PWMU.CO– Naskah Piagam Jakarta semestinya menjadi teks Proklamasi Kemerdekaan sesuai keputusan BPUPKI. Namun tidak ada seorang pun di antara Bung Karno, Bung Hatta, Mr Subardjo, dan anggota PPKI yang membawa naskah itu waktu rapat di rumah Laksamana Tadashi Mayeda, 16 Agustus 1945 tengah malam.
”Tidak seorang di antara kami yang mempunyai teks resmi yang dibuat pada tanggal 22 Juni 1945,” kata Bung Hatta seperti ditulis dalam bukunya Sekitar Proklamasi. Malam itu mereka berkumpul di rumah Mayeda Jl. Meiji Dori 1 atau Imam Bonjol 1 Jakarta.
Menurut Hatta dalam bukunya itu ada lima orang yang ikut merumuskan teks proklamasi yaitu Bung Karno, Bung Hatta, Subardjo, Sukarni, dan Sayuti Melik. Tapi sumber lain kebanyakan menyebut hanya tiga orang: Bung Karno, Bung Hatta, dan Subardjo.
Mereka mojok di ruang tamu kecil duduk di kursi dengan meja. Ruang itu terpisah dengan ruang tengah tempat berkumpul sekitar 40 anggota PPKI. Sementara di luar rumah ramai berkerumun rakyat dan pemuda menunggu hasil rapat ini.
Menurut penuturan Mr Ahmad Subardjo waktu itu Bung Karno bertanya tentang teks dalam Piagam Jakarta. ”Masih ingatkah saudara teks dari bab Rancangan Pembukaan Undang-Undang Dasar kita?”.
”Ya, saya ingat, tetapi tidak lengkap seluruhnya,” jawab Subardjo.
”Tidak mengapa, kita hanya memerlukan kalimat-kalimat yang menyangkut proklamasi. Bukannya seluruh teksnya,” jawab Bung Karno.
”Saya persilakan Bung Hatta menyusun teks ringkas. Sebab bahasanya saya anggap yang terbaik. Sesudah itu kita persoalkan bersama-sama,” kata Bung Karno. ”Setelah kita memperoleh persetujuan, kita bawa ke muka sidang lengkap yang sudah hadir di ruang tengah.”
Bung Hatta menjawab,”Kalau saya mesti memikirkan lebih baik Bung menuliskan, saya mendiktekannya.”
Teks Proklamasi Baru
Bung Karno sepakat. Lantas dia meminta pulpen dan kertas. Bung Hatta dan Subardjo mendiktekan kalimat proklamasi yang diambil dari kalimat akhir alinea ketiga naskah Piagam Jakarta sebatas ingatannya. Alinea itu menjadi berbunyi: Kami bangsa Indonesia dengan ini menjatakan kemerdekaan Indonesia.
Semestinya alinea lengkap dalam naskah Piagam Jakarta itu berbunyi: Atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa, dan dengan didorong oleh keinginan luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia dengan ini menyatakan kemerdekaannya.”
Alinea pertama proklamasi itu langsung disepakati tanpa koreksi meskipun tidak persis sama dengan alinea di naskah Piagam Jakarta atau Pembukaan UUD 1945. Lalu Hatta mengatakan, kalimat pernyataan proklamasi saja masih kurang lengkap. Harus ada alinea kedua.
”Kalimat itu hanya menyatakan kemauan bangsa untuk menentukan nasibnya sendiri,” ujar Hatta menyela. ”Mesti ada komplemennya yang menyatakan caranya menyelenggarakan Revolusi Nasional.”
Lantas Hatta mendiktekan kalimat: Hal-hal jang mengenai pemindahan kekoeasaan d.l.l. dioesahakan dengan tjara saksama dan dalam tempoh jang sesingkat-singkatnya.
Di alinea kedua ini ada koreksi. Kata pemindahan disarankan diganti penjerahan. Bung Karno mencoret kata pertama dan menuliskan kata baru itu di atasnya. Tapi kata dirasakan belum pas. Lebih sesuai kata pemindahan seperti awalnya. Bung Karno mencoret kata penyerahan dan menuliskan kata pemindahan lagi di bawahnya. Lantas semuanya sepakat dengan rumusan teks itu.
Kemudian beralih pada kata dioesahakan dikoreksi menjadi kata diselenggarakan. Perubahan kata ini juga disepakati. Setelah itu Bung Karno mengakhiri dengan kalimat: Djakarta, 17-8-05, wakil-wakil bangsa Indonesia.
