Setelah hujan reda, Soedirman menyelimutkan baju hangat di pundaknya, lalu ia bersiap-siap salat tahajud. Selasai tahajud tanda-tanda pagi mulai nampak. Ia lalu membunyikan peluit, membangunkan yang tidur. Mereka segera berkumpul lalu mengambil air wudu untuk siap-siap salat jamaah subuh. Setiap berkemah atau jambore Soedirman sangat mengutamakan salat berjamaah.
Soedirman yang semula anggota biasa akhirnya menjadi Ketua Kwartir HW Daerah Banyumas. Dipimpin Soedirman WH Banyumas maju pesat, baik kuantitas maupun kualitas. Soedirman menggalakkan ketrampilan, pengajian, dan pengabdian masyarakat bersama PKO (Penolong Kesengsaraan Oemat). Kadang juga latihan Bela Negara. Bakat itu telah mengatarkannya menjadi seorang jenderal besar.
Satu hal yang selalu dipegang Soedirman bahwa seorang pandu tidak hanya karena pakaian seragam atau ketampanan melainkan kemampuan memraktekkan keterampilan, mengamalkan kebajikan kepada sesama dan berperilaku sesuai ajaran Islam.
Pegangan Soedirman itu tetap relevan sampai sekarang, Dalam hidup ini jangan menomorsatukan bungkus tetapi mengabaikan isi. Bungkus dan isi harus baik. (*)
*) Wakil Ketua Pimpinan Wilayah (PWM) Jawa Timur. Tulisan ini diambil dari buku Anekdot Tokoh-Tokoh Muhammadiyah, karya Nur Cholish Huda.