PWMU.CO – PJJ Daring Ramah Kuota, Begini loh! Dosen Umsida Mohammad Suryawinata SPd MKom membeberkan hasil penelitiannya tentang PJJ Ramah Kuota.
Penelitian dosen Universitas Muhammadiyah Sidoarjo (Umsida) itu disampaikan dalam webinar Pembelajaran Jarak Jauh (PPJ) Efektif Ramah Kuota yang diselenggarakan oleh Majelis Dikdasmen Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jatim via Zoom, Kamis (27/8/2020).
PJJ Efek Pandemi
Menurut Surya, sapaan akrabnya, desain pembelajaran jarak jauh ramah kuota merupakan solusi bagi masyarakat yang terdampak pandemi Covid-19.
“Jatim peta resiko saat ini kebanyakan masih zona merah dan zona orange. Maka belum boleh sama sekali dilakukan pendidikan tatap muka. Suara murid tentang PJJ PR-nya tambah banyak, dan dari guru bermacam-macam pandangan tentang PJJ,” ujarnya.
Surya kemudian mengajukan pertanyaan, “Pernahkah bapak-ibu main game dalam pekan ini?”
“Mungkin jawabnya tidak sempat main game karena membuat materi dan mengontrol pembelajaran siswa. Jadi tidak ada waktu luang. Padahal sebenarnya dunia siswa itu tidak jauh dari game. Banyak sekali game edukatif yang bisa kita manfaatkan untuk menggantikan kegiatan pembelajaran,” ungkapnya.
“Dari penelitian kami yang terpenting itu kan capaian pembelajaran. Banyak sekali game-game yang bisa kita gunakan,” tambahnya.
Risiko dan Tantangan PJJ
PJJ, lanjutnya, memang memiliki risiko dan tantangan. Kesenjangan pencapaian belajar dan memang tidak bisa seefektif pertemuan tatap muka di kelas.
“Apalagi kondisi ekonominya berbeda. Tantangan terbesar ada di teman-teman yang mengajar di level dasar dan menengah. Karena mereka harus masih dibimbing,” jelasnya.
“Apa yang bisa kita lakukan?” tanyanya. Sebagai pendidik, lanutnya, kita bagian dari sistem pendidikan nasional. Kita punya kewenangan untuk memanajemen pelaksanaan pembelajaran. Apalagi pemerintah melalui Kemendikbud telah memberikan pengelolaan pendidikan kepada satuan pendidikan.
“Tidak perlu bingung kurikulum itu harus gitu harus gini. Anak-anak nilainya harus lengkap dan seterusnya. Ini kan sudah ada dasar hukumnya maka kita bisa menggunakan itu. Biar guru tidak repot mengoreksi dan siswa tidak mendapat tugas yang sangat banyak. Tapi capaiannya nanti harus tercapai. Pembelajarannya harus dicapai semua meskipun dengan tugas-tugas yang sedikit dikurangi,” paparnya.
Guru Itu Fasilitator
Menurutnya, mayoritas pembelajaran itu dilakukan di kelas. Dan rata-rata guru itu hanya menjelaskan materi sesuai jadwalnya. Guru masih sering memposisikan diri sebagai sumber belajar. Padahal harusnya fasilitator.
“Nah sekarang pembelajaran klasikal tidak bisa dilakukan karena pandemi. Akhirnya kita bergeser ke PJJ. PJJ itu tidak selalu daring, bisa juga direct. Model seperti universitas terbuka itu bisa digunakan. Tidak harus selalu daring. Anak-anak bisa dari pagi sampai siang di depan layar kalau daring,” sergahnya.
Gagap PJJ
Salah satu problem, sambungnya, yang muncul adalah belum terbiasa dengan PJJ. Masih banyak yang gagap bagaimana PJJ itu? Harusnya tidak disamakan dengan pembelajaran klasikal. Sebab ada siswa yang cepat tanggap dan ada siswa yang lambat dan tidak bisa disamakan. Juga masalah mood atau preferensi. Menurutnya, siswa kalau lagi malas belajar dipaksa bagaimanapun dia tetap malas.
“Coba perhatikan film Sang Pencerah. Suatu waktu KH Ahmad Dahlan bertanya kepada para santrinya sekarang mau belajar apa? Jadi materi bukan dari beliau tetapi beliau survei dulu santrinya mau belajar apa hari ini,” kisahnya.
Dia menegaskan, memang kurikulum jadi problem juga karena guru terikat dengan kurikulum. Tapi kurikulum tidak harus dilakukan secara berurutan. Atau materi bisa di-over mana yang duluan mana yang belakangan.
“Guru punya kewenangan untuk itu karena evaluasi per semester. Jadi membolak balik pertemuan kan boleh,” ujarnya.
Tiga Model Pembelajaran
Untuk mendukung itu, lanjutnya, ada tiga metode penelitian yang dikembangkan. Pertama outcome based education (OBE), aplikasi yang bisa dipakai di perguruan tinggi.
“Pembelajaran yang lebih fokus pada pencapaian kompetensi esensial dibandingkan jumlah pertemuan. Mahasiswa datang duduk dengar kan belum menjamin dia bisa materi itu. OBE itu memastikan, sehingga tidak datang tidak apa-apa, tetapi yang penting mereka mencapai kompetensinya. Karena esensi pendidikan adalah tercapainya kompetensi, selain perubahan perilaku,” jelasnya.
Kedua, lanjutnya, self paced learning. Siswa dapat belajar mandiri sesuai dengan kriterianya sendiri, baik tempat waktu dan materi. Siswa boleh memilih materi apa dulu dan tidak ditentukan oleh gurunya.
