PWMU.CO– Malcolm X. Menemukan Islam di penjara Norfolk Prison Colony di Massachusetts antara tahun 1948. Dia dibui karena merampok. Kehidupan masa remajanya adalah kriminal setelah kematian ayahnya menjadikan keluarganya berantakan.
Mengenal Islam dari anggota Nation of Islam. Ini organisasi gerakan orang Afro-Amerika yang menggabungkan unsur-unsur Islam dengan nasionalisme kulit hitam sebagai bangsa muslim yang bercita-cita mendirikan negara sendiri.
Mengutip britannica.com, Malcolm X memutuskan bergabung dengan Nation saat diskusi dengan saudaranya Reginald yang telah menjadi anggota di Detroit. Sejak itu dia tinggalkan rokok, judi, minuman keras, dan daging babi. Belajar membaca al-Quran, membaca buku di perpustakaan penjara, belajar debat.
Nama aslinya Malcolm Little. Sejak masuk Nation dia buang nama keluarga digantinya dengan X. Ini tradisi organisasi karena nama keluarga biasanya mengikuti majikannya kulit putih. Dia lahir 19 Mei 1925 di Omaha, Nebraska.
Setelah bebas, dia membantu memimpin Nation hingga berkembang dan makin terkenal. Dia bertemu pemimpin Nation, Elijah Muhammad, di Chicago tahun 1952. Kemudian membangun pusat gerakan yang dinamakan Kuil Bangsa di New York, Philadelphia, dan Boston dan di kota-kota di Selatan.
Dia mendirikan surat kabar Muhammad Speaks yang dicetak di ruang bawah tanah rumahnya. Setiap anggota wajib menjual koran untuk rekrutmen anggota dan mencari dana.
Mohammad Ali Masuk
Malcolm makin terkenal sebagai penceramah di Boston dan Harlem. Awalnya berceramah di jalanan. Di komunitas. Lantas diundang ceramah di Universitas Harvard dan Oxford. Pengaruhnya anggota Nation makin besar mencapai 500.000 orang.
Dia memperjuangkan hak-hak sipil warga kulit hitam antara 1955 hingga 1965. Bukan sekadar hak masuk restoran dan ikut Pemilu, lebih penting lagi adalah identitas kulit hitam, integritas, dan kemerdekaan.
Nation menjadi alternatif bagi orang kulit hitam memilih gerakan yang radikal. Di zaman itu ada kelompok Martin Luther King Jr. dan Southern Christian Leadership Conference yang kooperatif.
Perjuangan Nation mendesak pengikutnya untuk membela diri dengan cara apa pun yang diperlukan jika ditindas kulit putih.
Kemampuan Malcolm menggerakkan kesadaran orang-orang kulit hitam untuk bangkit di Amerika ini dikenal sebagai gerakan Black Power pada tahun 1960-an. Gerakan ini yang berjuang menghapus sebutan menghina seperti negro, hitam, kulit berwarna.
Perjuangan Nation menarik minat petinju Cassius Clay untuk bergabung tahun 1962. Dua tahun kemudian, dia mengumumkan masuk Islam saat pertandingan perebutan gelar juara dunia kelas berat melawan Sonny Liston pada 25 Februari 1964 di Miami.
Dia menang dalam pertandingan itu dan mengambil sabuk juara dunia dari Liston. Selama di Miami, Cassius Clay ditemani oleh Malcolm X. Dia dan Elijah Muhammad yang membimbingnya menjadi muslim. Tanggal 4 Maret 1964, dia mengubah namanya menjadi Mohammad Ali saat berusia 22 tahun disaksikan kedua mentornya.
Keluar dari Nation
Tapi Nation terpecah ketika Malcolm dan Elijah Muhammad berbeda pendapat tentang strategi perjuangan tahun 1963. Malcolm ingin Nation aktif memprotes hak-hak sipil bukan sekadar tukang kritik.
Malcolm meninggalkan Nation pada Maret 1964 lantas mendirikan Muslim Mosque Inc. Setelah itu naik haji. Selama di Mekkah dia pelajari Islam Sunni dan mengganti namanya menjadi al-Hajj Malik el-Shabazz.
Usai naik haji, pandangan politik perjuangannya berubah. Tak perlu separatis mendirikan negara bangsa kulit hitam. Menurut dia, solusi masalah rasial di Amerika Serikat terletak pada kembali al-Quran dan sunnah yaitu Islam puritan.
Dia juga berkunjung ke Afrika, tanah leluhurnya tahun 1964. Dia berpidato di depan Organisasi Persatuan Afrika. Tahun 1965 mendirikan Organisasi Persatuan Afro-Amerika sebagai media menginternasionalkan penderitaan kulit hitam agar menjadi perhatian dunia. Juga menggalang perjuangan bersama dengan aktivis negara berkembang tentang hak asasi manusia.
Perbedaan pendapat dengan Nation menyebabkan ancaman kematian dan kekerasan terhadapnya. Rumahnya di East Elmhurst di Queens dibom. Bersyukur anak dan istrinya selamat.
Sepekan kemudian 21 Februari 1965, Malcolm ditembak dengan 12 peluru menembus tubuhnya saat ceramah di Audubon Ballroom di Harlem. Di depan anggota Organisasi Persatuan Afro-Amerika, kelompok yang baru didirikannya. Dia meninggal di usia 39 tahun. (*)
Penulis/Editor Sugeng Purwanto