Tahun tertulis ’05 merupakan penyingkatan angka dari tahun Showa Jepang 2605 sama dengan tahun 1945. Setelah dibacakan ulang oleh Bung Karno, semua setuju dengan rancangan naskah proklamasi itu.
Sayuti Melik Mengubah Teks Proklamasi
Bung Karno lalu memanggil Sayuti Melik yang melintas di ruangan itu. ”Ti, Ti, tik ini,” ujar Bung Karno sambil menyodorkan selembar kertas berisi teks proklamasi.
Sayuti mengambil kertas itu. Lalu menuju ke ruang lain yang ada meja dan mesin tik. Tapi mesin tik itu berhuruf Kanji Jepang. Pembantu Mayeda, Satzuki Mishima kemudian diperintahkan mencari mesin tik berhuruf Latin.
Dengan naik jeep, dia pergi ke kantor militer Jerman. Satzuki bertemu perwira Angkatan Laut Mayor Kandelar. Perwira ini bersedia meminjamkan mesin tik. Sesudah mesin tik tiba, Sayuti Melik mengetik naskah proklamasi itu ditemani Burhanoeddin M Diah, wartawan Asia Raya yang berdiri di belakangnya.
Ketika mengetik, Sayuti Malik juga mengoreksi ejaan naskah itu. Seperti kata tempoh dikoreksi menjadi tempo. Djakarta,17-8-05 diubah menjadi Djakarta, hari 17 boelan 8 tahoen 05.
Kalimat wakil-wakil bangsa Indonesia dia ganti menjadi Atas nama Bangsa Indonesia. Lalu atas inisiatifnya dia menambahkan nama Soekarno-Hatta.
Hanya Ditandatangani Sukarno-Hatta
Sesudah naskah proklamasi selesai diketik diserahkan kepada Bung Karno. Kemudian mereka bergabung dengan anggota PPKI di ruang tengah. Ternyata di ruang itu juga ikut serta pemimpin pemuda dan pimpinan Cuo Sangi In (Badan Pertimbangan Pusat/DPR).
Sidang dibuka. Agenda pertama, Bung Karno membacakan naskah proklamasi pelan-pelan. Kemudian dia bertanya kepada hadirin. ”Dapatkah ini saudara-saudara setuju?” Semua hadirin bergemuruh menjawab,”Setujuuu…”
”Benar-benar saudara semuanya setuju?” tanya Bung Karno menegaskan lagi.
”Setujuuuu…”
Kemudian Hatta berkata,”Kalau saudara semua setuju, baiklah kita semua yang hadir di sini menandatangani naskah proklamasi ini.”
Ini dokumen bersejarah, sambung Hatta. Ini penting bagi anak cucu kita. Mereka harus tahu, siapa yang ikut memproklamasikan Indonesia merdeka. Seperti naskah Proklamasi Kemerdekaan AS. Semua yang memutuskan ikut menandatangani keputusan bersama.
Semua hadirin terdiam mendengar tawaran Hatta. Belum ada yang merespon. Kecuali Sukarni yang maju. Lalu dengan suara lantang berkata,”Bukan kita semua yang hadir di sini harus menandatangani naskah itu. Cukuplah dua orang saja menandatangani atas nama rakyat Indonesia yaitu Bung Karno dan Bung Hatta.”
Omongan Sukarni itu disambut seluruh yang hadir dengan tepuk tangan riuh tanda setuju. Sebelum rapat ditutup, Bung Karno memperingatkan bahwa hari itu tanggal 17 Agustus 1945 pukul 10 Proklamasi Kemerdekaan akan dibacakan di depan rakyat di halaman rumahnya Jl. Pegangsaan Timur 56.
Rapat berakhir sekitar pukul 03.00. Tuan rumah Mayeda turun dari loteng menemui para tamunya bersama Shigetada Nishijima, ajudannya. Mereka memberi selamat atas hasil rapat ini. Sebelum pulang tuan rumah menyuguhkan roti, telur, dan ikan sardine untuk makan sahur.
Hatta berpesan kepada pemuda yang menjadi wartawan agar membantu memperbanyak teks proklamasi dan menyiarkan proklamasi kemerdekaan itu ke seluruh Indonesia dan dunia. (*)
Penulis/Editor Sugeng Purwanto