Muswil PAN Jatim Tinggal Ketok Palu, Deklarasi Batu oleh Ainur Rafiq Sophiaan, Pemerhati Sosial Politik di Surabaya
PWMU.CO-Musyawarah Wilayah V Partai Amanat Nasional (PAN) Jawa Timur bisa disimpulkan sudah berakhir. Jika pakai terminologi tarekat, hakikatnya sudah selesai. Tinggal syariat dan makrifatnya.
Dan siapa lagi yang bakal mengendalikan partai berlogo matahari ini kalau bukan Dr Achmad Rubaie. Politisi kawakan yang jam terbangnya sudah tak terbilang lagi. Ini menyusul Deklarasi Penyataan Dukungan yang dihelat tim suksesnya di Hotel Purnama, Batu, Sabtu (25/7/2020).
Proses politik itu menariknya dihadiri nyaris semua pihak yang selama ini berseberangan saat Kongres Kendari. Antara pendukung Zulkifli Hasan dan kubu Mulfachri Harahap.
Kehadiran Dr Basuki Babussalam, Sekretaris DPW PAN Jatim, dari kubu Mulfachri seolah telah menutup spekulasi adanya kontestasi pemilihan ketua di Muswil nanti.
Basuki selama ini dianggap berada di kubu Abdullah Abu Bakar, Walikota Kediri, satu kandidat ketua PAN Jatim yang akan berlaga di Muswil nanti bersaing dengan Ahmad Rubaie.
Abdullah Abu Bakar bahkan telah mengklaim didukung 30 dari 38 DPD se Jatim. Surat dukungan itu telah disampaikan langsung ke Ketua Umum DPP Zulkifli Hasan di Jakarta beberapa hari lalu. Walikota periode kedua itu sebelumnya bersama tim suksesnya telah menggalang beberapa pertemuan dengan pemilik suara secara bergulir di Dapil-Dapil.
Taktik Dekati Lawan
Tapi Rubaie punya taktik sendiri. Dia mengundang Basuki dalam pertemuan pendukung Rubaie di Batu ini. ”Saya sengaja mengundang Pak Basuki hadir di forum ini untuk menyampaikan orasi politik agar kawan-kawan di daerah mendapatkan pencerahan,” kata Rubaie disambut aplaus hadirin.
Bahkan untuk meneguhkan niatnya secara simbolis dia memesan jaket khusus seperti yang dipakainya. Jaket itu kemudian dipakaikan kepada Basuki dalam acara itu. Racikan politics dan entertainment seperti ini menyebarkan pesan Basuki telah berada di kubunya. Peristiwa ini menjadikan politik tidak selalu terkesan sangar dan menakutkan.
Ketua DPW PAN Jatim Masfuk dan Abdullah Abu Bakar juga diundang dalam pertemuan ini. Tapi keduanya tidak hadir. ”Khusus untuk Pak Masfuk saya akan datang menemui beliau di rumahnya. Tinggal soal waktu,” jelasnya.
Dia mengutip falsafah Jawa, mikul duwur mendem jeruh, yang berarti menghargai jasa pendahulu sembari mengubur dalam-dalam kekurangannya. Katanya lagi,”Kita harus bangun tradisi pergantian pimpinan partai berlangsung secara damai.”
Basuki yang tak bisa menyembunyikan perasaannya mengaku terharu. Ia mengatakan, begitu datang langsung diajak bertemu dengan Rubaie. Dia menyatakan, ”Saya berharap periode mendatang ditata dengan penuh kedamaian dan kebersamaan.”
Kalimat yang menyiratkan kelemahan masa lalu. Dibayar dengan ongkos cukup mahal. Kinerja partai ambruk. Kader-kader militan beterbangan.
Era Baru Tanpa Amien Rais
Deklarasi itu sendiri intinya satu: tekad dukungan kepada Rubaie menakhodai partai lima tahun mendatang (2020-2025). Ada dukungan dari 38 daerah. Semua hadir di acara Batu. Lengkap sudah.
Lho, kubu Abdullah Abu Bakar juga klaim didukung 30 DPD. Berarti ada 68 DPD? Tidak usah heran. Pakar komunikasi politik Dan Nimmo menyatakan, politik tak akan lepas dari klaim dan simbol. Apalagi dalam arena kontestasi. Pemilih akhirnya yang akan menentukan siapa kandidat yang berbohong.
Di sisi lain kehadiran para pendukung Abdullah juga tidak bisa dianggap kartu mati. Politik itu cair. Semua bisa berubah. Kehadiran mereka boleh jadi karena alasan pragmatis. Namun, mekanisme pemilihan dalam Muswil PAN hanya menyodorkan pola formatur 5 orang (1 dari DPP) akan mengunci semua. Karena di titik krusial ini DPP memiliki hak prerogatif menentukan 4 anggota formatur dari DPW.
Apapun, tampaknya Deklarasi Batu menjadi antiklimaks. Proses politik sepertinya sudah diselesaikan di depan. Tinggal ketok palu di Muswil PAN Jatim sebagai formalitas.
Namun tugas di depan mata pengurus PAN Jatim amat berat. Soliditas partai saja belum menjamin. Apalagi bagi partai tengahan dengan suara 6 persen punya keterbatasan sumber daya manusia dan sumber daya logistik bukan soal sederhana.
Catat misalnya, partai ini era baru tanpa Amien Rais sebagai vote getter. Apalagi jika tokoh reformasi itu tetap akan mendirikan parpol baru.
Belum lagi, Electoral Threshold (ET) bakal dipatok 5-7 persen. Politik yang oligarkis dan berbiaya mahal (high-cost politics). Maka kontestasi di panggung politik makin liar dan kanibalistik.
Sementara di Jawa Timur sendiri tak mudah juga menggaet 25 juta pemilih yang tersebar dalam mosaik politik yang amat beragam. Apakah PAN mampu menembus berbagai tantangan itu? Kita tunggu gebrakannya. (*)
Editor Sugeng Purwanto