Proyek Minyak Shell, di Balik Inggris Bantu Belanda Jajah Indonesia ditulis oleh Rosdiansyah, peneliti JPIP Surabaya.
PWMU.CO-Perang dunia kedua baru saja usai memasuki bulan Agustus 1945. Clement Attlee dari Partai Buruh terpilih sebagai Perdana Menteri baru Inggris menggantikan Winston Churchill.
Kabinet boleh berganti, partai boleh berubah, tapi niat menjajah tak pernah sirna. Lewat menlunya, Ernest Bevin, perdana menteri baru Inggris itu tetap memandang penting regenerasi kekuatan Eropa di Asia. Prancis di Indocina, Belanda di Indonesia.
Bevin yakin kunci keberhasilan rencana itu terletak pada upaya restorasi kekuatan kolonial di Asia Tenggara (Asteng), persis sebelum diacak-acak Dai Nippon. Inggris sendiri sudah menancapkan kukunya di daratan Malaya, Tumasik (Singapura), dan Brunai pra-1945. Namun Partai Buruh Inggris juga bersikap realistis melihat fakta tumbuhnya sentimen nasionalisme regional di kawasan Asteng. Tak pelak, butuh taktik jitu.
Inggris berjanji, kemerdekaan koloninya akan dilakukan secara bertahap. Namun, urusan ekonomi, politik dan militer, tetap melibatkan Inggris. Diharapkan, Prancis dan Belanda melakukan pendekatan serupa pada koloni masing-masing.
Instruksi kepada Lord Mountbatten yang sudah berada di Malaysia pada 13 Agustus 1945, sangat jelas. Lakukan pencaplokan kembali atas Birma, Singapura dan Malaysia. Berikutnya, kirim pasukan ke Indocina, Siam, dan Hong Kong. Sasaran selanjutnya, Jawa dan Sumatera.
Tujuannya jelas, membantu Prancis di Indocina dan Belanda kembali berkuasa di koloni masing-masing. Terutama pada Jawa dan Sumatera. Lord Mountbatten menaruh perhatian khusus pada kedua pulau tersebut. Sebab Inggris telah menaruh duitnya sebesar 100 juta poundsterling ke dalam perusahaan patungan Royal Dutch-Shell pada tahun 1907.
Nilai itu setara kepemilikan saham 40 persen pada Shell yang akan lanjut mengeksplorasi ladang minyak di Jawa dan Sumatera usai Jepang menyerah. Inggris tentu tak mau tekor jika eksplorasi kembali minyak ini gagal total. Demi proyek minyak Shell ini Inggris dan Belanda bekerja sama menguasai tanah jajahan lagi.
Penemuan Ladang Minyak
Kongkalikong Inggris dan Belanda sebenarnya sudah diawali ketika Belanda menemukan ladang-ladang minyak di sejumlah pulau di Indonesia. Sumatera dan Kalimantan diketahui memiliki cadangan minyak lumayan besar.
Kerajaan Belanda girang luar biasa. Ternyata, zamrud khatulistiwa tak cuma kondang rempah-rempahnya, tapi juga mengandung deposit minyak. Kerajaan Belanda mengendalikan langsung segala persiapan eksplorasi minyak ini.
Dibentuklah Koninklijke Nederlandsche Maatschappij tot Exploitatie van Petroleumbronnen in Nederlands-Indie pada tahun 1890. Lantas pada 1907 lembaga kerajaan itu membentuk anak perusahaan bernama The Bataafsche Petroleum Maatschappij (BPM).
Dalam artikelnya yang terbit di jurnal Business History tahun 2017, sejarawan Keetie Sluyterman menyebut keikutsertaan Inggris melalui perusahaan dagang dan transportasi Shell pada tahun 1907.
Terbentuk merger antara perusahaan Belanda dan Inggris, yang sohor disebut BPM-Shell. BPM memegang 60 persen saham, sedangkan Shell 40 persen. Mulailah dibangun pelabuhan pengiriman minyak yang sudah dieksplorasi di Pangkalan Brandan dan Pangkalan Susu di Sumatera. Setelah sebelumnya BPM-Shell membangun penyulingan minyak terbesar, produktif dan paling modern se-Asteng di Plaju, Sumatera.
Demi Perut Kolonial
Urusan koloni memang urusan perut. Inggris lebih percaya kepada Belanda daripada kaum republiken Indonesia yang baru memproklamasikan kemerdekaan. Kepercayaan lama ini terus dipupuk Inggris, apalagi kalau menyangkut pembagian keuntungan hasil menguras sumberdaya alam tanah koloni.
Taktik Inggris ini gampang dibaca. Secara politik, Inggris ikut aktif mengembalikan kekuatan kolonial. Imbalannya, secara ekonomi Inggris bakal dapat jatah hasil eksplorasi.
Sejarawan Universitas Warwick, Andrew Roadnight, menulis dalam jurnal History edisi April 2002, bahwa motif ekonomi begitu kuat di balik dukungan Inggris pada Belanda di tahun 1945.
Ia menelusuri arsip-arsip lama yang masih tersimpan baik di Inggris. Bagi Inggris, wilayah Asia Tenggara sangatlah penting karena menyimpan deposit sumberdaya alam melimpah. Daripada wilayah ini jatuh ke dalam pangkuan Uni Sovyet, AS atau kelompok republiken setempat, maka lebih baik membantu sohib lama sesama kekuatan kolonial.
Kepentingan ekonomi yang jauh lebih besar inilah yang menjadi penyebab utama Inggris membantu Belanda untuk kembali menjajah Indonesia lewat NICA (Netherlands-Indies Civil Administration). Salah satunya demi mengamankan investasi proyek minyak.
Walau kemerdekaan Indonesia sudah diproklamasikan pada 17 Agustus 1945, Inggris masa bodoh. Malah Inggris rela dibonceng NICA saat masuk ke Indonesia. (*)
Editor Sugeng Purwanto