kajian Ramadhan
  • Musyda
  • Kabar
  • Kajian
  • Kolom
  • Feature
  • Musafir
  • Khutbah
  • Canda
  • Ngaji Hadits
  • Mediamu

© 2021 pwmu.co - PT Surya Kreatindo Mediatama.

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
error: Content is protected !!