PWMU.CO – Terapi bekam redakan gejala Covid-19. Sebagai anti-inflamasi, terapi bekam basah penderita Covid-19 dilakukan di punggung dan dada.
Demikian paparan ‘doktor bekam’ Fakultas Ilmu Kesehatan (Fikes) Universitas Muhammadiyah (UM) Jember Dr Wahyudi Widada SKp dalam International Online Nursing Conference (IONC) 2020, Sabtu (22/8/20).
Dalam penjelasannya, Wahyudi menyatakan terapi bekam untuk penderita cytokine strom (badai sitokin) akibat terpapar Covid-19. “Bekam bisa menjadi pengobatan alternatif, yang digunakan untuk meredakan gejala Covid-19,” papar doktor Fikes UM Jember yang telah 10 tahun terakhir berkecimpung di dunia bekam tersebut.
Sebelumnya, Penanggungjawab Logistik dan Perbekalan Farmasi RSUP Dr Kariadi Semarang Mahirsyah Wellyan TWH SSi Apt Msc menjelaskan, badai sitokin atau cytokine strom merupakan reaksi berlebih sistem kekebalan tubuh. Yakni ketika SARS-CoV-2 memasuki tubuh, sel-sel darah putih akan merespon dengan memproduksi sitokin.
Menurut Wahyudi, sitokin akan berhenti berfungsi ketika respon kekebalan tubuh di daerah infeksi. Namun, pada kondisi badai sitokin, sitokin akan terus mengirimkan sinyal sehingga sel kekebalan tubuh berada di luar kendali.
“Paru-paru bisa mengalami peradangan parah karena kekebalan tubuh berusaha melawan virus. Kondisi tersebut bisa menyebabkan hiposemia, yaitu kondisi saat kadar oksigen dalam darah di bawah ambang batas normal. Pasien Covid-19 akan mengalami sesak nafas dan detak jantung menjadi cepat karena kadar oksigen dalam darah terlalu rendah,” ungkap Wahyudi.
Terapi Bekam Basah Anti-Inflamasi
Wahyudi menyatakan, terapi bekam basah untuk penderita Covid-19 yang dilakukan di punggung dan dada, berfungsi sebagai anti-inflamasi. Sel-sel darah putih dan zat yang dihasilkan dalam mekanisme ini akan melakukan perlawanan. Yaitu dalam rangka membentuk perlindungan untuk mencegah virus yang sedang menyerang.
“Keunikan bekam ialah saat dilakukan pada orang yang terpapar Covid-19, ketika terjadi hiper-inflamasi tubuh akan mengalami anti-inflamasi. Namun ketika dilakukan pada orang yang sehat, akan meningkatkan sistem imunitas,” jelasnya.
Beberapa kali percobaan, lanjut dia, sudah dilakukan pada orang yang mempunyai gejala dengan ciri-ciri Covid-19, yaitu demam dan lidahnya bebal. “Setelah dilakukan terapi bekam basah, gejala yang dirasakan berangsur membaik,” ujarnya.
Wahyudi berharap, adanya paparan dalam konferensi ini, terapi bekam bisa lebih dikenal di luar Indonesia dan tak lagi dipandang sebelah mata. “Apalagi bekam ini merupakan sunnah rasul yang diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW,” terang dosen Fikes UM Jember tersebut.
Di Filipina 5008 Nakes Terpapar
Di bagian lain, Earl Francis R Sumile PhD RN dari Centri Escolar University (CEU) Filipina menyampaikan, di negaranya, sejumlah 5008 tenaga kesehatan terdiri dari perawat dan dokter terpapar Covid-19. Dari data tersebut sebanyak 38 orang yang meninggal dunia.
“Jumlah terpapar teratas adalah perawat sebanyak 1734, disusul dokter sejumlah 1100. Besarnya korban tersebut berasal dari beberapa faktor, diantaranya kurang tepatnya alat pelindung diri yang digunakan, jam kerja yang berlebihan, dan tingkat stres yang dirasakan para nakes,” tutur Sumile. Faktor tersebut, lanjut dia, yang mengakibatkan daya imunitas menurun sehingga virus mudah menyerang.
Pada para peserta yang sebagian besar Nakes, Sumile menerangkan ada beberapa cara yang bisa dilakukan nakes untuk meningkatkan kekebalan. “Kiatnya adalah istirahat yang cukup, penuhi asupan nutrisi yang tepat, konsumsi suplemen, olahraga, dan manajemen stress,” ungkanya.
Seminar yang dihelat Fikes UM Jember itu merupakan kali kedua. Kegiatan virtual via Zoom dan streaming YouTube itu diikuti 4000 peserta dari sembilan negara, yaitu Indonesia, Malaysia, Timor Leste, Arab Saudi, Jepang, Thailand, Filipina, Taiwan, dan India.
Para pembicara yang hadir dari berbagai negara, yaitu Dr Wahyudi Widada SKp MKed dari UM Jember, Earl Francis R Sumile PhD RN dari Centri Escolar University (CEU) Filipina. Ada juga Dr Akemi Kariya dari Prefectural Universoty of Hiroshima Jepang, dan Nada Azhar Prandini SKep, mahasiswa Fikes UM Jember. (*)
Penulis Disa Yulistian. Co-Editor Darul Setiawan. Editor Mohammad Nurfatoni