PWMU.CO– Juru kunci Kakbah telah bertahan turun temurun selama 16 abad dipegang anak keturunan Qusai bin Kilab bin Murrah sejak zaman pra Islam. Anak turunnya dikenal sebagai Bani Syaibah. Nama Syaibah ini merujuk kepada kakek Nabi, Abdul Muththalib.
Menurut laporan Arabnews.com, lebih dari 110 juru kunci Ka’bah diturunkan dari generasi ke generasi Bani Syaibah. Saat ini juru kunci Kakbah jatuh pada Saleh bin Zain Al-Abidin Al-Syaibi. Dialah yang menyimpan kunci-kunci Kakbah. Dia dibantu saudara-saudaranya Anas dan Nizar al-Syaibi.
Tugasnya merawat Kakbah adalah membuka, menutup, membersihkan, mencuci, membungkus, dan memperbaiki kain ini jika rusak. Cuci Kakbah dilakukan dengan Zamzam dan air mawar. Keempat dindingnya diseka dan dicuci dengan air wangi lalu berdoa.
”Kakek kami, Qusai bin Kilab, yang juga kakek Nabi, bertanggung jawab atas pemeliharaan Kakbah. Lalu menyerahkannya kepada putra sulungnya, Abd al-Dar, pada gilirannya menyerahkannya kepada anak-anaknya,” kata Anas al-Shaibi, salah satu yang merawat Masjid al-Haram.
Dikatakan, pesan dan nasihat leluhurnya dijaga oleh anak turunannya agar merawat Kakbah didasari rasa taqwa, menjaga prinsip-prinsip Islam, kejujuran, kerendahan hati, bermoral, dan menyimpan kunci dalam tas khusus yang terbuat dari sutra hijau dan emas,” ujar Al-Syaibi menambahkan.
Al-Syaibi menceritakan, kadang kunci Kakbah susah membukanya sehingga perlu diperbaiki. Jika rusaknya parah terpaksa harus diganti baru. Kunci inilah yang dipakai membuka pintu Multazam. Pintu yang selalu menjadi rebutan tiap jamaah umrah dan haji. Karena menurut Nabi, berdoa di depan pintu ini makbul.
Penampilan kunci Kakbah unik. Dibuat dengan desain berbeda karena mengandung karakter khusus sesuai Kakbah yang disucikan. Dirancang sangat artistik dan unik sehingga tidak ada seorang pun selain juru kunci yang tahu cara menggunakannya.
Ketika ada tamu kerajaan dan ingin masuk pintu Kakbah, maka Gubernur Mekkah Pangeran Khalid al-Faisal menghubungi keluarga Al-Syaibi untuk membuka pintu Multazam.
Sejarah Kiswah
Tentang sejarah kiswah Kakbah, Al-Syaibi mengatakan, Raja Yaman Tubba yang pertama kali mengenakannya. Mulanya Tubba hendak menyerang Mekkah dan meruntuhkan Kakbah. Namun dia menderita penyakit parah. Para tabib didatangkan tak bisa menyembuhkan.
Lalu seseorang memberi tahunya, penyakit itu muncul karena niat buruknya mau menghancurkan Kakbah. Dia diminta untuk mundur dari rencananya. Setelah itu dilakukan maka Tubba pulih dari penyakit.
Setelah sembuh Raja Tubba mengirim hadiah kepada orang-orang Mekah dan menutupi Kakbah dengan kiswah. Sejak itu Kakbah selalu ditutup kiswah dari generasi ke generasi.
Sekarang ini kiswah terbuat dari sutra alami khusus yang dicelup dalam warna hitam. Tinggi 14 m. Pada sepertiga atasnya adalah ikat pinggang yang terdiri dari 16 keping persegi yang dikelilingi motif Islam. Sabuk ini lebar 95 cm dan panjangnya 47 m.
Kiswah terdiri dari empat bagian menutup dinding Kakbah. Bagian pintu dibuat menjadi tirai korden yang bisa disingkap. Pembuatannya multi-tahap. Dengan menggabungkan kain menjadi empat sisi.
Tradisi merawat Kakbah dijaga dengan baik agar tak terjadi perselisihan. Al-Syaibi menuturkan, kepala keluarga adalah orang yang bertanggung jawab atas tugas tersebut. Keluarga kompak dan setiap perbedaan diselesaikan secara internal. ”Menurut Nabi, hanya penindas akan mengambil alih perawatan dari keluarga Al-Syaibi.”
Perang Menguasai Kakbah
Dalam sejarahnya seperti ditulis Sirah Ibnu Hisyam, penguasa kota Mekkah dan juru kunci Kakbah dipegang anak keturunan Nabi Ismail. Nabi Ismail ketika dewasa menikahi perempuan Bani Jurhum yang menetap di Mekkah dari Yaman. Paman-paman istrinya juga diberi wewenang mengurusi Kakbah.
Ketika juru kunci dipegang oleh Amr bin al-Harts bin Mudzadz al-Jurhum, dia bertindak korup mengambil harta Kakbah, memeras peziarah haji dan orang-orang asing dengan pungutan tinggi.
Kondisi itu membuat kabilah-kabilah di jazirah Arab protes. Maka tampillah orang dari Bani Bakr bin Abdu Manaf bin Kinanah dan Ghubsyan dari Bani Khuza’ah memerangi Amr bin al-Harts. Dalam perang ini Amr bin al-Harts kalah dan diusir dari Mekkah.
Sebelum pergi dia mengambil patung dua kijang emas dari Kakbah dan dua batu tiangnya kemudian dimasukkan sumur Zamzam dan menimbunnya. Lantas dia bersama baninya pergi ke Yaman. Setelah itu Ghubsyan dari Khuza’ah yang memelihara Kakbah, Bani Bakr memegang kendali Mekkah.
Beberapa generasi kemudian muncul Qusai bin Kilab dari Bani Amr bin al-Harts al-Jurhum yang menetap di Yaman. Qusai datang ke Mekkah dan menetap di situ. Dia kemudian menghubungi saudara-saudaranya keturunan Nadhr bin Kinanah yang populer di sebut Quraisy. Anak keturunannya ini kemudian disebut suku Quraisy.
Qusai menyampaikan yang berhak memelihara Kakbah dan mengusai Mekkah adalah anak-anak Quraisy yang keturunan langsung Nabi Ismail. Ajakan ini didukung saudara-saudaranya. Mereka bersatu membentuk pasukan mengajukan tuntutan kepada Bani Khuzaah dan Bani Abu Bakr agar menyerahkan Mekkah dan Kakbah.
Lalu terjadilah perang besar dengan banyak korban. Kemudian terjadi perdamaian dengan menyerahkan perselisihan ini kepada juru damai Ya’mur bin Auf. Ya’mur memutuskan Qusai yang berhak atas Kakbah dan KotaMekkah sesuai garis keturunan kepada nabi Ismail.
Setelah Qusai menguasai Mekkah dia memboyong semua kaumnya ke Mekkah ikut membantu membangun Mekkah dan merawat Kakbah. Dia mempersatukan kabilah-kabilah dari bangsa Quraisy. Membangun Darun Nadwah untuk balai kota. Dia menjadi pemimpin besar yang ditaati. (*)
Penulis/Editor Sugeng Purwanto