PWMU.CO– Shalat jenazah harus tiga shaf, apa dalilnya? Menjawab masalah ini sidang tarjih menjelaskan hadits shalat jenazah seperti ini.
حَدَّثَنَا أَبُو كُرَيْبٍ حَدَّثَنَا عَبْدُ اللهِ بْنُ الْمُبَارَكِ وَيُونُسُ بْنُ بُكَيْرٍ عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ إِسْحَاقَ عَنْ يَزِيدَ بْنِ أَبِى حَبِيبٍ عَنْ مَرْثَدِ بْنِ عَبْدِ اللهِ الْيَزَنِىِّ قَالَ كَانَ مَالِكُ بْنُ هُبَيْرَةَ إِذَا صَلَّى عَلَى جَنَازَةٍ فَتَقَالَّ النَّاسَ عَلَيْهَا جَزَّأَهُمْ ثَلاَثَةَ أَجْزَاءٍ ثُمَّ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : مَنْ صَلَّى عَلَيْهِ ثَلاَثَةُ صُفُوفٍ فَقَدْ أَوْجَبَ [رواه ابن ماجه و ابو داود و الترمذى و الرويانى و ابو يعلى و ابو بكر الشافعى و الحاكم و البيهقى].
Tirmidzi meriwayatkan (lafal ini miliknya) bahwa Abu Kuraib menceritakan kepada kami, Abdullah ibn al-Mubarak dan Yunus ibn Bukair menceritakan kepada kami, dari Muhammad ibn Ishaq dari Yazid ibn Abi Habib, dari Martsad ibn Abdullah al-Yazaniy. Ia berkata: Malik Ibn Hubairah apabila menshalatkan jenazah dan dianggapnya sedikit orang-orang yang ikut menshalatkan itu, maka mereka itu dibaginya menjadi tiga bagian (tiga baris). Kemudian ia berkata, Rasulullah saw bersabda, barangsiapa yang dishalati oleh tiga shaf, maka ia telah wajib (mendapatkan surga).
Hadis ini ditakhrij oleh Ibnu Majah (w. 273 H) dalam al-Sunan, Abu Dawud (w. 275 H) al-Sunan, al-Tirmidzi (w. 279) dalam al-Sunan; menurutnya hadis ini Hasan, al-Ruyani (w. 307 H) dalam Musnad al-Ruyani, Abu Ya’la (w. 307 H), dalam Musnad Abi Ya’la, Abu Bakar al-Syafii (w. 354 H) dalam al-Fawaid al-Syahir bi al-Ghailaniyyat, al-Hakim (w. 405 H) dalam al-Mustadrak dan al-Baihaqi(w. 458 H) dalam Sunan al-Baihaqi.
Status Hadits
Tokoh hadits kontemporer, Nashiruddin al-Albani (w. 1419 H/1999 M) dalam Dhaif Sunan Abi Dawud mendhaifkan hadis ini. Dalam kitab Ahkamul Janaiz alasan pendhaifan, menurutnya, keberadaan perawi yang bernama Muhammad ibn Ishaq.
Ia adalah seorang mudallis (orang yang suka menyembunyikan kecacatan hadis), yang dalam hadis ini menggunakan redaksi ‘an. Menurut Albani, hadis ini dhaif sesuai dengan kaidah: hadis mu’an’an yang diriwayatkan oleh mudallis adalah hadis yang dhaif.
Berdasarkan penelusuran kami, ada satu versi riwayat tentang Muhammad ibn Ishaq (perawi yang dipermasalahkan) yang tidak menggunakan redaksi ‘an tetapi haddatsana. Riwayat tersebut ditakhrij oleh al-Ruyani dalam al-Musnad. Namun, tidak dapat dipastikan mana lafal periwayatan yang benar-benar otentik yang digunakan oleh Muhammad ibn Ishaq, apakah versi mayoritas mukharrij yang menggunakan ‘an atau versi al-Ruyani yang menggunakan haddatsana.
Melihat jumlah mukharrij yang meriwayatkan lafal ‘an dari Muhammad Ibn Ishaq lebih banyak, tampaknya kita cenderung mengabaikan versi al-Ruyani.
Namun, selain al-Albani para ulama cenderung menilai hadis di atas sebagai hadis yang hasan. Seperti penilaian al-Tirmidzi, Ibnu Rajab dan Ibnu Hajar. Namun, sayang sekali, di sini tidak ada keterangan yang dapat diverifikasi terkait alasan para ulama yang menaikkan hadis di atas dari asalnya yang daif (karena keberadaan Muhammad ibn Ishaq) menjadi hasan.
Profil Muhammad ibn Ishaq
Kami telah melakukan penelusuran pada kitab Siyar A’lam al-Nubala yang memuat biografi para perawi. Ditemukan sejumlah komentar negatif para ulama hadis tentang Muhammad ibn Ishaq. Menurut Yahya ibn Main dia adalah orang yang dhaif.
Menurut Abu Zurah dia orang jujur, tetapi tidak bisa dijadikan hujjah. Begitu pula dengan komentar Imam al-Nasai dan al-Daruquthni. Bahkan ada pula komentar yang menyebutnya sebagai pendusta. Seperti komentar Yahya al-Qatthan. Sehingga dalam hal ini kami berpendapat bahwa penilaian al-Albani cukup beralasan untuk kita pilih.
Jika pun hadits di atas dapat dianggap hasan, maka menurut kami pemahamannya bukan secara harfiyah. Bahwa jamaah salat jenazah harus disusun menjadi tiga shaf.
