PWMU.CO– Orang tampak sehat mendadak mati karena covid, bagaimana bisa terjadi? Pertanyaan ini banyak diajukan masyarakat.
Contoh kasusnya seperti meninggalnya bupati, wali kota, pebisnis yang awalnya tampak sehat-sehat saja lalu mengeluh sakit. Masuk rumah sakit sebentar langsung meninggal dinyatakan positif covid-19.
Ketua Divisi Litbang Majelis Pembina Kesehatan Umum PWM Jatim dr Tjatur Prijambodo menjelaskan, orang yang terpapar covid tidak mesti muncul gejala sakit kalau imunitasnya tinggi.
Mereka yang imunitas rendah bisa muncul gejala klasik misal, panas, batuk, sesak nafas. Tapi sekarang ini, gejala yang muncul pada penderita covid bisa gak klasik seperti diare, sakit kepala. Cara terbaik adalah screening melalui periksa darah lengkap, foto thorax (dada), rapid test, atau swab test.
”Kalau hasil DL darahnya > 3.1 dan banyak bercak di paru kemungkinan besar sudah mengidap covid,” kata dr Tjatur Prijambodo yang menjabat Direktur RS Aisyiyah Siti Fatimah Tulangan Sidoarjo.
Orang yang terpapar covid karena aktivitasnya bersentuhan dengan banyak orang, kata dia, bisa tidak merasakan gejala atau keluhan sakit apapun. Istilahnya OTG. Orang Tanpa Gejala. Tidak ada tanda fisik yang kasat mata.
”Maka penting dilakukan pemeriksaan lanjutan. Pada posisi inilah, rumah sakit dituding mengada-ada. Mau cari untung. Padahal itu prosedur pemeriksaan. Sebab bukti empirisnya, banyak orang yang covid, tapi tanpa gejala,” tandas Tjatur.
Sikap Meremehkan Covid
Orang tampak sehat tanpa gejala ini, kata dia, karena saat itu sistem imunitas tubuhnya sedang baik. Begitu imunitasnya turun mulai muncul gejala bisa batuk, panas, sesak dan lainnya.
Kalau sudah muncul gejala dianjurkan isolasi mandiri, agar ketika kondisi tubuh drop segera dapat ditangani. ”Masalahnya pejabat seperti bupati, walikota, atau pebisnis menganggap gejala itu dianggap flu biasa. Diremehkan. Tetap aktif, sibuk,” tutur Tjatur.
Dokter yang memeriksanya, sudah menganjurkan opname diabaikan karena menganggap bisa sembuh dengan sendirinya. Orang-orang sibuk seperti ini lebih mementingkan urusannya daripada kesehatannya. Padahal di musim wabah corona semua orang harus waspada. Begitu imunitas turun, badan lemah, virus corona langsung menyerang akibatnya kondisi kesehatan cepat parah.
Dia menjelaskan, kondisi masing-masing orang berbeda-beda. Apalagi kondisi psikologi juga memengaruhi imunitas. Seseorang yang imunitasnya baik dengan olahraga, life style sehat, masih muda, daya tahannya kuat.
”Kondisi psikologi perlu dijaga untuk mendukung imunitas. Karena itu jangan bersedih, bingung, galau, dan stress. Ini bisa menyebabkan imunitas yang semula baik akan ngedrop,” tambah Tjatur.
Maka, tambah dia, diperlukan kombinasi sinergi antara medis dan teologis. ”Ini yang seringkali kita lalai. Hanya mengandalkan medis menuai kesombongan, karena seolah-olah gak butuh Allah. Sebaliknya, hanya mengandalkan teologis akan menuai kebodohan. Karena gak mau tahu ilmu tentang covid dan bersikap meremehkan,” tandasnya. (*)
Penulis/Editor Sugeng Purwanto