Budak Muslim Amerika yang Dramatis berkisah perjuangan orang-orang Afrika yang diperbudak dan upaya pembebasan dirinya.
PWMU.CO-Protes massal kembali terjadi di seluruh AS setelah polisi menembak warga kulit hitam Jacob Blake di Kenosha, Wisconsin, pekan lalu. Padahal belum lama berselang polisi membunuh George Floyd.
Muncul gerakan Black Lives Matter melawan rasisme anti-Kulit Hitam di negara yang katanya pejuang demokrasi. Di kalangan pejuang hak-hak kulit hitam di AS itu di antaranya adalah muslim.
Gerakan Black Lives Matter baru berusia enam tahun. Sementara perjuangan untuk pembebasan kulit hitam di Amerika sudah lebih dari 500 tahun. Muslim kulit hitam menjadi pusatnya.
Muslim pertama kali datang ke Amerika sekitar tahun 1500-an dalam perdagangan budak untuk perkebunan. Perbudakan kejam berada di wilayah selatan. Di Amerika Utara para majikan lebih longgar.
Sylviane Diouf dalam bukunya Servants of Allah menjelaskan, lebih dari 30 persen dari semua budak Afrika yang diangkut ke Amerika adalah muslim. Sebagian besar pergi ke Karibia dan Amerika Selatan, terutama Brasil.
Diouf menjelaskan para budak muslim ini juga melawan supremasi kulit putih, mempertahankan hubungan dengan orang Afrika lainnya di seluruh diaspora dan mempraktikkan agama di bawah pengawasan ketat.
Mereka ikut latihan militer lalu menggunakan pengetahuan taktisnya memimpin pemberontakan di Salvador, Bahia, Brasil pada tahun 1835. Pemberontakan ini bisa dikalahkan. Tapi secara politik menang karena mendorong Brasil menghapus perbudakan.
Omar bin Said
Ada juga budak muslim terpelajar yang menggunakan kemampuan menulis dan bercakap dalam bahasa Inggris sebagai media perjuangan. Tokoh penting muslim hitam di Amerika seperti Omar bin Said dan Bilali Mohamed. Dua orang ini penulis dan cendekiawan Islam yang warisan intelektualnya masih terasa hingga saat ini.
Para budak muslim dari Afrika ini sebenarnya berstatus terpandang di tanah kelahirannya. Ada yang berperan sebagai imam, cendekiawan, sejarawan hingga hafidh.
Omar bin Said, ilmuwan kaya berasal dari Futa Tooro, Senegal. Lahir tahun 1770. Saat berusia 37 tahun ditangkap tahun 1807 dalam pemberontakan terhadap penjajah negaranya. Dia diangkut ke Amerika Serikat dijual sebagai budak. Tinggal di Fayetteville, Carolina Utara.
Sebagai budak muslim tetap menjalankan salat lima kali sehari dan amalan Islam selama hidup dalam penindasan. Sementara budak-budak yang lain dipaksa menjadi Kristen. Dia meninggal tahun 1864 di Bladen County, Carolina utara.
Dia membuat catatan tulisan tangan berbahasa Arab sebanyak 15 halaman tentang kisah hidupnya. Autobiografinya dimuat menjadi buku berjudul The Life of Omar Ibn Said dan diakuisisi oleh Perpustakaan Kongres AS.
Bilali Mohammad
Bilali Mohammad menjadi budak Thomas Spalding, pemilik perkebunan kapas di Pulau Sapelo, Georgia AS sekitar. Dia terpelajar bisa berbicara bahasa Inggris, Prancis, dan Arab.
Lahir di Timbo, Guinea sekitar tahun 1770, Bilali berasal dari keluarga Muslim dan berpendidikan tinggi. Bilali memiliki pengetahuan hadits, syariah, dan tafsir. Dia dikenal sebagai sarjana muslim Amerika pertama.
Saat remaja ia ditangkap dan dibawa ke Karibia dan pada tahun 1802 dikirim ke Pulau Sapelo. Majikannya, Thomas Spalding, memberikan budaknya kebebasan. Tidak seperti di wilayah Selatan. Thomas Spalding mengizinkan budak-budaknya menjalankan agamanya sendiri dan tidak memaksa memeluk Kristen.
Pemilik budak ini juga tidak mencabut kebutuhan pokok budaknya seperti sandang dan pangan. Dia mengizinkan Bilali membangun masjid kecil di perkebunannya. Masjid ini diyakini sebagai masjid pertama di Amerika Utara.
Di perkebunan ini, Bilali menjadi pengawas 500 budak. Bilali adalah orang yang dapat dipercaya dan ini terbukti ketika Spalding meninggalkan perkebunan bersama keluarganya karena takut serangan Inggris tahun 1812. Dia meninggalkan Bilali beberapa senjata untukbertahan dan menyerahkan mengelola perkebunan kepadanya.