“Jadi guru bisa menyajikan materi dalam satu semester dan siswa boleh memilih materinya. Ini membutuhkan keahlian guru untuk meningkatkan kompetensi bagaimana menghadapi sekian banyak siswa dengan preferensi belajar yang berbeda-beda,” terangnya.
Ketiga, pendidikan jarak jauh. Yakni proses pembelajaran yang tidak dilakukan di satu tempat yang sama. Kalau kita baca UU Sikdiknas maka PJJ ini sudah diatur di undang-undang.
“Tahun 2004 sudah ada skema PJJ. Hanya kita belum menggunakan, tetapi sekarang baru marak menggunakan PJJ ketika pandemi Covid-19. Padahal dari dulu sudah ada,” ungkapnya.
Kuadran Belajar
Ada beberapa metode pembelajaran yang dikembangkan oleh seorang pakar PJJ Indonesia di Litbang Kemendikbud Uwes A Chaeruman. Dia menyebutnya Kuadran Belajar. Metode sinkron langsung dan sinkron maya.
“Sinkron langsung tidak bisa karena guru tidak boleh mengadakan tatap muka. Akhirnya geser ke sinkron maya. Video call terus dari pagi sampai siang lihat HP. Mendengarkan gurunya berbicara dan sebagainya. Padahal ada mekanisme belajar yang lain tetapi para guru itu belum move on dari model ini. Hari ini pokoknya belajar ini tugasnya ini selesai kapan. Kita harus coba move on. PJJ itu sangat berbeda dengan di kelas,” paparnya.
Jadi, sambungnya, ada dua metode lain yaitu asinkron mandiri dan asinkron kolaborasi.
“Asinkron mandiri itu kita membikin konten pembelajaran yang bisa diakses siswa kapan saja. Kita tidak hanya ceramah di depan video conference, tetapi kita membuat rekaman dan sebagainya kemudian siswa tinggal akses kapan. Bila sekarang nggak mood belajar ya gak usah nonton videonya atau melihat materinya. Mungkin nanti sore mood-nya baru keluar,” urainya.
Asinkron kolaborasi mencakup tugas-tugas online. “Saat S2 saya jadi guru di Malang. Nyambi guru SMK di Malang Komputer Jaringan Dasar. Sekarang kan lagi tren RPP 1 lembar. Tapi tahun 2014 saya membuat silabus satu semester. Jadi silabus 1 halaman yang mencakup semua materi dalam satu semester. Isinya pokok-pokok kegiatan atau materi yang harus diselesaikan oleh siswa. Daftar menu jaringan dasar sehingga siswa bisa milih. Mereka mau belajar yang mana dulu silakan,” terangnya.
Siswa Suka PJJ
Hasil penelitian, ungkapnya, menunjukkan sebenarnya peserta didik menyukai PJJ. Tetapi bukan karena tugasnya tetapi karena fleksibilitas waktu yang ditawarkan. Dan fleksibilitas lokasi Jadi mereka bisa belajar dimana saja. Kalau waktunya dibatasi maka faktor kesukaan mereka itu hilang.
“Sebanyak 94,1 persen peserta didik senang kalau belajar sesuai kemampuan masing-masing. Tidak ngikut lajunya guru atau teman-teman yang pintar. Terkadang kan guru itu mengikuti yang pintar. Yang pintar atau yang rata-rata menengah ke atas. Ngerti semua anak-anak. Yang jawab dianggap ngerti yang diam juga dianggap ngerti. Yang diam padahal banyak yang gak ngerti. Kalau dengan metode ini yang nggak ngerti bisa mengulangi lagi sampai dia mengerti,” rincinya.
Dia menambahkan akan selalu ada trade off atau penukaran dalam PJJ. Entah kualitas, biaya, efektivitas, dan faktor lain. Teman Telkomsel akan fokus pada kualitas. Tentunya kualitas pendidikan tidak boleh turun.
“Nanti kita bisa mengejar di yang lain. Kalau fokus sama kuota maka biayanya yang ditekan. Mungkin kualitasnya sedikit menurun tetapi nanti di-handle Telkomsel. Kita ini berasal dari sosial ekonomi yang beragam. Untuk yang mampu mungkin tidak ada masalah. Tetapi dengan yang menengah ke bawah bagaimana? Bukankah Muhammadiyah hadir untuk seluruh umat,” tuturnya.
Rekomendasi Penelitian
Saran dari rekomendasi penelitian ini adalah guru bisa memproduksi konten video. Bisa ditaruh di WhatsApp atau apapun yang guru bisa.
“Kalaupun tidak ada teknologi jaringan itu nanti bisa diberi konten belajarnya besok offline. Bisa ketika pertemuan wali siswa secara bergantian menurut protokol kesehatan. Jadi kita membuat materi tidak hanya sekali tetapi sebulan atau dua bulan materi itu dikumpulkan kemudian kita buat video untuk kita berikan kepada siswa,” paparnya.
Selanjutnya menyiapkan struktur asesmen. Asesmen bisa dilakukan dalam berbagai model. “Jika guru kesulitan membuat konten itu, banyak sekali fitur-fitur di internet yang bisa digunakan. Ada Rumah Belajar, Genius, Pintar, dan yang lainnya. Jadi di internet konten pembelajaran lengkap sehingga guru tidak usah membuat,” terangnya.
PJJ daring ramah kuota. Ayo praktikkan! (*)
PJJ Daring Ramah Kuota, Begin loh! Penulis Sugiran. Editor Mohammad Nurfatoni.