Rumah Pengasingan Soekarno
Selain mengunjungi Rumah Ibu Fatmawati Soekarno, saya juga menyempatkan diri mampir ke Rumah Pengasingan Soekarno, yang terletak di Jalan Soekarno Hatta Bengkulu, sekitar 15 menit perjalanan dari Jalan Fatmawati.
Kesan pertama, rumah itu begitu asri karena dikelilingi halaman dengan hamparan rumput dan beberapa tanaman keras. Untuk memasuki rumah berwarna dominan putih dengan kusen, pintu, dan jendela bercat kuning itu, pengunjung harus berjalan melawati halaman depan sepanjang kurang lebih 100 meter.
Begitu tiba, seorang petugas langsung mempersilakan menulis buku tamu yang ada di teras rumah. Dari teras itulah kita akan terhubung ke semua ruangan. “Ini rumah unik, semua ruang dihubungkan dengan pintu,” komentar Dr Syamsuddin MA, Wakil Ketua Pimpinan Wilayah Jawa Timur yang ikut dalam kunjungan itu.
Bersebelahan dengan teras adalah ruang kerja Bung Karno. Sepanjang dindingnya dihiasi oleh foto-fotonya saat masa pengasingan. Mulai di Banceuy Bandung (1929), Sukamiskin (1931), Ende (1934-1938), Bengkulu (1938-1942), Berastagi dan Perapat (1948), serta Muntok (1949).
Di tempat itu terdapat dua replika surat yang disimpan dalam sebuah kotak kaca yakni Surat Biaya Perjalanan dan Surat Kenaikan Tunjangan Bung Karno. Beberapa buku berbahasa Belanda dan Inggris peninggalan Bung Karno juga disimpan di sebuah lemari kaca di ruang ini.
Ruang kerja Bung Karno itu bisa tembus ke ruang tamu karena ada pintu yang menghubungkannya. Di ruang berukuran 4×4 meter itu ada meja kursi kayu yang— menurut sang penjaga rumah Roni Apriyanto—masih asli. Ada pula sepeda onthel Bung Karno.
Selain tembus ke ruang tamu, kamar tidur tamu tadi juga bisa terhubung ke kamar tidur Bung Karno dan Inggit Ganarsih, istri kedua Soekarno yang mendampingi selama pengasingan di Bengkulu pada tahun 1938-1942.
Tiket Murah Rp 3 Ribu
Di ruang itu disimpan replika Surat Nikah Bung Karno dengan Inggit Ganarsih yang berlangsung tanggal 24 Maret 1923. Selain itu ada Surat Rahasia Residen Bengkulu kepada Gubernur Sumatera tentang penjelasan pengiriman sejumlah uang setiap bulan oleh Soekarno untuk anak angkatnya Omi di Bandung.
Juga terdapat ranjang besi dan sebuah lemari kayu yang berisi baju-baju seragam grup tonil Monte Carlo asuhan Soekarno semasa di Bengkulu. Baju-baju asli itu juga disimpan di kamar tidur Ratna Djuami (Omi) dan Sukarti/Kartika yang terletak berseberangan dengan kamar tidur utama. Omi dan Kartika adalah anak angkat Bung Karno dan Ibu Inggit. Uniknya tadi, kamar ini juga terhubung oleh pintu ke ruang tamu.
Bagian belakang rumah pengasingan ini adalah teras yang luas. Di situ terdapat meja makan. Di teras belakang ini pula disediakan photo booth di mana pengunjung bisa berfoto seperti sedang dibonceng sepeda onthel oleh Bung Karno.
Yang juga menarik, di halaman belakang rumah masih terdapat sumur masa pengasingan itu. “Silakan mencoba airnya, Pak,” ujar Roni mempersilahkan PWMU.CO menggunakan air sumur yang masih harus diambil memakai timba itu.
Untuk memasuki dan mengenang perjuangan Bung Karno itu, pengunjung hanya perlu merogoh uang receh Rp 3 ribu. Sangat terjangkau, tapi semoga saja sejarah bangsa ini tidak ikut ‘dihargai’ murah.
Seperti pesan Jasmerah Bung Karno, pada pidato di depan MPRS, 17 Agustus 1966, “Jangan sekali-kali meninggalkan sejarah, jangan sekali-sekali melupakan sejarah.” (*)
Editor Sugeng Purwanto