Bilali sangat terpelajar dan dianggap oleh rekan-rekan budaknya sebagai pemimpin komunitas dan pendidik. Dia memotivasi sesama budak lewat ajaran Islam. Beberapa dari tulisannya telah disimpan di Perpustakaan Negara Bagian Georgia di Atlanta.
Bilali Mohamed meninggal pada tahun 1857 dan dimakamkan dengan salinan Quran dan sajadahnya. Sebuah manuskrip Arab 13 halaman ditemukan di antara barang-barang miliknya.
Awalnya, ini dianggap sebagai buku hariannya, tetapi penelitian lebih dalam menunjukkan manuskrip itu adalah catatan risalah hukum Islam dan bagian dari kurikulum muslim Afrika Barat. Naskah Arab 13 halaman ini sekarang dikenal sebagai Dokumen Muhammad Bilali. Keturunan Bilali tinggal di Pesisir Georgia seperti Emory Rooks Pulau St. Simons.
Yarrow Mamout
Yarrow Mamout mengalami 44 tahun perbudakan di Maryland dan Virginia ikut keluarga Samuel Beall, pemilik perkebunan tembakau.
Lahir di Guini Afrika Barat tahun 1736. Saat berusia 16 tahun pada tahun 1752 ditangkap oleh pemburu budak dan dibawa ke Amerika. Mamout adalah seorang Muslim taat yang berbicara bahasa Fula dan dapat membaca dan menulis bahasa Arab dan bahasa Inggris. Dia juga menguasai al-Quran.
Karena pandai berenang, cerdas, dan bisa bahasa Inggris, awalnya dia dipekerjakan di kapal. Lalu dibeli oleh Samuel Beall untuk budak perkebunan. Kemudian bertugas melayani rumah. Terus diajak menemani Beall dalam perjalanan bisnisnya dan bertemu dengan dengan koleganya.
Dari sinilah Yarrow mempelajari bisnis, kenal dengan urusan notaris, akuntan dan lainnya. Tahun 1796 membeli kemerdekaan dirinya di usai 60 tahun. Lalu berinvestasi di Bank Columbia di antara investor kulit putih. Dia memilih investasi bank setelah berkali-kali ditipu investasi 100 dollar ke perusahaan.
Setelah cukup uang, dia bisa membeli rumah di Dent Place Georgetown, Washington DC pada tahun 1800. Hidup berdampingan dengan warga kulit putih.
Saat kaya raya dia membuat potret diri tahun 1819 dengan pelukis terkenal Charles Willson Peale. Peale telah melukis George Washington, Benjamin Franklin, Alexander Hamilton, dan lainnya yang menjadi terkenal di panggung Revolusi Amerika dan republik awal.
Ketika Mamout meninggal pada tahun 1823, Peale menulis obituari, meninggalkan petunjuk paling menarik tentang masa lalu pria itu. “Dia dimakamkan di tamannya, tempat dia biasanya berdoa,” tulis Peale.
Abdulrahman Ibrahim Ibn Sori
Abdulrahman Ibrahim Ibn Sori selama 40 tahun hidup dalam perbudakan di perkebunan kapas Natchez, Mississippi, AS milik Thomas Foster.
Dia adalah pangeran dari Timbo, putra Raja Futa Djalon, Guini, Afrika. Saat umur 26 tahun diculik oleh pasukan musuh tahun 1788. Dijual ke pedagang budak dengan barter senapan dan rum.
Pertemuannya dengan dokter ahli bedah Inggris John Cox yang pernah ditolong keluarganya di Afrika menjadi berita besar dan mengungkap jati dirinya.
Wartawan Andrew Marschalk menulis kisahnya. Karena pandai berbahasa Arab, Marschalk mengira Ibnu Sori sebagai bangsa Moor, Maroko, yang sangat terkenal di Amerika.
Berita ini membawa keuntungan bagi Ibnu Sori. Lewat wartawan ini dia minta mengirimkan surat Sultan Maroko agar bisa pulang ke Afrika. Surat itu dikirimkan Marschalk ke Konsulat Amerika Serikat di Tangier, Maroko.
Dampaknya luar biasa. Menteri Luar Negeri AS Henry Clay khawatir peristiwa ini memperburuk hubungan diplomatik dengan Maroko. Menteri Clay mengatur pembebasan Ibnu Sori pada 22 Februari 1828. Tapi hanya dirinya.
Kisahnya ini juga memicu perjuangan politik pembebasan budak makin kencang di utara. Tapi di wilayah selatan makin ketat. Akhirnya Ibnu Sori bebas dan mendarat di Monrovia, Liberia, Afrika. Empat bulan kemudian dia meninggal karena sakit. Belum sempat pulang ke kampungnya di Futa Djalon, Guini.
Penulis/Editor Sugeng Purwanto