Hadis di atas sebenarnya menganjurkan agar memperbanyak jamaah salat janazah (al-hatssu li iktsaril jama‘ah). Sebab, seperti diterangkan oleh hadis lain yang kami uraikan di bawah nanti, banyaknya jamaah pada saat salat janazah dapat memberikan syafaat kepada jenazah yang dishalatkan. Mengutip pendapat Syamsul Haq Abadi dalam Aunul Ma’bud bahwa hadits di atas sebenarnya menunjukkan sebaiknya orang yang shalat jenazah melakukannya secara berjamaah, bukan shalat sendiri-sendiri.
Hadits Dhaif Lainnya
Selain hadits di atas, ada pula hadis yang menceritakan bahwa Nabi saw pernah mengatur jamaah yang sedikit menjadi tiga shaf. Hadis tersebut adalah
حَدَّثَنَا عَمْرُو بن أَبِي الطَّاهِرِ بن السَّرْحِ الْمِصْرِيُّ، حَدَّثَنَا أَبُو صَالِحٍ عَبْدُ الْغَفَّارِ بن دَاوُدَ الْحَرَّانِيُّ، حَدَّثَنَا ابْنُ لَهِيعَةَ، عَنْ سُلَيْمَانَ بن عَبْدِ الرَّحْمَنِ الدِّمَشْقِيُّ، عَنِ الْقَاسِمِ، عَنْ أَبِي أُمَامَةَ، قَالَ:”صَلَّى النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى جِنَازَةٍ، وَمَعَهُ سَبْعَةُ نَفَرٍ، فَجَعَلَ ثَلاثَةً صَفًّا، وَاثْنَيْنِ صَفًّا، وَاثْنَيْنِ صَفًّا” [رواه الطبرانى و السهمى].
Artinya: al-Tabrani
meriwayatkan (lafal ini miliknya): Amru ibn Abi Thahir ibn al-Sarh al-Mishriy
menceritakan kepada kami, Abu Shalil Abdul Ghaffar ibn Dawud al-Harraniy
menceritakan kepada kami, Ibnu Lahiah menceritakan kepada kami, dari Sulaiman
ibn Abdurrahman al-Dimasyqi, dari Qasim, dari Abu Umamah, ia berkata: Rasulullah saw menshalati janazah bersama tujuh orang. Kemudian
beliau menyusun shaf: tiga orang di shaf pertama, dua orang di shaf kedua, dan
dua orang lagi di shaf ketiga.
Hadis ini ditakhrij oleh al-Thabrani (w. 360 H) dalam al-Mu’jam al-Kabir danHamzah al-Sahmiy (w. 427 H) dalam Tarikh Jurjan).
Hadits di atas adalah dhaif. Ada seorang perawi yang bernama Ibnu Lahiah. Nama perawi ini tidak asing dalam Ilmu Rijalul Hadits. Namanya dikupas panjang lebar dalam kitab-kitab biografi perawi. Secara singkat, keterpercayaan Ibnu Lahiah digambarkan oleh pernyataan Ibnu Hajar dalam Taqrib al-Tahdzib: ia orang yang jujur, namun hafalannya tercampur setelah buku-bukunya terbakar.
Rasulullah Pernah Mengimami Kurang dari 3 Shaf
Terdapat hadis sahih yang menerangkan bahwa Nabi pernah mengimami shalat jenazah untuk putra Abu Thalhah yang bernama Umair dengan jamaah kurang dari 3 shaf. Shalat dipimpin Nabi hanya terdiri dari dua makmum, yaitu Abu Thalhah dan istrinya Ummu Sulaim. Hadits tersebut adalah
عَنْ إِسْحَاقَ بْنِ عَبْدِ اللهِ بْنِ أَبِى طَلْحَةَ عَنْ أَبِيهِ : أَنَّ أَبَا طَلْحَةَ دَعَا رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِلَى عُمَيْرِ بْنِ أَبِى طَلْحَةَ حِينَ تُوُفِّىَ فَأَتَاهُ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَصَلَّى عَلَيْهِ فِى مَنْزِلِهِمْ فَتَقَدَّمَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَكَانَ أَبُو طَلْحَةَ وَرَاءَهُ وَأُمُّ سُلَيْمٍ وَرَاءَ أَبِى طَلْحَةَ وَلَمْ يَكُنْ مَعَهُمْ غَيْرُهُمُ [رواه الطحاوى و الطبرانى و الحاكم و البيهقى
Diriwayatkan dari Ishaq ibn Abdullah ibn Abu Thalhah dari ayahnya, bahwa Abu Thalhah pernah meminta Rasulullah (untuk menshalati janazah) Umair ibn Abu Thalhah ketika ia wafat. Rasulullah mendatangi jenazah Umair dan menshalatinya di rumah mereka. Rasulullah maju (berada di posisi imam). Abu Thalhah di belakangnya. Ummu Sulaim di belakang Abu Thalhah. Tidak ada jamaah lain selain mereka.
Hadis ini ditakhij oleh al-Thahawi (w. 321 H) dalam Syarh Ma’anil Astar, al-Tabrani (w. 360 H) dalam al-Mu’jam al-Kabir, al-Hakim (w. 405 H) dalam al-Mustadrak dan al-Baihaqi (w. 458 H) dalam Sunan al-Baihaqi).
Bisa dibaca juga di tarjih.or.id.
Editor Sugeng Purwanto