Oleh Nur Cholish Huda *)
Pria kelahiran Purbalingga Jateng 24 Januari 1916 ini jatuh hati pada Hizbul Wathan (HW), ketika HW ada di Cilacap, tempat Soedirman bersekolah. Ia mendaftar menjadi anggota dan makin aktif setelah mengajar di HIS Muhmmadiyah Cilacap. Kecakapan, kedisiplinan, rendah hati, sikap kepemimpinan dan ketaatan beragama menyebabkan Soedirman menonjol dan makin sering dipercaya memimpin HW.
Suatu hari Soedirman yang belum berusia 20 tahun membawa anggota HW yang remaja (16-17 tahun) berkemah di Batur, pegunungan Dieng Jawa Tengah. Ketika malam turun udara dingin mulai terasa. Mereka lalu berdiri dekat api unggun.
”Adik-adik kelana, nanti jika api unggun padam udara di sini akan terasa sangat dingin”, kata Soedirman.“Tapi di sini kita dapat melihat indahnya bintang bekerlipan pertanda kekuasaan Tuhan. Besok ketika kita mendaki bukit akan mendengar suara-suara burung berkicau juga melagukan kebesaran Tuhan”.
“Di komplek ini terdapat mata air. Beberapa langkah ke atas ada kuburan. Mata air simbul awal kehidupan. Kuburan akhir kehidupan duniawi menuju kehidupan ukhrawi,” kata Soedirman mengingatkan hidup dan mati begitu dekat.
baca sambungan di hal 2 …