PWMU.CO– Orang pertama hijrah ke Madinah adalah Abu Salamah alias Abdullah bin Abdul Asad bin Hilal. Awalnya dia ikut hijrah ke Habasyah. Setelah lima tahun di Afrika dia memutuskan pulang kembali ke Mekkah.
Buku Kisah Dramatik Hijrah menceritakan, tiba di Mekkah, dia bersama anak istrinya menemui Nabi Muhammad saw untuk meminta perlindungan dari orang kafir Mekkah. Namun Rasulullah tidak bisa memberikan perlindungan. Karena waktu itu Nabi juga di bawah perlindungan Abbas bin Abdul Muththalib dan kaumnya.
Dia kembali kepada kaum kerabatnya. Tapi diejek, dihina, dan dilecehkan sebagai pengungsi yang gagal. Hidup di Mekkah terasa tak nyaman. Tebersit ingin balik lagi ke Abesinia. Tapi di tahun itu dia tertarik menyaksikan sekelompok orang Yatsrib menerima Islam waktu musim haji.
Dia hubungi mualaf Yatsrib itu. Abu Salamah lantas mengutarakan niat hijrah kepada Nabi. Ternyata Nabi mengizinkan. Segera menyampaikan kepada istrinya, Hindun Ummu Salamah yang langsung mendukungnya. Persiapan dilakukan. Mengumpulkan bekal dan mencari unta yang baik.
Ketika bekalnya sudah siap, dia naikkan istri dan anaknya ke punggung unta. Setelah kondisi aman, diam-diam segera Abu Salamah dan keluarganya keluar rumah menuntun untanya menapaki jalan menuju Yatsrib.
Peristiwa ini setahun sebelum terjadinya baiat Aqabah. Jadi Abu Salamah orang pertama yang merintis jalan hijrah ke Yatsrib sebelum terjadi perintah untuk hijrah besar-besaran.
Dihadang Kerabat
Tapi belum jauh berjalan, kerabat istrinya dari Bani Mughirah memergokinya. Segera saja mereka menyusul dan menghadang.
”Jiwamu telah mengalahkan kami,” sergah orang dari Bani Mughirah. Mereka tak rela kerabatnya, Ummu Salamah, dibawa pergi. Maka Ummu Salamah dan anaknya diturunkan paksa. Tentu saja Ummu Salamah meronta-ronta. Namun cengkeraman tangan para kerabatnya sangat kuat sehingga tidak dapat lepas.
Kejadian ini didengar oleh kerabat Abu Salamah dari Bani Abdul Asad. Dengan marah, mereka segera mendatangi tempat keributan itu dan menantang Bani Mughirah. Sekarang anak mereka, Salamah, ditarik kerabat Abu Salamah dibawa pergi.
Ummu Salamah tersayat hatinya melihat anaknya menangis sambil meronta dalam dekapan kerabat Bani Abdul Asad yang membawanya pergi makin jauh ke permukimannya.
Dia sendiri menangis pilu dibawa pergi ke rumah kerabatnya meninggalkan suaminya yang memandanginya dengan tatapan nanar.
Kini Abu Salamah tinggal sendiri. Sepi. Hanya ditemani untanya di padang pasir yang sunyi di tepian kota Mekkah. Hatinya teriris-iris. Air matanya meleleh.
Betapa tidak berdayanya dia. Istrinya diambil kerabatnya. Begitu pula nasib anaknya. Tragisnya dia tidak kuasa mencegah. Dikuatkan hatinya untuk pergi sendiri ke Yatsrib. Dialah orang pertama hijrah ke Yatsrib.
Tangisan di Padang Pasir
Setelah peristiwa itu Ummu Salamah tidak henti-hentinya menangis di rumah kerabatnya. Setiap pagi dia keluar rumah pergi ke Abthah, di pinggiran Mekkah. Menatap padang pasir yang jauh. Berharap-harap suaminya muncul. Ketika yang diharapkan tak ada dia menangis. Sore hari baru dia pulang.
Seperti itu terus yang dia lakukan tiap hari hingga hampir setahun. Ratapan kesedihannya akhirnya menyentuh hati pamannya. Pamannya meminta kerabat Bani Mughirah dan Bani Abdul Asad mengumpulkan ibu dan anak ini. Lantas izinkan menyusul suaminya ke Yatsrib.
”Bila kamu mau, susullah suamimu,” kata pamannya. Ummu Salamah girang hatinya. Kesedihannya langsung terkikis, sirna dari hatinya. Pikirannya jadi sangat terang menghapus kesayuan matanya.
Sewaktu perbekalan sudah siap, Ummu Salamah menaiki untanya. Diletakkan anaknya dalam pangkuannya. Dengan langkah ringan, dia pacu untanya melewati jalan menuju Yatsrib.
Dialah wanita yang berani berangkat sendirian bersama anak kecilnya menembus padang pasir demi Islam dan keluarganya menempuh perjalanan 498 km. Kira-kira butuh waktu sepekan untuk sampai ke tujuan.
Ketika tiba di Tan’im, dia bertemu dengan Usman bin Talhah, orang Quraisy yang dikenalnya dan belum muslim. ”Kamu hendak kemana, wahai Putri Abu Umaiyah?” tanyanya.
”Aku menyusul suamiku ke Yatsrib,” jawab Ummu Salamah.
”Tidakkah ada orang yang mendampingimu?,” tanya dia lagi.
”Tidak ada kecuali Allah dan anakku ini,” jawab Ummu Salamah.
Usman bin Talhah berkata,”Demi Allah, kamu tidak boleh sendirian.” Dia mengambil tali kekang unta Ummu Salamah kemudian menambatkan ke pelana untanya. Begitulah dia menuntun Ummu Salamah selama dalam perjalanan dengan langkah lebih cepat.
Bertemu Suami di Quba
Jika memasuki perkampungan mereka istirahat. Sambil mencari informasi keberadaan Abu Salamah. Sore hari meneruskan perjalanan. Hingga sampailah di sebuah desa tempat bermukim Bani Amir bin Auf di Quba, beberapa kilometer menjelang masuk kota Yatsrib.
Mereka berhenti. Usman menanyakan kepada penduduk apakah Abu Salamah pernah singgah di sini. Dia dapat berita gembira. ”Suamimu ada di desa ini,” kata Usman
Ummu Salamah dan anaknya segera menaiki untanya dan memacu masuk ke desa menuju rumah Mubasysyir bin Abdul Mundzir yang menampung suaminya.
Setelah orang yang dicari ditemukan, maka berhamburanlah ibu dan anak itu memeluk orang yang dikasihi. Mereka tumpahkan segala kerinduan setelah hampir setahun keluarga ini terpisahkan.
Kepergian Abu Salamah meninggalkan Mekkah hijrah ke Yatsrib mendorong keluarga Amir bin Rabi’ah menyusul jejaknya. Amir sebelumnya juga pernah hijrah ke Abesinia. Dia berangkat bersama istrinya, Lailah binti Abu Hatsmah. Perjalanan hijrah Amir bin Rabiah kali ini tidak banyak halangan.
Setelah ini lalu menyusul keluarga dari Abdullah bin Jahsy serta saudara-saudaranya. Abdullah juga pernah hijrah ke Abesinia. Tiga keluarga perintis hijrah ini juga ditampung oleh keluarga Mubasysyir bin Abdul Mundzir di desa Bani Amr bin Auf di kota Quba. (*)
Penulis/Editor Sugeng Purwanto